Book 2 Sexretary - 3

1765 Words
Denisya memandang semua sarapan yang dia sajikan pagi ini di meja makan dengan senyum merekah. Memang sekertaris begitu khusus untuk seorang Dewa. Sekertarisnya juga harus bisa memasak untuk Dewa dan Denisya sebagai sekertaris kini, juga harus pintar memuaskan napsu Dewa dimanapun Dewa menginginkannya. "Selamat pagi, pak. Sarapannya sudah siap." Sapa Denisya begitu Dewa keluar dari kamarnya sambil membenarkan kancing di pergelangan tangannya. Jika sudah pagi, Denisya kembali menjadi sekertaris Dewa secara formal. Melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan sebagai sekertaris. Termasuk bersikap professional lagi dihadapan Dewa dan memanggil Dewa dengan sebutan 'pak'. Dewa kemudian duduk di hadapan sarapannya yang sudah tersaji. Setelah Dewa duduk, Denisya melangkah mendekati Dewa untuk membuka piring dihadapan Dewa, lalu mengambilkan mash potato, salad, dan bacon untuk Dewa. "Parfum kamu tidak seperti biasanya." Ucap Dewa tiba-tiba ketika Denisya sedang menuangkan kopi untuk Dewa dan hal itu sontak membuat Denisya menghentikan gerakannya. Diam-diam Denisya melirik Dewa dengan cemas. "Kalau bapak tidak suka bau parfum saya yang baru, saya bisa berganti pakaian. Kalau perlu saya bisa mandi lagi agar bau parfum di kulit saya ini benar-benar hilang." "Tidak perlu. Saya suka baunya." Tambah Dewa sambil menyesap kopinya. "Wanginya segar." Sontak saja punggung Denisya yang semula tegang langsung melemas begitu mendengarkan komentar Dewa selanjutnya. "Terimakasih, pak." "Kalau kamu mandi lagi, berarti akan menjadi mandi yang ketiga kalinya untuk pagi ini." Ucap Dewa lagi dengan santai, Dewa tidak tahu saja jika kini wajah Denisya mulai memanas karena menahan malu mengingat kejadian tadi pagi ketika Dewa tiba-tiba bercinta dengannya di ruang kerja, menyebabkan Denisya harus mandi lagi untuk kedua kalinya. "Kenapa berdiri terus? Duduk dan makan dengan saya." "Ba-baik, pak." Jawab Denisya dengan gugup. Selagi menyantap sarapannya bersama Dewa, sebenarnya Denisya tidak bisa menahan debaran jantungnya. Jantungnya terus berdegup kencang. Karena setiap melihat Dewa dalam posisi apapun, mengingatkan Denisya akan Dewa yang bertelanjang d**a dihadapannya, mengingatkan Denisya tentang wajah Dewa ketika menahan erangan saat Denisya melakukan blow job pada Dewa. Sedangkan Dewa ketika sarapan berusaha menelan sarapannya sebaik mungkin. Masakan Denisya memang enak, namun entah kenapa melihat Denisya dihadapannya selalu membuat Dewa lemah. Apalagi ketika melihat rambut hitam Denisya yang dikuncir kuda keatas, memperlihatkan leher jenjangnya yang terus ingin Dewa kecup setiap aroma parfum segar dan manis itu menguar dari kulit Denisya. Kemeja Denisya yang berwarna biru langit begitu pas di tubuhnya, menonjolkan dadanya yang sempurna. Tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Kemejanya tidak dikancingkan sampai atas, membuat Dewa dapat melihat tulang selangka Denisya yang indah. Namun Dewa segera meminum kopinya, mengelap bibirnya dengan kain yang tersedia dan berdiri untuk menandakan bahwa dia sudah selesai sarapan. Tanpa berkata apapun, Denisya juga ikut berdiri. Dia segera menghampiri Dewa, "pak, dasi Anda." Dewa hanya diam. Dia berdiri dihadapan Denisya yang mulai membantunya memasangkan dasi. Dewa menaikkan dagunya, walaupun diam-diam melirik Denisya yang serius memasangkan dasinya. Dari jarak Dewa yang berdiri dan lebih tinggi dari Denisya, ketika dia menunduk, Dewa dapat memperhatikan belahan d**a Denisya. Kamu seperti remaja m***m, Dewa! Olok Dewa dalam hati, membuat Dewa berdeham tiba-tiba sambil mengalihkan pandangannya kearah lain. "Sudah, pak." Denisya melangkah mundur satu langkah dan tersenyum menatap Dewa. "Seperti biasa, Anda selalu terlihat tampan." Dewa hanya menyipitkan matanya menatap Denisya. Membuat Denisya langsung mengulum bibirnya dan memejamkan mata sambil merutuk dalam hati tentang apa yang dia ucapkan baru saja. Denisya kemudian berjalan di belakang Dewa yang sudah terlebih dahulu keluar dari apartemen. Seharusnya Denisya tahu bahwa sifat Dewa akan kembali dingin di jam kerja. Bukan Dewa yang hangat dan memabukkan seperti ketika bercinta tadi malam dan tadi pagi. Bahkan mereka berdua tetap diam ketika dalam perjalanan ke kantor. Begitu sampai di gedung perusahaan, sudah ada banyak bodyguard yang membukakan pintu mobil untuk Dewa dan mengawal langkah Dewa dan Denisya sampai ke pintu lift. Begitu masuk kantor, Denisya beberapa kali melempar senyum pada rekan kerja yang dia kenal. Sesekali Denisya tertawa kecil pada beberapa teman akrabnya. Sedangkan Dewa, CEO dingin itu terus menatap lurus ke depan walaupun semua karyawan yang berpapasan dengannya selalu berusaha menyapa Dewa. Pintu lift kemudian terbuka di lantai lima, ruang kantor utama Dewa, ruang rapat pribadi untuk Dewa, serta meja kerja sekertaris di depan ruang kantor Dewa. Tanpa berkata apapun Dewa segera masuk ke dalam ruang kerjanya. Sedangkan Denisya mulai menyalakan imac dihadapannya. Memeriksa beberapa surel penting yang masuk dan mulai membuka jadwal untuk Dewa pada hari ini. Setelah itu Denisya menyiapkan kopi, segelas air mineral, dan camilan untuk Dewa pada pagi hari ini. Walaupun Denisya tahu bahwa Dewa tak akan pernah menyentuh camilan di pagi hari. "Permisi, pak." Denisya masuk membawa nampan berisi kopi, air mineral, dan camilan untuk Dewa. Kemudian meletakannya di meja yang ada di tengah ruangan. "Saya sudah menyediakan kopi, air mineral, dan snack untuk Anda." Dewa hanya mengangguk sembari membaca beberapa file perusahaan dihadapannya. "Jadwal Anda hari ini adalah rapat serta penandatanganan proyek terbaru brand jam tangan perusahaan ini, lalu makan siang bersama bapak Alberth—sahabat Anda, dan Anda harus menandatangi beberapa berkas pada hari ini, pak." Jelas Denisya. Dewa tak menjawab, namun keningnya berkerut ketika melihat sesuatu di layar imac-nya. "Denisya, kemari sebentar." "Ada apa, pak?" Tanya Denisya sembari melangkah mendekati Dewa, kemudian berdiri di samping kursi besar Dewa dan ikut menatap kearah imac. "Ini adalah design jam tangan yang akan kita publikasikan." "Jam tangan yang seharga satu setengah miliar itu?" Denisya memajukan tubuhnya semakin dekat dengan imac untuk melihat design jam tangan wanita dihadapannya. "Tapi kenapa ada empat design? Bukankah perusahaan kita hanya akan mengeluarkan dua design?" "Hmmm," Dewa bergumam sambil mengusap dagunya. Tatapan Dewa kini bukan ke layar imac-nya. Melainkan ke p****t Denisya dan pendeknya yang sedikit terangkat ketika Denisya memajukan badannya. Memperlihatkan sedikit paha bagian belakang Denisya yang begitu mulus dan putih. "Maka dari itu saya menyuruh kamu melihatnya." Dengan perlahan, tangan kanan Dewa mengusap p****t Denisya dan tangan kirinya segera meraih remote untuk mengunci pintu ruang kerjanya secara otomatis serta menggelapkan kaca ruang kerjanya dari dalam. Pikiran Denisya langsung buyar ketika dia merasakan telapak tangan Dewa mengusap pantatnya dan kini bahkan meremasnya dengan gerakan sensual. Mulut Denisya terkesiap ketika tiba-tiba Dewa melingkarkan lengannya di pinggang Denisya, menarik Denisya hingga terduduk diatas pangkuan Dewa. "Pak," panggil Denisya dengan gugup ketika hidung Dewa menyentuh tengkuknya, Denisya dapat merasakan Dewa menghirup aroma parfumnya dalam-dalam dan setelah itu mengecup kulit tengkuknya. "Emmhh, pak. Ini di kantor." "Lalu apa salahnya?" Dewa balik bertanya setelah mengecup dan menjilat kulit tengkuk Denisya. Dewa mendekatkan dirinya, membuat punggung Denisya kini menempel pada d**a bidang Dewa. Kini tangan Dewa naik, menyentuh d**a Denisya dari luar kemejanya dan meremasnya. Napas Denisya terasa berat, dia berkali-kali menggerakan pantatnya untuk meraih posisi duduk yang nyaman. Tapi dia malah merasa makin menekan kejantanan Dewa. "Semakin kamu banyak bergerak, semakin kamu menggoda saya, Taran." Bisik Dewa dengan sensual. Sial, Dewa benar. Kini Denisya merasakan sesuatu yang keras menekan pantatnya. Hal itu membuat Denisya makin berdebar saja jika kejantanan Dewa benar-benar tegang karenanya. "Jadi menurut kamu, mana design yang paling bagus?" Tanya Dewa kembali sambil membuka kancing baju Denisya satu persatu. "Kamu wanita, jadi pilihan jam tangan ini pasti lebih tepat jika kamu membantu saya memilihnya." "Saya—" ucapan Denisya tersendat dan dia langsung mengulum bibirnya serta memejamkan matanya