5

1013 Words
Tak berapa selang, pintu ruang kerja Dave diketuk seseorang,  memunculkan Damian dengan pakaian kerja layaknya seorang bodyguard. Di tangan Damian juga ada sebuah map berwarna merah. Damian berjalan mendekati Dave sambil sesekali melirik Nia yang masih tertunduk. "Kau sudah mempersiapkan semuanya?" tanya Dave dengan gaya boss nya. "Sudah Dave! kau bisa lihat isi perjanjiannya terlebih dahulu." jawab Damian yang sudah berdiri di samping Dave. "Baiklah! Kau boleh keluar! Selebihnya biar aku yang urus.!" "Baik! Saya permisi.!" pamit Damian. Sepeninggalan Damian, Dave masih sibuk membolak-balikkan isi perjanjian tersebut sebelum melemparkannya ke hadapan Nania. "Kau tanda-tangani itu.!" perintahnya. Nania meraih map tersebut dan membukanya. Mata wanita itu melotot seketika saat dirinya membaca perjanjian pertama. Baru juga pertama sudah membuat Nania jantungan. Apalagi kedua dan seterusnya. "Apa-apaan ini!? Anda menjebak saya tuan?" teriak Nania tak terima. "Turunkan volume suaramu! Kau pikir ini di hutan!?" "Tapi ini? Kau sedang menjebakku? Apa? Menjadi pemuas nafsu setiap dibutuhkan? Uwaahh! Anda benar-benar menakjubkan tuan!" sindir Nia tanpa ada rasa takut. "Begitulah aku. Kau sendiri yang ingin berurusan denganku." Dave berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Nia. "Kau tahu? Semua yang pernah berhubungan dengan seorang Dave harus terikat dengannya seumur hidup.!" GLEK! "K—kau bercanda kan?" Nia kesusahan berbicara. Untuk seketika, dia menyesal sudah bertemu dengan Dave. Mungkin setelah ini menghajar Adrian terlebih dahulu akan dia lakukan. "Apa wajahku terlihat sedang bercanda!" Jawab Dave. Nia menatap pria di hadapannya ini dengan tak percayanya. Apa semua orang kaya seperti ini? Kenapa dia dengan seenaknya bisa membeli kehidupan seseorang? Nia pikir setelah kejadian tadi malam, dia akan bisa hidup enak dengan menikmati fasilitas apartemen yang sudah lunas dan juga uang untuk kebutuhannya selama setahun penuh. Tapi ini apa? Dia terjebak?. "Apa kau sedang memikirkan tentang kebebasanmu? Kalau iya, kau salah bermain dengan siapa Nona.!" bisik Dave serak di depan telinga Nia. Nia lagi-lagi menggigit bibir bawahnya karena kegugupan yang dia rasakan. Dan bibir tipis itu kini sudah menjadi perhatian penuh Dave. "s**t! Kau membuatku naik lagi Nia!" umpat Dave. Nia terpekik tertahan saat Dave membungkam mulutnya dengan bibir lembut pria itu. Dave meraih tengkuk Nia dan menekannya cukup kuat agar ciuman nikmat itu semakin dalam dan dalam. Sensasi erotis menggelayar seketika di sekujur tubuh Dave. Gila! Hanya dengan bibir saja aku bisa segila ini.!"- Batin Dave ber euforia. Posisi Dave sudah duduk di sofa dengan Nia yang ada di pangkuannya. Bibir mereka masih saling melumat. Mereka? Lebih tepatnya hanya Dave saja. Karena Nia masih belum tahu cara membalas. Dan satu lagi, Nia masih shock dengan kejadian yang tiba-tiba. Nia hanya membuka mulutnya sesuai perintah Dave dan pria itu bermain dengan lidahnya dalam rongga mukut Nia. "Ggghhh..!" lenguh Nia tertahan saat jemari Dave sudah berpindah meremas bokongnya. Ciuman itu terlepas paksa karena Nia mendorong Dave kuat. Wanita itu sudah kehabisan nafas. Mereka sama-sama saling berebut udara untuk mereka isi di rongga paru masing-masing. "Perjanjian satu berlaku sekarang!" titah Dave berbisik, lebih tepatnya seperti mendesah. "Tapi Agghhh!" Nia terpekik saat Dave mengangkat tubuhnya. Membawa tubuh yang sudah membangkitkan nafsu singa Dave itu menuju ruangan yang ada di balik rak buku yang ada di ruangan kerja Dave. Di ruangan itu ada tempat tidur besar dan sebuah lemari pakaian. AC juga ada di sana. Dave menghempaskan tubuh Nia di atas ranjang empuk tersebut. Nia kembali mencoba memberontak. Karena jika dia menerima, dia yakin dia akan kalah. Dave akan terus semena-mena setelah ini. "Tuan saya mohon jangan.!" pinta Nia yang terus mencoba untuk duduk. "Panggil aku Dave!" "Tidak! Kita akan kembali melakukannya jika saya memanggil nama anda.!" tolaknya. "Kau cukup pintar juga. Itu artinya aku tak perlu lagi memberitahumu maksudku membawamu ke ruangan ini kan?" "Tapi..." ucapan Nia kembali terhenti karena Dave lagi-lagi membungkam bibirnya. Nia kesal dengan perlakuan pria yang kini berada di atasnya ini.  Dengan gemas, Nia menggigit bibir Dave kuat membuat Dave berteriak garang. "Apa-apaan kau?" bentak Dave. Dave mengusap bagian yang tadi Nia gigit. Alahkah terkejutnya dia saat netranya melihat ada bercak darah yang melekat di jari telunjuknya. Melihat darah yang mengalir dari sudut bibir Dave, Nia jadi merasa bersalah. Dia tak maksud melukai sampai seperti itu. "Tuan aku—maafkan aku Tuan.!" sesal Nia mencoba meraih bibir Dave. Namun Dave dengan kuatnya menepis tangan Nia. Nia sungguh merasa bersalah. Dia tak mengira juga jika gigitannya menimbulkan luka yang mengeluarkan cukup banyak darah. Dia tak sengaja. Keinginan Dave yang mau mengulang kegiatan panas mereka seperti tadi malam pun akhirnya pupus. Dave sudah tak bernafsu lagi. Dave beranjak dari ruangan itu, meninggalkan Nia seorang diri dengan segala pikirannya yang berkecamuk. "Aku tak sengaja! Maafkan aku.!"  Nia menjambak rambutnya layaknya orang depresi. Tubuhnya seketika menggigil hebat. Bayangan masa lalunya kembali menghantui pikirannya. "Tidak! Maafkan aku! Aku minta maaf! Aku salah! Aku salah! Bukan! Aku tak salah! Aku tak salah!" Nia semakin menceracau tak tentu arah. "Tidak! tiDAAAAKKK!" Nia berteriak histeris. Mengacak rambutnya yang sudah terlihat seperti orang gila. Bahkan saking kencangnya jambakan jemarinya, banyak rambut yang rontok. Pikiran Nia kembali terarah pada bibir Dave yang tadi dia gigit sampai berdarah. Nia ketakutan. Wanita itu melakukan hal yang sama pada bibirnya. Ia menggigit bibir tipis miliknya kuat bahkan sangat kuat membuat darah segar cukup banyak mengalir. Lagi-lagi kata maaf terlontar dari mulutnya. Bukan hanya itu, Nia juga menampar pipinya sendiri sampai memerah. Sedangkan Dave yang saat itu sedang berada di dapur dikejutkan dengan kedatangan Damian dengan wajah cemasnya. "Dave.!?” Panggil Damian ngos-ngosan. "Ada apa?  Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Dave kebingungan. "Wanita itu? Ruang kerjamu!" Damian segera berlari menuju ruang kerja Dave. Disusul dengan Dave yang juga penasaran. Ada apa dengan wanita itu? Wanita sialan yang menggigit bibirnya sampai berdarah. Saat membuka pintu ruang kerjanya. Dave di kejutkan dengan suara teriakan histeris yang berasal dari kamar khususnya. "Dave.!" teriak Damian. Mata Dave membola seketika saat melihat sosok Nia yang sudah berantakan di atas ranjang. Rambut wanita itu sudah sangat kusut. Bibirnya mengeluarkan darah segar tanpa henti, pipinya lebam bahkan jemari Nia menggenggam helaian rambut yang sedari tadi terlepas dari akarnya karena dia tarik. "Nia!?" Dave berlari mendekati Nia yang masih memberontak. "Aku salah! Maafkan aku! Aku salah. Bukan! Itu bukan salahku! Kenapa kalian menyalahkanku!" teriak Nia semakin membuat Dave cemas. "Hey! Ada apa denganmu? Siapa yang salah? Kenapa berteriak?!" "Aku salah! Aku salah! Aku SALAH!" Ini tak bisa dibiarkan. Dave menahan tangan Nia yang masih menjambak rambut panjangnya. "Jangan jambak rambutmu! Kau akan botak Nia!" perintah Dave "Damian! Panggilkan dokter Irwan ke sini!" Damian segera menelpon dokter pribadi Dave. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD