Bab 6

1304 Words
40 Hari Sebelum Persidangan “Feli? Kamu sudah pulang dari tour bersama dengan teman-temanmu?” Feli tersenyum lalu menganggukkan kepalanya ketika dia mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Farel. Setelah mengantar Ken sampai ke ruangan pria itu, Feli sekarang sedang memilih untuk berjalan menuju ke ruangan Kakaknya sendiri. Tidak Feli sangka kalau mereka malah bertemu di koridor kantor ini. Feli langsung berjalan dengan cepat untuk mendekati Kakaknya lalu segera memeluk seorang pria yang sangat dia rindukan juga. Sejak kecil Feli sangat dekat dengan Farel karena Kakaknya adalah orang yang sangat baik. Tidak pernah satu kalipun dalam hidupnya, Feli merasa kalau Kakaknya sengaja ingin bertengkar dengannya. Sejak mereka kecil, Farel selalu berusaha menjadi seorang Kakak yang baik untuk Feli. Kakaknya akan melakukan apapun yang bisa membuat Feli merasa sangat bahagia. Saat masih kecil, Farel rela tidak bermain robot ataupun mobil-mobilan hanya karena dia ingin menemani Feli bermain dengan boneka miliknya. Farel sangat bertanggung jawab karena sejak Feli lahir, Kakaknya itu sudah bersumpah untuk selalu menjaga dan membahagiakan Feli. “Aku sangat merindukan Kakak” Kata Feli sambil memeluk Kakaknya. Pria itu tersenyum lalu segera membalas pelukan Feli. “Bagaimana kebarmu? Kamu terlihat sangat sibuk dengan tour sehingga Kakak sampai tidak berani menghubungi dirimu..” Kata Farel sambil menatap Feli. Feli tahu kalau Kakaknya sangat menyayangi dirinya. Kalau sudah seperti ini Feli akan merasa sangat bersalah karena dia sudah membuat Kakaknya sampai tidak bisa menghubungi dirinya. Ah, sebagai seorang adik, seharusnya malah Feli yang menghubungi Kakaknya lebih dulu. “Jangan berkata seperti itu, Kak. Kakak membuat aku jadi semakin merasa durhaka..” Kata Feli sambil melangkahkan kakinya untuk mengikuti Kakaknya. “Sama sekali tidak. Ayo ceritakan padaku mengenai perjalanan panjangmu..” Kata Farel sambil tersenyum ke arah Feli. Feli menghembuskan napasnya dengan pelan. Jujur saja Feli sangat senang ketika dia bisa menghabiskan waktunya bersama dengan saudaranya sendiri. Tapi Feli juga tahu pada kesibukan mereka berdua, semua ini membatasi kedekatan mereka. Feli kadang merasa kalau masa kecilnya jauh lebih baik karena dia bisa selalu bersama dengan Farel kapanpun dia mau. Semenjak Farel memutuskan untuk keluar dari rumah dan tinggal di apartemennya sendiri karena dia ingin belajar hidup mandiri, Feli merasa kalau hubungannya dengan Kakaknya menjadi sangat berubah. Mereka menjauh karena tidak memiliki banyak waktu untuk saling berbicara. Kadang, ketika sudah lelah karena seharian terus berada di studio, satu-satunya hal yang Feli lakukan ketika dia pulang adalah langsung tidur. Feli sama sekali tidak memiliki waktu untuk menghubungi Kakaknya, juga tidak memiliki waktu untuk sekedar berbincang lepat pesan singkat dengan Ken. Apakah menjadi dewasa artinya menghilangkan waktu yang dulunya dia miliki untuk keluarganya? Feli tidak suka dengan semua ini! Sekalipun merasa sangat senang karena band yang dia bentuk bersama dengan teman-temannya jadi semakin terkenal seiring dengan berjalannya waktu, Feli selalu merasa kalau dia semakin kehabisan waktu untuk keluarga dan orang-orang yang dia sayangi. “Aku sangat senang karena bisa mengadakan sebuah konser besar di berbagai kota yang ada di Indonesia. Oh iya, bagaimana dengan kabar Kakak ketika aku tidak ada di sini?” Tanya Feli. Feli menatap ruangan kerja milik Kakaknya yang sama sekali tidak berubah sejak Feli terakhir kali ke sini. Masih ada fotonya yang tercetak dengan sangat besar yang dipasang tepat di atas meja kerja Kakaknya sehingga setiap orang yang masuk ke dalam ruangan ini akan langsung menatap potret Feli. Feli ingat kalau foto itu hasil jepretan Tristan. Temannya yang satu itu memang sangat berbakat dalam hal fotografi. “Kakak baik-baik saja, sama seperti biasanya ‘kan?” Farel tertawa pelan lalu meminta Feli untuk duduk di sofa yang terletak di pojok ruangan. Ada tiga ruangan utama di dalam kantor ini. Yang pertama adalah milik Ken yang letaknya ada di paling pojok koridor, lalu yang kedua adalah milik Kakaknya, dan yang paling akhir adalah milik Rosaline. Tiga orang itu adalah pengacara paling penting di firma hukum ini sehingga mereka memiliki ruangan yang sama di lantai yang sama. Fasilitas yang ada di masing-masing ruangan juga sama. Feli tadi diminta untuk duduk diam di dalam ruangan Ken, tapi Feli menolak dan memilih untuk menemui Kakaknya dulu. Sekarang Kakaknya juga melakukan hal yang sama. Ah, apa yang harus dilakukan oleh Feli sekarang? “Apa Kakak sedang sibuk?” Tanya Feli sambil menatap Kakaknya yang sedang berjalan menuju ke meja kerjanya. Sebenarnya Kakaknya tidak perlu datang ke kantor untuk bekerja, selama ini kalaupun sudah ada di rumah, Kakaknya akan tetap bekerja dan menyelesaikan tugasnya dengan baik. Menjadi pengacara bukanlah hal yang diinginkan oleh Kakaknya. Iya, Feli tahu akan hal itu. Entah karena apa, Ayahnya selalu memaksa Farel untuk sekolah hukum dan menjadi pengacara untuk meneruskan kesuksesannya. Feli memang sangat beruntung karena dia tidak perlu dipaksa seperti Farel, tapi kadang Feli merasa kalau dirinya sangat egois karena telah membiarkan Kakaknya terjebak di dalam pikiran Ayahnya sendiri yang ingin agar anaknya melakukan apa yang dia inginkan. Ah, bukankah nasib dan masa depan seorang anak tetap akan ada di tangan mereka sendiri sekalipun selama ini mereka dibesarkan oleh orang tua? Iya, orang tua memang memiliki kewajiban untuk menuntun anaknya agar tetap berada di jalan yang benar. Tapi bukankah memilih jalan apa yang akan dia lalui, itu adalah hak anak itu sendiri? Orang tua kadang terlalu mengatur anaknya untuk melakukan apa yang mereka mau dengan alasan mereka ingin yang terbaik. Padahal mereka sama sekali tidak tahu akan apapun juga. Iya, orang tua mungkin memang menginginkan yang terbaik untuk anaknya, tapi mereka sama sekali tidak tahu mana yang benar-benar baik. Feli kadang ingin protes pada Ayahnya, tapi Farel selalu menahan Feli. Kakaknya itu selalu mengalah pada keinginan Ayah mereka dengan harapan agar Feli tidak perlu merasakan hal yang sama. Kakaknya mejual kebebasannya sendiri agar Feli bisa mendapat kebebasannya. Entah bagaimana hidup Feli kalau tidak ada Farel. “Kakak memang sibuk, sangat sibuk. Sama seperti Kakak, kamu juga sangat sibuk, bukan? Tapi kamu tetap meluangkan waktumu untuk datang ke sini dan menemui Kakak sekalipun Kakak juga tahu kalau alasanmu ke sini bukan hanya untuk menemui Kakak..” Jawab Farel sambil tersenyum dengan tenang. Feli tertawa pelan karena mendengar jawaban Kakaknya. Benar, Feli ke sini bukan hanya untuk menghabiskan waktunya bersama dengan Farel. Feli juga ingin menghabiskan satu hari waktu istirahatnya ini bersama dengan Ken dan juga Rosaline. Kali ini Feli tidak boleh gagal untuk meyakinkan pada Rosaline jika apa yang ditakutkan oleh wanita itu tidak akan pernah benar-benar terjadi. Kalaupun Ken dan Feli menikah lebih dulu, tidak akan ada dampak apapun yang akan menimpa Rosaline. Ketakutan wanita itu mengenai mitos tentang seorang adik yang menikah mendahului kakaknya, itu sama sekali tidak benar. Perasaan takut hanya akan membuat hatinya jadi tidak tenang. Feli harus memperbaiki situasi ini sekarang. “Iya, aku juga ingin bertemu dengan Kak Rosaline” Kata Feli sambil menghembuskan napasnya dengan pelan. Kakaknya tersenyum ketika mendengar jawaban Feli. Selain Feli dan Ken, orang yang mengetahui masalah ini adalah Farel. Iya, pria itu jelas tahu apa yang terjadi sehingga membuat Ken dan Rosaline saling diam-diaman seperti ini. Tanpa menjelaskan apa yang terjadi, Farel pasti sudah paham dengan keadaan ini. Padahal, kalau Feli benar-benar jadi menikah dengan Ken, maka Feli juga akan mendahului Kakaknya sendiri. Tapi kelihatannya Farel sama sekali tidak merasa khawatir dengan semua itu. Ah, Feli harus bersyukur dengan keadaan ini. Setelah apa yang dilakukan dan dikorbankan oleh Kakaknya, kalau sampai Farel memilih untuk tidak setuju ketika Feli menikah lebih dulu, maka Feli jelas akan membatalkan rencana pernikahannya. Dibanding melawan Ayahnya sendiri, Feli lebih takut kalau harus melawan Kakaknya. Tidak, Feli harap.. seumur hidupnya dia tidak akan mengecewakan Kakaknya. “Jangan bertemu dulu dengan Rosaline. Dia bisa saja mengatakan sesuatu—” “Tidak, aku sama sekali tidak masalah kalau Kak Rosaline mengatakan sesuatu yang akan menyakiti hatiku. Iya, aku akan mendengarkan semua yang dia katakan agar dia bisa merasa sedikit lebih baik. Aku rasa selama ini jarang ada yang mendengarkan dia” Feli memotong kalimat yang dikatakan oleh Kakaknya. Iya, Feli harus menemui Rosaline juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD