Bab 5

1325 Words
40 Hari Sebelum Persidangan. Sagara menghembuskan napasnya dengan pelan. Bersama dengan hembusan napasnya, ada sebuah asap yang keluar dari bibirnya. Matanya melayang ke dinding yang ada di depannya. Di sana terpasang sebuah foto besar yang selalu menarik perhatiannya ketika dia masuk ke dalam studio ini. Iya, sekarang memang hari libur, tapi Sagara tetap ada di studio ini. Dia tidak ingin menghabiskan waktunya untuk bersantai dengan keluarga seperti yang dianjurkan oleh manager mereka. Sagara tidak memiliki keluarga lain selain band ini. Sekarang yang bisa dia lakukan adalah terus menatap potret dirinya dan ketiga temannya yang lain. Itu adalah salah satu foto favorit Sagara karena di foto itu dia bisa merangkul bahu Feli. terlihat jelas jika Feli sedang tertawa bahagai sambil memegang sebuah piala penghargaan dari yang mereka dapatkan dari salah satu stasiun televisi swasta ternama di negeri ini. di samping Feli ada Tristan yang tersenyum seperti biasanya, juga Yuda yang menunjuk ke arah piala yang dipegang oleh Feli. Mereka sangat bahagia di dalam foto itu. sebuah pencapaian luar biasa yang sama sekali tidak mereka kira sebelumnya. Semua yang mereka dapatkan hari ini adalah bayaran atas kerja keras yang mereka lakuakn selama bertahun-tahun belakangan. Tidak terasa, sudah hampir 6 tahun Sagara bersama dengan teman-temannya dalam satu band yang sama. Semua yang terjadi saat ini memang terasa seperti mimpi yang luar biasa. Siapa yang mengira jika sebuah band kecil yang awalnya hanya manggung di sebuah cafe kecil, sekarang bisa mengadakan konser besar di seluruh Indonesia. Iya, memang tidak terpikirkan sebelumnya, tapi Sagara tetap bersyukur dengan apa yang terjadi. “Lho, kamu merokok ya, Sagara?” Tanya Tarisha. Dia adalah kekasih Tristan. Sagara tidak tahu kalau di studio ini ada orang lain. Ah, mungkin akan lebih baik kalau Tristan ada di sini, Sagara tidak perlu terlalu merasa kesepian. Jauh sebelum Sagara mengenal Feli dan Yuda, Sagara sudah lebih dulu berteman dengan Tristan. Saat SMA mereka pernah membuat band bersama sekalipun tidak terlalu terkenal. Iya, hanya band anak SMA yang tampil ketika pensi sekolah. “Kamu ada di sini, Ris?” Tanya Sagara dengan pelan. Di studio ini sama sekali tidak pernah tercium aroma rokok karena Feli alergi pada asap rokok. Wanita itu akan langsung marah ketika ada satu orang kru mereka yang merokok. Karena suara Feli sangat dibutuhkan di dalam band ini, semua orang akhirnya membuat kesepakatakan kalau mereka tidak akan pernah merokok di dalam studio ini. Semua orang juga berusaha untuk menjauhkan diri dari Feli kalau mereka baru selesai merokok di luar. “Iya, kamera punya Tristan katanya tertinggal di sini. Aku datang bersama dengan dia..” Kata Tarisha sambil duduk di depan Sagara. Lagi, Sagara kembali menghembuskan asap rokok dari bibirnya. Sagara memang tidak terlalu sering merokok karena dia tahu betapa habayanya kandungan rokok bagi tubuh, tapi kalau sedang dalam suasana buruk seperti ini, Sagara tidak memiliki pelarian lain. Beberapa saat kemudian Tristan duduk di sofa yang ada di samping Tarisha, laki-laki itu terlihat sibuk dengan kamera yang ada di tangannya. Selain bermain musik, Tristan juga tertarik dengan fotografi. Tidak ada hasil jepretan Tristan yang gagal, semua hal yang dipotret oleh laki-laki itu selalu terlihat sempurna. Tristan membuat orang lain ikut masuk ke dalam emosi yang sedang dia potret. Tristan dan kamera adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. “Kamu ada di sini?” Tanya Trista dengan pelan. Sagara menganggukkan kepalanya dengan pelan. Sekalipun terlihat dengan jelas kalau Tristan merasa bingung dengan keberadaan Sagara yang sedang memegang sekotak rokok di tangannya, pria itu sama sekali tidak terlihat ingin mengganggu Sagara dengan mengajukan banyak pertanyaan yang menyebalkan. Sagara melihat Tristan yang kembali sibuk dengan kamera di tangannya. Sekalipun ada Tarisha yang duduk di sampingnya, Tristan berlaku seolah-oleh keberadaan Tarisha tidak terlihat ketika dia sedang bersama dengan kamera miliknya. “Kamu tahu sendiri kalau aku sama sekali tidak memiliki keluarga yang tinggal di kota ini..” Kata Sagara dengan pelan. Sekalipun semua orang tahu kalau di studio ini tidak boleh ada bau asap rokok, Tristan tetap diam saja ketika melihat Sagara sedang duduk dengan santai sambil merokok. Sagara menghembuskan napasnya dengan pelan. Kenapa dia merasa sangat kesepian ketika mereka sedang tidak berkumpul? Waktu yang Sagara habiskan bersama dengan teman-teman bandnya bukanlah waktu yang singkat. Sudah 6 tahun mereka bersama dan membesarkan nama band ini. Sekalipun sering ada beberapa pertengkaran kecil di antara mereka, tetap saja tidak ada yang bisa mengganggu keutuhan band yang sudah membesarkan nama mereka berempat. “Sepertinya aku sedang merasa lapar. Aku akan cari makanan ringan di minimarket depan, kalian mau dibelikan sesuatu?” Sadar jika Sagara dan Tristan membutuhkan waktu untuk berbicara berdua sebagai seorang pria dewasa, Tarisha memilih untuk undur diri. Sagara tersenyum ketika menyadari apa yang dilakukan oleh kekasih sahabatnya itu. Sudah cukup lama Tristan menjalin hubungan dengan Tarisha, hal itu membuat anggota band yang lainnya juga mengenal Tarisha dengan sangat baik. Apalagi Feli, wanita itu sangat senang ketika tahu Trista memiliki seorang kekasih. Sering kali Tarisha datang ke studio untuk menemani Feli yang selalu menjadi satu-satunya anggota wanita di dalam band mereka. “Tidak, aku tidak ingin makan apapun..” Kata Trista dengan pelan. Semenatar itu Sagara hanya tersenyum lalu menggelengkan kepalanya dengan singkat untuk menjelaskan kalau dia juga tidak ingin membeli apapun. Saat ini keadaan hatinya sedang sangat kacau. Orang yang sedang kacau tidak akan mungkin ingin makan sesuatu. Setelah itu Sagara hanya menghembuskan napasnya bersama dengan asap putih yang keluar dari bibirnya. Semuanya akan sangat kacau.. Sagara tahu itu. Rencana pernikahan Feli sudah semakin dekat, Sagara sama sekali tidak bisa melakukan apapun untuk menghentikan kebahagiaan Feli tersebut. Perasaan yang selama ini dia miliki untuk Feli selalu saja menyiksa dirinya sendiri. Andai saja Sagara memiliki kekayaan yang seimbang dengan Ken, sudah pasti Sagara tidak akan merasa rendah diri untuk memperjuangkan Feli. Iya, Feli memang tidak pernah memandang harta dalam menjalin hubungan, tapi ketika wanita itu memiliki kekasih seperti Ken, kira-kira siapa yang berani bersaing untuk merebut wanita itu? Sagara sadar diri dengan keadaannya sendiri. Feli memang tidak pernah membeda-bedakan orang berdasarkan status sosial mereka, Feli mau berteman dengan siapapun. Tapi seorang wanita cantik seperti Feli memang hanya pantas untuk Ken saja. Mereka sangat seimbang, keluarga Feli dan keluarga Ken bekerja di bidang hukum. Bahkan orang tua mereka bekerja sama untuk membangun sebuah firma hukum terkenal di negeri itu. Sagara bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan mereka. Kalau saja bukan karena keberuntungan yang dia miliki, tidak akan mungkin Sagara bisa sedekat ini dengan Feli. Ah, kenapa jatuh cinta terasa sangat menyakitkan seperti ini? “Ada apa denganmu, Sagara?” Tanya Tristan dengan pelan. Sekalipun terlihat sangat tidak peduli dengan sekitarnya, sebenarnya Tristan memiliki cara tersendiri untuk menunjukkan kepeduliannya pada teman-temannya. Sagara kembali menghembuskan napasnya bersama dengan asap putih yang akan keluar dari bibirnya. Sagara sadar dengan apa yang dia lakukan, merokok di tempat ini bisa menimbulkan satu maslaah besar besok pagi. Tapi Sagara tidak memiliki tempat lain. Hanya studio ini saja yang bisa membuat Sagara merasakan kehadiran Feli. Mereka sudah lama saling mengenal, Feli adalah wanita yang sangat baik. Mustahil kalau ada pria yang tidak jatuh cinta ketika mereka sudah mengenal Feli dengan baik. Di dalam band mereka, mungkin semua orang sudah tahu kalau Feli pernah berpacaran dengan Yuda ketika mereka masih SMA. Iya, saat itu Sagara masih belum mengenal Feli dan Yuda. Begitulah, setidaknya Yuda pernah menjalin hubungan asmara dengan Feli meskipun hanya dalam waktu yang sangat singkat. Sementara Sagara? Dia sama sekali tidak mendapatkan satupun kesempatan untuk mendekati Feli. Meskipun begitu, apa yang bisa dilakukan oleh Sagara? Ingin membuat kekacauan untuk membatalkan pernikahan Feli? Tidak, bagi Sagara, kebahagiaan Feli juga akan menjadi kebahagiannya. “Ada apa? Apa maksudmu?” Tanya Sagara. Sekalipun tahu apa maksdu dari pertanyaan Tristan, Sagara memilih untuk tidak langsung menjawab pria itu. Pertanyaan yang diajukan oleh Tristan sebenarnya hanya memiliki satu arti, iya.. Pria itu bertanya mengenai maksud dari Sagara yang sedang merokok di dalam studio musik mereka. “Masalah Feli lagi?” Tanya Tristan. Sagara menatap temannya itu sambil tersenyum kecil. Sagara tidak pernah menghadapi masalah serumit ini. Urusan hati memang sangat sulit untuk diselesaikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD