Mabuk berat

2533 Words
Siren membuka pintu mobilnya, ia lalu melangkah keluar dari mobil. Ia tatap bangunan dua lantai yang ada di depannya. Siren baru saja sampai di rumah Geo. Ia menyesal, karena telah datang ke apartemen Nicholas. Ia tak menyangka, Nicholas akan memasukkan obat tidur kedalam minumannya hanya agar dirinya tak pulang ke rumah mertuanya lagi. Siren menghela nafas panjang, “meskipun aku benci dengan keluarga ini. Tapi aku harus tetap menjaga nama baik aku didepan mereka. Aku hanya tak ingin mereka mengadu kepada Papa tentang kelakuanku ini.” Siren lalu melangkah menuju pintu, menekan bel di dekat pintu sebanyak tiga kali. Ia menatap jam di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. “Pasti mereka sudah pada tidur.” Tak berselang lama pintu terbuka dengan perlahan. “Non Siren,” sapa wanita paruh baya yang tak lain asisten rumah tangga keluarga Geo. “Malam, Bik. Terima kasih sudah dibukakan pintu,” ucap Siren dengan senyuman di wajahnya. Siren lalu melangkah masuk ke dalam rumah itu, berjalan menuju tangga dan menaikinya satu persatu. Ia berharap Geo sudah tidur, dengan begitu dirinya tak akan mendengar ceramah dari suaminya itu. Siren terkejut saat membuka pintu kamar Geo, karena ia sama sekali tak melihat Geo ada di kamar itu. Ia lalu melangkah masuk ke dalam kamar itu. “Kemana dia pergi? apa dia pergi untuk mencariku setelah mengetahui kalau aku bersama dengan Nicholas?” Siren mencari ponselnya yang ada di dalam tas selempangnya. Ia lalu mengambil ponselnya dan segera menghubungi Geo. Tapi panggilan itu sama sekali tak diangkat oleh Geo. Padahal sambungan tersambung. Kemana dia pergi? “Ngapain juga aku pusing mikirin dia. Mending sekarang aku mandi habis itu tidur. Hari ini aku benar-benar lelah.” Siren lalu meletakkan tas selempangnya ke atas sofa, ponselnya ke atas meja. Ia lalu melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah selesai mandi, Siren melangkah menuju koper yang tadi dibawanya. Semua pakaiannya masih berada di dalam koper itu, karena ia tak berniat untuk memasukkan pakaiannya ke dalam lemari pakaian yang ada di kamar Geo. Siren hanya akan tinggal di rumah itu satu hari satu malam, karena besok dirinya akan menempati rumah yang papanya berikan sebagai hadiah pernikahannya dengan Geo. Siren mengambil baju tidur yang biasa dipakainya. Baju itu terlihat seperti lingeri. Siren memang tak pernah memakai piyama saat tidur. Siren naik ke atas ranjang, ia lalu merebahkan tubuhnya, menarik selimut untuk menutup tubuhnya. “Aku sudah gak sabar ingin tinggal di rumahku sendiri. Dengan begitu, tak akan ada lagi yang bisa mengaturku. Aku juga tak perlu bersandiwara menjadi istri yang baik di depan Papa.” Siren tersenyum, “aku juga bisa lebih leluasa berhubungan dengan Nicholas. Aku juga akan terus berusaha meyakinkan Papa, kalau Nicholas pantas untuk menjadi suamiku.” Mulut Siren terus menguap, ia lalu memejamkan kedua matanya. Berharap esok pagi akan segera tiba dan ia bisa segera pergi dari rumah mertuanya itu. Sedangkan di club malam, Geo terlihat begitu mabuk. Hito padahal sudah memperingatkan Geo untuk berhenti minum. Tapi ternyata sahabatnya itu sama sekali tak mendengarkan kata-katanya. “Dasar! Kenapa sekarang gue yang repot ya?” Hito lalu memapah tubuh Geo dan membawanya keluar dari club malam itu. Hito membuka pintu penumpang belakang dan membantu Geo untuk masuk ke dalam mobil. Ia lalu menutup pintu itu, dan berjalan memutar untuk masuk ke kursi pengemudi. Hito lalu melajukan mobilnya meninggalkan club malam itu. “Geo, lo mau gue antar pulang atau mau menginap di rumah gue?” tanyanya menatap Geo sekilas lalu kembali menatap ke depan. “Antar gue pulang. Lo nanti bisa bawa mobil gue. Biar besok gue ambil mobil gue di rumah lo,” ucap Geo sambil memijat kepala yang terasa pening. “Ok. Kenapa juga lo harus minum sebanyak itu? bukannya lo minta gue untuk memperingatkan lo kalau sampai lo mabuk? Tapi lo sama sekali tak menggubris ucapan gue.” “Berisik, lo! Gue mau tidur, bangunkan gue kalau sudah sampai di rumah,” ucap Geo lalu memejamkan kedua matanya. Hito menghela nafas panjang, “kalau pernikahan ini bikin hidup lo hancur, kenapa lo mau menerima perjodohan ini? meskipun alasan lo adalah untuk menyelamatkan keluarga lo dari kehancuran. Tapi tetap saja, lo gak perlu mengorbankan harga diri lo untuk wanita yang sama sekali tak bisa menghargai lo sebagai seorang suami.” Sesampainya di rumah Geo, Hito membangunkan Geo dan membantunya untuk keluar dari mobil. “Thanks ya. Sekarang lo bisa pulang.” “Lo yakin gak apa-apa?” tanya Hito cemas saat melihat Geo yang tengah berjalan sempoyongan menuju pintu rumahnya. Dasar! Hito melangkah mendekati Geo yang terjatuh. Ia lalu membantu sahabatnya itu bangun. “Gue bantu sampai di depan pintu. Jalan aja sempoyongan kayak gitu.” Geo hanya nyengir kuda sambil ngoceh gak jelas. Hito menekan bel yang ada di dekat pintu sebanyak tiga kali. “Semoga masih ada yang belum tidur. Mana Geo gak bawa kunci serep rumahnya lagi.” Tak berselang lama pintu terbuka dengan perlahan. “Malam, Bik. Maaf mengganggu tidur Bibik,” ucap Hito sambil menepiskan senyumannya. Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya. Ia lalu menatap ke arah anak majikannya yang berada dalam keadaan mabuk berat. “Astaga, Den Geo!” Geo menatap asisten rumah tangga keluarganya, “hai, Bik,” sapanya. Geo lalu melepaskan rangkulan tangan Hito, “lo pulang aja. Gue bisa masuk sendiri.” “Lo yakin?” “Hem...” Geo lalu masuk ke dalam rumahnya dengan sempoyongan. Geo bahkan hampir terjatuh kalau dirinya tak berpegangan pada sandaran sofa. “Bik, saya pulang dulu ya. Tolong antar Geo sampai ke kamarnya. Saya takut dia akan terjatuh dari tangga nanti.” Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya. Hito menatap Geo yang sudah masuk ke dalam rumahnya dan tengah melangkah menuju tangga. Semoga lo baik-baik saja. Hito lalu melangkah pergi menuju mobil Geo. Sedangkan Geo dengan perlahan mencoba menaiki anak tangga satu persatu menuju kamarnya. Kepalanya terasa begitu pusing. Setelah berusaha keras, akhirnya Geo sampai di depan pintu kamarnya. Ia lalu membuka pintu kamarnya dan masuk ke dalam kamar. Geo langsung melangkah menuju ranjang setelah menutup pintu kamarnya kembali. Ia naik ke atas ranjang dan langsung merebahkan tubuhnya di ranjang itu. Geo langsung memeluk tubuh Siren yang disangka guling. Tapi, ia terkejut saat salah satu tangannya menyentuh sesuatu yang kenyal. Kenapa gulingku rasanya beda ya? Geo lalu kembali membuka kedua matanya. Ia mengusap kedua matanya untuk memperjelas penglihatannya. Siren? Jadi dia sudah pulang. Siren begitu terkejut, saat tiba-tiba ada seseorang yang memeluknya dengan sangat erat, hingga membuatnya sulit untuk bernafas. Ia seketika langsung membuka kedua matanya. “Geo!” serunya terkejut, saat melihat Geo yang saat ini tengah menatapnya sambil memeluknya erat. “Ternyata lo masih punya akal sehat untuk pulang ke rumah ya? gue pikir, lo akan menginap di rumah kekasih lo itu,” ucap Geo dengan tersenyum menyeringai. “Geo! Lepas gak!” Siren mencoba untuk menyingkirkan tangan Geo dari tubuhnya. Bukannya menyingkir, Geo kini malah bangun dan langsung menindih tubuh Siren, hingga membuat Siren membulatkan kedua matanya. Siren mencium bau alkohol dari mulut Geo, “kamu mabuk!” “Hem... kenapa? apa lo akan melarang gue untuk minum-minum? Apa kekasih lo itu gak suka minum minuman keras?” Geo membelai pipi Siren dengan lembut. Siren menepis tangan Geo, “menyingkir dari atas tubuhku sekarang! kalau gak, aku akan teriak, agar semua orang bangun dan melihat apa yang kamu lakukan ke aku!” ancamnya. Geo tertawa sarkas, “teriaklah! Gue ingin lihat. Siapa yang akan malu nantinya.” Geo lalu mencengkram dagu Siren, “apa lo lupa, kalau sekarang lo itu istri gue? Lo milik gue sekarang. Jadi gue bisa melakukan apapun sama lo.” Geo lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Siren, membisikkan sesuatu di telinga istrinya itu. “Gue bahkan bisa melakukan yang lebih dari ini sama lo, karena gue punya hak untuk itu,” bisiknya. Kedua mata Siren seketika langsung membulat. Ia lalu menggelengkan kepalanya. “Kamu gak bisa melakukan itu sama aku. Aku gak akan pernah mengizinkan kamu melakukan itu, Geo!” teriak Siren keras. Geo mengeratkan cengkraman tangannya pada dagu Siren. “Kenapa? apa karena tubuh lo ini sudah lo berikan pada kekasih lo itu? apa lo takut, kalau gue tau kalau lo sebenarnya sudah gak suci lagi, hah!” geramnya. Siren ingin melayangkan tangannya ke wajah Geo, tapi dengan cepat, Geo mencekal tangan Siren. “Sekarang gue ingin membuktikan, kalau lo itu sudah gak suci lagi. Gue ingin tau, seberapa nikmat tubuh lo ini, sampai lo rela kekasih lo menikmati tubuh lo ini!” geramnya. “b******k! Lepas! Kamu gak bisa melakukan ini sama aku! apa yang kamu tau tentang aku, hah!” Geo tersenyum sinis, “gue memang gak tau tentang lo. Tapi, gue akan mencari tau dari sekarang. Pertama-tama gue ingin tau, bagaimana istri gue ini bisa memuaskan gue malam ini.” “b******k! Geo! Lepasin aku!” teriak Siren keras. Siren bahkan mencoba untuk melepas diri dari kungkungan Geo. Tapi usahanya sia-sia. Ia bahkan menyesal telah memakai gaun tidur yang saat ini tengah dipakainya. Karena saat ini, Geo bisa leluasa menikmati tubuhnya. “Gak, Geo! Jangan lakukan ini sama aku. Kamu sedang mabuk sekarang. Jadi kamu gak sadar dengan apa yang sudah kamu lakukan!” Geo hampir saja menyentuh bagian atas tubuh Siren yang saat ini terpampang jelas di depan kedua matanya meskipun masih berpenghalang. Dengan tangan satunya yang bebas, Geo bisa melakukan apapun pada tubuh Siren yang saat ini ada dalam kungkungan. “Lo ternyata berisik juga ya. Lo gak tau apa, kalau gue saat ini begitu ingin menikmati tubuh lo ini, hah!” kesal Geo langsung membungkam mulut Siren dengan mulutnya. Siren terus memalingkan kepalanya ke kiri dan ke kanan dengan harapan ciuman itu akan terlepas. Tapi ternyata usahanya sia-sia. Tenaganya bahkan sudah terkuras habis. Ia bahkan tak akan sanggup melawan tenaga Geo saat ini. Hanya air mata yang mengisyaratkan luka hatinya saat ini. Siren benar-benar tak menyangka, Geo akan memperlakukan dirinya seperti ini. Bahkan dengan sangat kasar, Geo melepas pakaiannya dan membuangnya ke sembarang arah. Geo membuang selimut yang Siren tarik untuk menutup tubuh polosnya. “Kenapa? apa lo malu telanjang di depan suami lo sendiri? tapi lo gak malu saat kekasih lo menatap, bahkan menikmati tubuh indah lo ini?” tanya Geo sambil mengernyitkan dahinya. Dengan kedua mata yang terus mengalirkan cairan bening, Siren tak henti-hentinya memohon kepada Geo untuk melepaskannya. “Please, lepasin aku. Nicholas tak pernah melihat tubuhku ataupun menikmatinya. Percayalah padaku, Geo. Aku masih suci,” ucap Siren di sela isak tangisnya. Geo menyunggingkan senyumannya, “kenapa gue harus percaya sama omongan lo itu? kekasih lo yang bernama Nicholas itu bahkan memberitahu gue, kalau dia sudah menyentuh lo dan menjadikan lo sebagai miliknya!” Geo lalu mencengkram dagu Siren, “gue akan buktikan kata-kata siapa yang benar disini. Lo pasti tau ‘kan, apa yang akan gue lakukan untuk membuktikan kalau lo itu masih suci atau gak?” ucapnya dengan tersenyum menyeringai. Siren menggelengkan kepalanya. Kedua matanya bahkan terus mengalirkan cairan bening. “Lo harus tau, Siren. Lo gak bisa menginjak-injak harga diri gue seperti ini! gue tau, kalau saat ini keluarga gue sangat membutuhkan uang bokap lo. Tapi, gue juga gak akan diam saja, saat lo menginjak-injak harga diri gue!” geram Geo sambil mengeratkan cengkraman tangannya di dagu Siren. Siren meringis kesakitan. Ia bahkan tak bisa melepaskan kedua tangannya yang di cengkram erat tangan Geo. “Gue akan kasih lo pelajaran, agar lo bisa menghargai suami lo.” Geo lalu kembali membungkam mulut Siren. Kali ini Siren hanya bisa pasrah, karena ia sudah tak punya tenaga lagi untuk melawan. Ia bahkan membiarkan tangan Geo bermain-main di tubuhnya. Nicholas, maafkan aku. Maaf, karena aku tak bisa menjaga diriku lagi. Maafkan aku, karena aku tak bisa menepati janjiku padamu untuk tak membiarkan Geo menyentuh tubuhku. Air mata dari kedua sudut mata Siren terus mengalir. Ia tak akan pernah memaafkan Geo seumur hidupnya. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan menghancurkan hidup Geo dan keluarganya. Keesokan paginya. Geo membuka kedua matanya secara perlahan. Ia merasakan pusing dikepalanya. “Aw... kenapa kepala gue sakit banget!” pekiknya sambil memijit pelipisnya. Geo lalu menatap ruangan yang ditempatinya saat ini. “Ini kan kamar gue? Apa semalam Hito yang mengantar gue pulang?” Geo merasakan hawa dingin di tubuhnya. Ia begitu terkejut saat melihat dirinya yang bertelanjang d**a. Ia lalu menyibak selimut yang menutup sebagian tubuhnya. Kedua matanya seketika langsung membulat saat melihat tubuhnya yang tak memakai sehelai benangpun. Tapi, ia sama sekali tak melihat siapapun di kamarnya. Apa yang sudah gue lakukan? Kenapa gue bisa tak memakai apapun? Geo lalu memijit kedua pelipisnya. Kepalanya masih terasa pusing. “Dimana Siren? apa semalem gue dan Siren sudah...” Geo bangun dari tidurnya, lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang. Ia lalu kembali menyibak selimut yang menutup tubuh polosnya untuk memastikan sesuatu. Astaga! Jadi semalam aku sudah.... Geo begitu terkejut saat melihat ada bercak darah di sprei kasurnya. Geo memukul-mukul kepalanya sendiri, “Geo, apa yang sudah lo lakukan, hah! Apa lo paksa Siren untuk menuruti nafsu lo itu! lo memang b******k!” Geo mencoba untuk mengingat kejadian semalam. Tapi sekuat tenaga ia mencoba untuk mengingatnya. Ia tetap tak bisa mengingat kejadian semalam. Ia hanya bisa mengingat saat Hito membawanya keluar dari club malam. Geo mencari keberadaan koper Siren yang semalam ada di dekat lemari pakaiannya. Tapi sekarang koper itu tak ada di tempatnya. Apa Siren sudah pulang ke rumahnya? Aishh! Sial! Geo lalu beranjak dari ranjang dan bergegas menuju kamar mandi. Ia akan meminta maaf kepada Siren. Ia benar-benar tak bisa mengingat apa yang telah dilakukannya semalam kepada Siren. Tetapi bercak darah yang ada di sprei kasurnya, membuktikan kalau semalam dirinya telah memaksa Siren untuk menuruti kemauannya. Setelah selesai bersiap-siap, Geo bergegas keluar dari kamarnya. Ia bahkan berlari saat menuruni anak tangga dan tak peduli dengan keselamatannya sendiri. “Sayang, kenapa kamu terlihat begitu terburu-buru? Apa kamu sedang mencari istrimu?” tanya Sila yang melihat Geo begitu tergesa-gesa setelah menuruni anak tangga. “Apa Mama melihat Siren?” tanya Geo sambil menggenggam tangan mamanya. “Siren sudah pulang dari tadi. Katanya papanya meminta untuk segera pulang karena ada sesuatu yang ingin papanya bicarakan dengannya.” Sila mengernyitkan dahinya, “apa Siren tidak memberitahu kamu? apa kalian bertengkar semalam? Soalnya tadi Mama melihat kedua mata Siren bengkak seperti habis menangis semalaman.” Siren... maafin gue. Gue benar-benar gak bermaksud untuk melakukan itu sama lo. Gue benar-benar gak tau apa yang terjadi semalam. “Sayang, kenapa kamu malah diam?” tanya Sila penasaran. “Maaf, Ma. Aku harus pergi,” ucap Geo lalu bergegas keluar dari rumahnya. Geo tak akan membiarkan Siren pergi menemui papanya sendirian. Ia tak akan membiarkan Siren mengadu kepada papanya atas perbuatannya semalam. Kalau sampai itu terjadi, maka akan sia-sia pengorbanannya selama ini. Roy akan mengambil kembali uang yang telah diberikan kepada kedua orang tuanya. Geo tak ingin semua itu terjadi. Ia tak akan membiarkan keluarganya hancur dan usaha satu-satunya keluarganya akan kembali berada diujung tanduk. Geo akan melakukan segala cara, agar Siren mau memaafkan kesalahannya. Apapun akan ia lakukan agar Siren tak mengadu kepada papanya atas sikap kasarnya. Sila mengernyitkan dahinya, “ada apa dengannya? Apa dia bertengkar sama Siren semalam? Astaga! Baru juga menikah, masalah sudah muncul. Semoga kamu bisa segera menyelesaikan masalah kamu, Sayang. Mama hanya ingin melihatmu bahagia dengan pernikahanmu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD