Gamaliel baru keluar dari kamar mandi, ia mendengar seseorang mengetuk pintu apartemennya dan sesekali membunyikan bel, Gamaliel menautkan alis karena bingung, siapa yang memaksa untuk masuk. Gamaliel lalu melangkah menuju pintu, ia masih mengenakan baju handuk dan juga handuk kecil di tangannya seraya me-lap rambutnya yang basah setelah keramas.
Gamaliel membulatkan mata ketika melihat Adrena berdiri di depan matanya, Gamaliel tersenyum karena melihat sendal yang digunakan Adrena beda kanan kiri. Gamaliel lalu kembali menatap tetangganya itu.
"Ada apa? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Gamaliel.
"Saya boleh masuk, tidak?"
"Boleh silakan," angguk Gamaliel.
Adrena lalu melangkah masuk ke apartemen Gamaliel, Adrena tidak perduli dengan penampilan Gamaliel saat ini.
Adrena juga tidak peduli jika Gamaliel hanya mengenakan baju handuk dan di dalam baju handuk tersebut tidak mengenakan apapun, lagian Adrena kemari hanya sebentar.
"Sebentar ya saya ganti baju dulu."
"Kamu tidak perlu berganti pakaian, saya kemari cepat kok," geleng Adrena.
"Tapi tidak baik berpenampilan seperti ini di depan seorang wanita. Apalagi kita hanya berdua."
"Kamu berbicara seperti itu terdengar aneh."
"Bukankah akan lebih aneh kalau kita duduk berdua berhadapan dengan penampilan saya yang seperti ini?"
"Ya sudah kamu ganti pakaian saja, saya akan tunggu di sini."
Gamaliel lalu melangkah masuk ke kamarnya, ia tersenyum lagi karena Adrena begitu lucu.
Adrena melihat seluruh ruangan yang begitu estetik dan disusun begitu rapi, sangat berbeda dengan kamarnya yang benar-benar berantakan seperti dua orang yang berbanding balik. Seharusnya kamar Gamaliel adalah kamar seorang wanita karena rapi. Begitupun sebaliknya.
Adrena mengelus kotak yang ada di depannya kotak yang ia bawa dan peluk sejak tadi.
Namun, di kamar sebagus ini tak ada satupun foto yang menampakan kebersamaan dengan keluarga atau dengan siapapun, benar-benar bersih dan rapi tidak ada celah di manapun.
Tak lama kemudian Gamaliel keluar dari kamarnya dan meraih kotak teh herbal yang ia simpan di kulkas dan melangkah kembali menghampiri Adrena, lalu ia menyuguhkan kotak teh herbal tersebut didepan Adrena.
Melihat teh herbal yang disuguhkan oleh Gamaliel, Adrena langsung menilai bahwa Gamaliel menjaga kesehatannya dengan baik.
"Silakan diminum," kata Gamaliel.
"Saya kemari ingin berterima kasih kepada kamu, karena kamu sudah menolong saya dari hal yang paling saya sesali sampai saat ini, saya tidak menyangka ternyata saya bisa sebegitu nekat hanya karena seorang pria yang tidak menghargai pengorbanan saya. Andaikan bukan kamu, saya mungkin tidak akan sesehat ini, tapi saya bersyukur Tuhan mempertemukan saya dengan kamu."
"Sebagai manusia saya hanya menyesali keinginan seseorang untuk mengakhiri hidup. Sementara hal itu adalah sesuatu yang sangat tidak disukai oleh Allah, karena mengakhiri hidup sama saja melakukan sesuatu yang dilarang dan itu dosa."
"Iya saya tahu bahwa mengakhiri hidup adalah dosa besar, karena itu saya kemari mau mengucapkan terima kasih, karena kamu sudah mau menolong saya, dan saya juga kemari ingin memberikan sesuatu untuk kamu, jangan ditolak ya karena ini benar-benar saya beli untuk kamu, sebagai ucapan terima kasih saya, karena kamu sudah mau menolong saya tanpa pandang bulu."
"Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot seperti ini, saya menolong kamu itu ikhlas."
"Tapi saya merasa tidak enak, jadi saya memberikan ini sebagai ucapan terima kasih saya dan jangan ditolak."
"Baiklah jika kamu memang menyuruh saya jangan menolaknya, saya akan menerimanya."
Adrena menganggukan kepala dan tersenyum menatap wajah Gamaliel, tetangganya yang baru pindah beberapa hari yang lalu.
"Seberat apapun masalah kamu dan sesulit apapun itu jangan pernah berusaha mengakhiri hidup, karena dengan mengakhiri hidup kamu tidak akan pernah menyelesaikan masalah, kamu malah akan menambah masalah baru di hadapan Allah, tidak ada manusia yang tidak memiliki masalah dan cobaan hidup, sebagai manusia kita memang hanya harus menerima cobaan dari Allah, karena Allah pasti akan memberikan ujian kepada setiap manusia, namun ujian tersebut akan sesuai dengan kemampuan kita," kata Gamaliel memberi pengertian kepada Adrena. "Jika seseorang menyakitimu, doakan saja dia agar suatu saat dia bisa mengingat kamu dan dia bisa menyesali setiap apa yang dia lakukan ke kamu."
Mendengar hal itu membuat Adrena mendongak dan menatap wajah Gamaliel, seolah Adrena merasa lebih baik setelah mendengarkan perkataan pria yang kini duduk di hadapannya pria yang ketampanannya di atas rata-rata.
"Iya aku tidak akan pernah melakukannya lagi dan sekali lagi terima kasih," ucap Adrena. "Kalau begitu saya permisi dulu."
"Kamu namanya siapa?" tanya Gamaliel.
"Adrena lalu mengulurkan tangannya dan berkata, "Nama saya Adrena, biasa dipanggil Rena."
"Nama saya Gama, salam kenal ya."
Adrena menganggukan kepala lalu bangkit dari duduknya, "Sekali lagi terima kasih."
"Kamu tidak perlu berterima kasih pada saya dan saya juga berterima kasih atas bingkisan ini."
Adrena mengangguk lalu melangkah keluar dari apartemen Gamaliel, Gamaliel hendak mengatakan sesuatu namun Adrena sudah membelakanginya.
Selama hidup, Gamaliel baru melihat seorang wanita yang banyak berkorban hanya demi seorang pria. Meskipun Adrena tidak tahu bahwa Gamaliel mengetahui masalah yang tengah ia hadapi, tapi Gamaliel sudah merasa ibah dan merasa bahwa wanita seperti Adrena adalah wanita yang cukup berharga, namun sayangnya disia-siakan karena pria yang sudah menyia-nyiakan Adrena sudah menyadari betapa berharganya wanita yang ia sia-siakan.
Gamaliel lalu membuka kotak yang di bawah Adrena untuknya, Gamaliel melihat cangkir berwarna putih dengan ukiran senyuman juga tulisan 'thank you'. Gamaliel tersenyum karena ini akan menjadi cangkir favoritnya ketika membuat kopi.
Adrena masuk ke apartemennya dan terkejut melihat Yumi sudah duduk di sofa. Adrena mengelus dadanya dan menggelengkan kepala karena Yumi selalu saja datang secara tiba-tiba tanpa menghubunginya lebih dulu.
Yumi menoleh dan berkata, "Kamu dari mana saja?" tanya Yumi.
"Aku dari rumah tetangga."
"Ngapain kamu ke rumah tetangga?"
"Aku tadi ke sana ngucapin terima kasih, karena udah nolong aku semalam."
"Oh jadi cangkir tadi itu untuk pria itu namanya siapa sih?'
"Namanya Gama."
"Wah nama yang bagus sesuai dengan ketampanannya."
"Nyebut ih, kamu juga berkeluarga nggak baik memuji pria lain," geleng Adrena.
"yang penting kan aku nggak muji di depan suamiku langsung," kekeh Yumi.
Adrena menggelengkan kepala. "Tapi, Yum, tadi kan kamu udah balik, kok kamu balik lagi kemari? Kamu mengejutkanku setiap waktu, kamu selalu kemari dan duduk di situ seperti hantu."
"Aku tadi rencananya mau balik tapi kayaknya nggak jadi deh, aku tetap nginep di sini ya malam ini."
"Kamu itu ngapain sih nginep di sini terus, kamu itu udah berkeluarga loh nggak baik seorang istri keluyuran."
"Yang penting kan aku nggak keluyuran di luar, jadi nggak masalah dong, ini hanya bentuk berontakku pada Yoyo."
"Apa nggak bisa kalian selesain masalah kalian tanpa harus kayak gini? Kan nggak baik kalian juga nikahnya bukan sebentar, udah lama loh."
"Kamu nggak usah urusin hubungan aku sama Yoyo, sekarang kamu urusin saja hubungan kamu sama tetangga kamu itu."
"Kok kamu bawa-bawa tetanggaku?"
"Ya siapa tahu saja kalian cinlok."
"Ih gila banget sih kamu hubungan aku sama Agung aja belum selesai, kamu udah berusaha buat jodohin aku dengan tetanggaku."
"Ya ampun kok kamu masih berharap pada Agung sih, Agung kan udah membuang kamu, ngapain coba, apanya yang belum selesai? hubungan kamu sama Agung itu udah selesai, jadi nggak usah dipikirin lagi."
"Ya siapa tahu saja Agung bosan pada Fitria dan dia balik ke aku, kayak dulu," kata Adrena.
"Ya ampun aku nggak tahu lagi mau ngomong apa ke kamu, hanya itu ya yang bisa kamu katakan? Dia itu udah melakukan banyak hal yang menyakiti kamu, tapi kamu masih berharap dia balik? Emang pikiran kamu ke mana?"