ketika tangan Dewa mengangkat bra-nya, membuat kedua p******a Denisya jatuh ke telapak tangan Dewa yang panas dan menggenggamnya dengan pas. Denisya mendesis ketika kedua tangan Dewa memainkan payudaranya dari belakang. Meremas-remasnya dengan gemas dan sesekali meremas dengan tempo yang keras. Mencubit putting kemerahan Denisya, memutarnya, menekan putingnya dan kembali meremas dadanya lagi. Dewa kemudian membalikkan tubuh Denisya, dia mendudukkan Denisya di meja kerjanya. Dewa lalu mendekat, dia ikut berdiri dihadapan Denisya yang duduk dengan kancing kemeja yang terbuka dan bra yang dinaikan keatas sehingga p******a Denisya terpampang indah dihadapannya. Dewa lalu menarik ikat rambut Denisya, membuat rambut hitam Denisya jatuh terurai. Denisya terus menatap iris mata biru Dewa yang memikat, tapi kemudian dia memejamkan matanya ketika Dewa mendekatkan wajahnya dan mulai melumat bibir Denisya. Denisya membuka mulutnya, menikmati French kiss yang begitu sensual di kantor Dewa. Dalam ciuman mereka, Denisya beberapa kali melenguh ketika Dewa meremas payudaranya secara bergantian. Ciuman Dewa kemudian turun ke p******a Denisya. Dia membuka mulut dan ganti mengulum putting kanan Denisya yang menegang, sedangkan tangan kirinya meremas p******a Denisya. Denisya mendesah nikmat, dia meremas rambut belakang Dewa dan tanpa kentara menekan kepala Dewa agar lebih dalam mengulum payudaranya. Kuluman Dewa berganti ke p******a kirinya, Denisya hanya menggigit bibir menikmati lidah basah nan panas Dewa di putingnya. Dewa seperti bayi besar yang menyusu, namun membuat bagian bawah diri Denisya basah. Tangan Dewa kemudian turun ke paha Denisya, membelainya naik turun, sampai Dewa membelai paha dalam Denisya, membukanya makin lebar hingga tangan Dewa dapat menyentuh celana dalam Denisya. "So wet." Dewa melepas kuluman p******a Denisya dan melirik Denisya yang menggigit bibir bawahnya ketika menatap Dewa. "You're so wet, Taran." Denisya hanya mengangguk, sedangkan Dewa langsung tersenyum sinis, baru saja Dewa ingin menarik lepas celana dalam Denisya, namun suara ketukan pintu yang keras dari luar membuat gerakannya terhenti. "Ada orang di luar." Dengan panik Denisya langsung mendorong Dewa menjauh, dia berdiri, namun tubuhnya limbung dan dengan sigap Dewa langsung menahan pinggangnya. "Maaf, pak." Jantung Denisya tanpa sadar berdegup kencang ketika Dewa balas menatapnya. Kaki Denisya lemas seperti agar-agar setiap Dewa menyentuh dirinya lebih intens. Ketukan di pintu terdengar lagi, membuat Denisya benar-benar melepaskan diri dari Dewa. Dia membenarkan letak bra-nya dan mengancingkan kemejanya dengan cepat. Kemudian dia menyisir rambutnya dengan tangan. "Saya permisi, pak." Denisya sudah berbalik hendak keluar, namun Dewa mencekal lengannya dan tanpa kata-kata Dewa mengusap ujung bibir Denisya. "Lipstikmu berantakan karena ciuman kita." Ucap Dewa. "Bersikap biasa saja dan jangan mudah panik, Taran." Denisya terdiam. Tapi kemudian dia menghembuskan napas pelan dan mengangguk tegas. "Baik, pak." Setelah itu Denisya membuka kunci ruangan Dewa dan tersenyum kepada lelaki dihadapannya. "Halo, Reza. Maaf lama, tadi aku lagi rapat dengan pak Dewa." "Oh, nggak apa-apa." Jawab Reza sambil melirik ke dalam ruangan. Melihat Dewa yang sedang duduk menatap imac-nya. "Ada beberapa berkas penting yang harus di tanda tangani pak Dewa dan harus aku bicarakan berdua." "Silahkan," Denisya memasang senyum ramah dan beralih ke meja kerjanya. Setelah duduk di meja kerjanya, Denisya langsung menghela napas panjang sambil menatap Dewa dari kaca dihadapannya. "Lelaki itu, bisa-bisanya dia melakukan hal seperti itu secara tiba-tiba? Di kantor? Oh yang benar saja!" Denisya mengumpat kesal. Tapi ketika Dewa yang sedang berbicara dengan Reza kemudian melirik Denisya, Denisya langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat sambil mengalihkan pandangannya kearah lain. Namun sekarang Denisya harus segera ke kamar mandi dan mengganti celana dalamnya. Karena bekerja dalam keadaan yang basah ini begitu tidak nyaman. "Lihat saja, Dewa. Nanti malam aku yang akan ganti mengejutkanmu!" Tekad Denisya dengan bulat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD