#
Ethan langsung menuju ke ruang kerjanya begitu tiba di kantor.
Berkas yang dikatakan Ron sudah tergeletak di atas mejanya dan rasa penasarannya mendadak jadi menggebu-gebu. Dia ingin tahu apa sebenarnya yang tersembunyi di balik sikap guru putranya yang dingin dan misterius itu.
Selama beberapa saat Ethan membaca isi berkas itu. Air mukanya tampak berubah menjadi kelam setelah beberapa saat.
Ethan kemudian menekan tombol interkom di mejanya.
“Panggil Ron ke ruanganku sekarang juga,” perintah Ethan lewat alat tersebut.
Tidak berapa lama, seorang pria tinggi besar dengan wajah Indonesia timur yang kental kini masuk ke ruangan Ethan. Usianya sekitar empat puluh tahunan, memakai kacamata tipis di wajahnya yang lebar.
Pria itu adalah Ron, orang kepercayaan Ethan yang serba bisa. Tidak ada yang akan menyangka kalau Ron sesungguhnya sangat ahli dengan segala hal yang berkaitan dengan teknologi informasi sekaligus ahli dalam mengorek informasi seseorang secara langsung.
“Anda mencari saya?” tanya Ron akhirnya.
Ethan mengangkat berkas di tangannya.
“Apa semua yang tertulis di sini benar?” tanya Ethan.
Ron mengangguk.
“Saya memastikan kalau berkas itu memang benar. Prisha Awahita yang sekarang mengajar sebagai guru di sekolah TK Tuan Noah adalah mantan menantu dari keluarga Rakesha. Putranya meninggal beberapa tahun lalu dan suaminya yang menjadi penyebab kematian putranya itu hanya dihukum dengan hukuman singkat sebelum akhirnya memilih untuk tinggal di luar negeri setelah mengabulkan keinginan Prisha untuk bercerai darinya. Prisha Awahita harusnya menjadi dokter dan merupakan penerima beasiswa prestasi karena termasuk pintar dan memang berprestasi tapi saat baru akan memasuki tahun kedua kuliahnya, dia di drop out karena hamil di luar nikah dan ayah dari anaknya adalah Banyu Rakesha.” Ron menjelaskan.
“Dari seorang calon dokter menjadi guru TK?” tanya Ethan lagi. Dia sudah membaca profil dan semua informasi terkait Prisha namun dia membutuhkan validasi dari Ron sendiri sebagai jaminan.
“Prisha mengambil sekolah pendidikan khusus untuk guru TK setelah orang tuanya meninggal, tidak lama setelah dia bercerai dari Banyu Rakesha. Sebelum itu dia tampaknya dengan sengaja menjauh dari keluarga Rakesha yang menyalahkan dirinya karena Banyu harus menghadapi tuntutan hukum atas kelalaiannya hingga menyebabkan anak mereka meninggal dan kesaksian Prisha adalah yang paling memberatkan untuk Banyu,” jawab Ron.
Ethan menarik napas panjang. Dia menyuruh Ron menyelidiki tentang Prisha sebenarnya hanya untuk memastikan kalau Prisha sama sekali tidak berhubungan dengan mantan istrinya yang sempat meneror Noah dulunya. Namun Ethan sama sekali tidak menyangka kalau dia akan mendapati latar belakang dan masa lalu Prisha yang benar-benar gelap.
Mengetahui hal itu, dalam hatinya Ethan merasa sedikit menyesal karena pernah melontarkan kata-kata kasar pada Prisha dengan menyebutnya tidak mengerti seperti apa rasanya menjadi orang tua. Saat itu dia mengira kalau Prisha hanya seorang guru muda yang belum pernah menikah.
Sekarang dia mengerti kenapa Prisha bersikap begitu lembut pada anak-anak namun dingin pada orang dewasa. Dia melewati hidup dengan pengalaman yang luar biasa berat untuk ukuran seorang perempuan muda.
“Terima kasih Ron, kau boleh keluar,” perintah Ethan.
Ron mengangguk mengerti kemudian melangkah keluar dari ruang kerja Ethan.
#
Banyu mendorong tubuh Zahra menjauh begitu dia selesai menuntaskan hasratnya.
Dia kemudian bangkit berdiri, meraih bungkus rokoknya dan berjalan ke balkon kamar dengan hanya mengenakan bokser.
“Aku sudah memesan taksi untukmu pulang,” ujar Banyu.
Zahra menatap Banyu dengan tatapan tidak terima.
“Sekarang? Ini sudah jam satu malam,” balas Zahra.
Banyu mengabaikan ucapan Zahra. Dia menyalakan rokoknya dan menghisapnya kuat. Bahkan Zahra tidak mampu mengisi kekosongan yang dirasakannya tanpa keberadaan Prisha.
Selama di luar negeri, Banyu membawa banyak perempuan ke atas tempat tidurnya dan kalau mau dibandingkan, semuanya jauh lebih cantik dibandingkan dengan Prisha.
Dengan Zahra yang memiliki wajah campuran saja, Prisha bisa dikatakan kalah cantik.
Tapi wajah Prisha yang asli Indonesia memiliki daya tarik sendiri. Zahra memang cantik tapi Prisha itu ayu dan itulah yang membuat Banyu merasa seperti memenangkan lotre saat dia berhasil mendapatkan Prisha meski cara yang dia tempuh tidaklah benar.
Baru sekarang Banyu menyesali dirinya yang tidak bisa mempertahankan Prisha padahal wanita itu sudah berada di sisinya dan menjadi istrinya. Seharusnya dia membuat Prisha memberinya lebih banyak keturunan, tidak hanya Bima, dengan begitu selamanya Prisha tidak akan memiliki alasan untuk meninggalkannya.
Zahra sudah selesai memakai pakaiannya lagi dan alih-alih melangkah keluar dari kamar, dia malah mendekati Banyu.
“Kau tidak berencana untuk kembali ke pelukan Prisha bukan?” tanya Zahra.
Banyu melirik ke arah Zahra dengan tatapan sinis.
“Cuma dia yang pantas menjadi istriku. Dia milikku. Sekali milikku akan tetap milikku sekalipun aku harus menghancurkannya lagi agar dia merangkak di kakiku seperti dulu,” ucap Banyu.
“Kau tidak bisa mengancamnya lagi. Kedua orang tua Prisha sudah tidak ada dan kau tidak bisa mempengaruhi mereka lagi. Kalian tidak memiliki ikatan lagi setelah apa yang terjadi pada anak kalian. Kau mungkin tidak mengenal mantan istrimu dengan baik Bima, tapi aku jelas mengenal Prisha lebih baik darimu. Untuk wanita seperti Prisha, dia lebih baik mati daripada harus kembali ke dalam pelukanmu. Aku heran kenapa kau begitu menginginkan wanita yang jelas-jelas membencimu? Apa lebihnya Prisha dariku? Jangan bilang itu cinta Banyu. Karena kalau kau benar-benar mencintai Prisha dulu, kau tidak akan menyelingkuhinya denganku atau dengan wanita-wanita lain,” ujar Zahra.
Bayu menghembuskan asap rokoknya ke udara.
“Aku sudah menyuruhmu pergi. Jangan sampai aku kehilangan kesabaranku.” Ancam Banyu.
Zahra menggigit bibirnya melihat bagaimana Banyu memperlakukannya.
“Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan Prisha lagi. Ingat saja itu,” ucap Zahra akhirnya sebelum berlalu pergi dari kamar Banyu.
Saat Zahra akhirnya menghilang dari hadapannya, Banyu meraih ponselnya dan membuka galeri. Dia memandangi foto-foto Prisha bersama almarhum anak mereka, Bima.
Saat itu Banyu mendadak menyadari sesuatu, Prisha tidak pernah tersenyum lepas saat berada bersamanya. Senyum dan tawa lepas yang ada di wajah Prisha hanya saat bersama dengan Bima dan bukan dengan dirinya.
Dahulu dia pernah berpikir kalau dirinya sudah memenangkan cinta dan tubuh Prisha saat wanita itu akhirnya menyerah dan setuju untuk menjadi istrinya saat sudah berbadan dua. Tapi ternyata dia salah, sama seperti dirinya yang tidak pernah berhenti tidur dengan wanita lain meski di sisi lain dia sangat mencintai Prisha, maka Prisha juga sama . Wanita itu tidak pernah mencintainya meski status mereka sudah menjadi suami istri saat itu.
Banyu merasa tertipu dengan kepatuhan Prisha selama beberapa tahun sehingga dia setuju untuk memakai pengaman saat mereka berhubungan agar Prisha tidak hamil selama dia fokus untuk mengurus Bima, anak mereka yang sedikit istimewa dibanding anak lain yang normal.
Mendadak Banyu melemparkan ponselnya ke dinding penuh emosi.
“Sialan kau Sha! Kau menipuku! Kau memperdayaku!” teriak Banyu penuh kemarahan.