Bab 12. GGPPM

2185 Words
Duta mengajak Shena untuk bergabung dengan anggotanya yang saat ini duduk-duduk di kursi depan danau buatan. “Mereka semua anggotaku. Ini namanya Arya, Febrian, Wildan, Ares, Wafi, Kelvin, Didik, Rio, Ciko, Hasan,” ucap Duta memperkenalkan anggotanya satu persatu. Shena menjabat tangan para cowok-cowok itu.  “Hai Shena. Kita bertemu lagi,” ucap Arya.  “Ah iya, maaf aku tidak mengingat wajahmu saat di turnamen kemarin,” jawab Shena.  “Shena, fotoin mereka yang bagus. Aku akan mengganti profil media sosial club,” ucap Duta.  Tanpa disuruh lagi pun anggota Duta segera berpose membentuk posisi masing-masing yang menjadi ciri khas Tim GSP.  “Kamu gak ikut foto?” tanya Shena. Duta menggelengkan kepalanya.  Shena memulai mengatur kameranya. Bidikan kamera Shena tepat pada objek di depannya. Sudah berbagai pose Shena ambil. Satu kali dengan pose serius, selebihnya mereka sudah bergaya sangat nyeleneh. Terlebih mereka memang orang-orang yang sangat kocak.  Shena sibuk dengan Duta dan anggota timnya, tanpa mendengar sejak tadi suara hpnya berdering nyaring. Karena keributan mereka membuat suara dering hp Shena tertelan kericuhan suara mereka.  “Shena, pinjam kameranya. Biar aku yang fotoin kamu dan anggota GSP,” ucap Arya. Shena memberikan kameranya pada Arya.  Duta menarik tangan Shena dan mengajaknya berfoto di antara banyaknya player. Shena salah menilai mereka, ternyata mereka hanya garang saat di pertandingan. Saat seperti ini, mereka layaknya orang-orang biasa. Bahkan mereka sama seperti tim CC yang asik. Sayangnya mereka tetap menjadi musuh meski tidak di pertandingan.  “Kalau aku diserbu penggemar kalian gimana nih? Nanti ga usah unggah foto yang ada aku-nya di media sosial,” ucap Shena.  “Tenang, kami bisa mengatakan kalau kamu adik kami,” jawab Duta.  “Aku adik kalian, mending tidak punya kakak,” ujar Shena tertawa.  Duta ikut tertawa kecil, pria itu meminta kamera yang dibawa Arya. Duta kembali mengalungkan kamera itu di leher Shena.  “Ayo kita naik wahana!” ajak Duta. Shena mengangguk, tanpa ia sadari tangannya kini digenggam oleh Duta. Duta mengajaknya ke wahana roller coaster.  “Aku takut naik itu,” ujar Shena.  “Tidak usah takut, ada aku,” kata Duta meyakinkan.  Shena menatap orang-orang yang ada di roller coaster itu. Ia pernah naik wahana itu seorang diri, tubuhnya seperti terpental ke angin. Selama ini ia selalu berlibur seorang diri. Dan ini pertama kalinya ia bersama orang lain, itu pun Duta yang baru ia temui dua kali.  Duta membeli dua tiket untuk dirinya dan Shena. Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, pria itu segera menarik Shena untuk naik wahana tersebut.  “Shena, ada aku. Kamu tidak perlu takut!” ucap Duta.  “Dih, aku juga pemberani,” jawab Shena.  “Iya deh yang pemberani,” cibir Duta.  Duta dan Shena duduk di barisan paling depan. Duta memasang sabuk pengaman, pria itu pun tanpa dikomando juga menarik sabuk pengaman untuk Shena.  “Tunggu!” cegah Shena membuat Duta mengernyitkan dahinya.  “Apa?”  “Kenapa kita malah akrab begini? Bukankah kamu bermusuhan dengan Tim CC?” tanya Shena. Duta tercenung sebentar.  “Em, memangnya kamu bagian dari Tim CC?” tanya Duta.  “Jelas bukan. Aku tidak akan masuk di club mana pun. Aku mau jadi tim netral. Aku juga tidak terlalu suka dengan game. Kalau Tim Siber, aku pasti mau,” jawab Shena.  “Siber?” tanya Duta. Shena menganggukkan kepalanya.  “Wah hebat kamu,” bisik Duta mengangguk-anggukkan kepalanya.  “Shena, aku tidak ada maksud apapun akrab dengan kamu. Kamu bukan tim CC, aku pun juga tidak akan memaksa kamu masuk ke timku lagi. Lebih baik kamu memang netral,” ujar Duta lagi. Shena mengedikkan bahunya.  Mendengar jawaban Shena yang menjadi tim netral, membuat Duta lumayan senang. Awalnya ia memang berniat menjadikan Shena player di clubnya sebelum Yanan bergerak cepat.  Namun saat dekat dengan Shena seperti ini, Duta menyadari kalau Shena hanya gadis polos. Ia tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa.  Saat roller coaster mulai berjalan, suara teriakan-teriakan dari penumpang terdengar nyaring. Tanpa sadar Shena memegang tangan Duta dengan erat, bahkan perempuan itu tidak bisa dikatakan memegang, melainkan mencengkram. Kuku panjang Shena mencengkram tangan Duta yang membuat Duta ikut menjerit bersama penumpang lainnya. Shena juga heboh sendiri karena laju roller coaster yang sangat kencang. Rambut Shena juga berkibar diterpa angin. Di sela teriakannya, Duta menatap Shena dari samping. Pertama kali bagi mereka naik ke wahana berdua. Untuk sejenak, Duta mengagumi wajah Shena yang sangat manis. Dari samping perempuan itu sudah cantik, apalagi kalau dari depan.  Duta tertawa kencang saat wajahnya terasa diterpa angin. Duta lupa kapan terakhir kali ia tertawa dengan bahagia. Tawa yang selalu ia keluarkan selalu menjadi tawa kepuasan atas kemenangan, kepuasan melihat lawan tumbang dan kepausan yang membahagiakannya sepihak. Kini tertawa yang ia rasakan murni karena kebahagiaan melakukan kegiatan normal seperti manusia pada umumnya. Tidak ada game untuk saat ini, tidak ada tuntutan untuk saat ini, dan ia Duta hanya Duta orang biasa, bukan kapten game.  Di sisi lain, Yanan mondar-mandir di clubnya. Pria itu sejak pagi sudah berusaha mengirim pesan pada Shena agar Shena ke clubnya. Namun sama sekali tidak ada balasan. Yanan juga menelponnya berkali-kali, ada nada berdering, tapi Shena tidak mengangkat teleponnya. Tidak ada hal yang lebih mengesalkan dari ini.  “Kapten, ngapain?” tanya Maxim saat melihat Yanan terus mondar-mandir bak setrika. Yanan menggelengkan kepalanya.  “Kapten, komputernya ada yang rusak!” ucap Vero saat mencoba menghidupkan komputernya tapi terus ada tulisan eror.  “Benahi” jawab Yanan. Vero mengernyitkan dahinya. Biasanya kalau ada komputer rusak, tanpa berbicara dua kali, Yahan langsung meletakkan hpnya dan membenarkan  komputernya sendiri.  “Kapten, tapi,” protes Vero.  “Benerin sendiri. Aku lagi sibuk. Kamu tidak lihat sejak tadi aku menghubungi Shena tapi tidak diangkat?” pekik Yanan. Semua anggota club mereka kompak terdiam.  Vero, Varel, Maxim, Lionel dan lainnya yang ada di sana menatap Yanan penuh arti. Yanan berdehem sebentar, pria itu memalingkan wajahnya dari anggotanya.  “Jangan anggap serius. Aku hanya mencarinya untuk mengajaknya ke club,” ucap Yanan.  “Lebih baik dia tidak ke sini. Kita masih bisa cari player baru untuk menggantikan Darken. Masih banyak yang ingin menjadi tim kita,” ucap Vero.  “Anak kecil tahu apa. Lebih baik kamu benerin komputer kamu!” ujar Yanan.  “Aku hanya menyarankan. Lebih baik nyari pengganti-”  “Dari pada mencari pengganti, lebih baik kamu belajar lebih giat. Level kamu makin lama semakin turun!” tegur Yanan dengan tegas.  Varel mengisyaratkan Vero untuk diam.  “Maxim. Bagaimana dengan turnamen di kediri?” tanya Yanan.  Maxim segera mengambil hpnya, pria itu membuka aplikasi catatan.  “Turnamen dilakukan satu bulan lagi. Kita masih ada waktu full satu bulan buat latihan. Salah satu player dari club akan digabungkan dengan player lain yang berkompeten untuk mewakili pertandingan game antar provinsi bulan selanjutnya,” ucap Maxim. Yanan mengangguk-anggukkan kepalanya.  “Satu player?” tanya Yanan. Maxim menganggukkan kepalanya.  “Ada kemungkinan player kita diambil salah satu dan digabungkan dengan player GSP?” tanya Yanan lagi.  “Tepat sekali.”  Yanan mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia paling anti dengan yang namanya Duta dan GSP. Meski penggabungan player bisa dikatakan demi kebaikan, tapi ia tidak sudi bila anggotanya bergabung dengan tim GSP. Tim GSP penuh dengan kelicikan.  Yanan kembali menatap hpnya, pria itu berusaha menghubungi Shena. Tapi lagi-lagi hasilnya nihil. Shena tidak  kunjung mengangkatnya. Hanya ada nada dering yang berbunyi. Yanan menggenggam hpnya, saat ia memejamkan matanya, suara dering hpnya terdengar. Dengan tergesa-gesa Yanan segera menatap hpnya. Namun ia harus menelan kekecewaan saat yang menghubunginya bukan perempuan yang ia harapkan, melainkan dari rekan dokternya di rumah sakit. Yanan menggeser ikon hijau dan menempelkan hpnya ke telinga.  “Halo,” sapa Yanan.  “Dokter,  ada pasien yang membutuhkan penanganan cepat. Ada anjing jenis Pomerania yang mengalami kecelakaan. Kaki kanan depan patah, hasil rontgen menunjukkan tepat di area carpus dan radius,” ucap rekan dokter Yanan.  “Baik, saya ke sana sekarang,” jawab Yanan menutup panggilan telepon sepihak.  Yanan segera memasuki kamarnya untuk mengganti bajunya. Untuk urusan keselamatan hewan, ia akan mengesampingkan urusan yang lainnya.  Keselamatan hewan-hewan yang sudah menjadi tanggung jawabnya menjadi nomor satu untuk Yanan. Saat patah tulang carpus dan radius, bila tidak segera ditangani akan menyebabkan kelumpuhan untuk hewan.  Setelah berganti pakaian, Yanan bergegas ke rumah sakit. Pria itu menaiki mobilnya dan melajukan di tempat yang ia tuju. Tidak butuh waktu lama, Yanan sudah sampai di rumah sakit. Pria itu segera mengambil jas putihnya di loker miliknya. Menuju ke ruang unit gawat darurat untuk meminta hasil rontgen dan mempelajarinya sebelum melakukan tindakan selanjutnya.  Banyak orang awam yang tidak mengenal profesi Yanan yang sebenarnya. Orang-orang awam hanya tahu kalau Yanan adalah pemain game yang tidak serius dalam bekerja. Hanya mengandalkan uang turnamen yang bisa kalah dan bisa menang. Namun mereka tidak tahu sisi lain Yanan sebagai dokter hewan. Yanan tampak serius saat berkutat dengan gunting dan pisau bedah.  Setelah mempelajari hasil rontgennya, saat itu juga Yanan melakukan tindakan operasi. Dengan ditemani dokter anestesi, Yanan melakukan tugasnya.  Di sisi lain, keakraban semakin terjadi antara Duta dan Shena. Mereka menghabiskan waktu sampai sore. Makan siang dan sore pun mereka lakukan bersama. Shena salah menilai Duta sebagai pria yang tidak asik, nyatanya kini Shena sudah menganggap Duta satu-satunya temannya yang mau bergaul dengannya.  “Aku pikir seorang penulis itu cuek, dingin, gak mau bersosialisasi,” celetuk Duta sembari menyeruput minuman kotaknya.  “Itu memang aku. Tapi kamu hebat bisa buat aku tertawa di sini,” jawab Shena.  “Sudah puas mainnya?” tanya Duta.  “Puas banget.”  “Kalau ada waktu, kita main lagi.”  “Asal gak dikeroyok sama penggemar kamu,” jawab Shena dengan tawa renyah yang keluar dari bibirnya.  Tawa renyah dari Shena membuat Duta menatap perempuan itu tidak berkedip. Dilihat dari dekat Shena memang benar-benar cantik.  “Shena, di mana aku bisa mendapatkan buku kamu?” tanya Duta.  “Semua sudah habis terjual. Baru selesai cetak minggu depan,” jawab Shena.  “Wah, kamu seterkenal itu?”  “Entahlah. Kurasa iya dan kurasa juga tidak,” jawab Shena.  “Aku akan borong buku kamu. Aku akan membagikannya pada anggota timku,” ujar Duta.  “Tidak perlu. Yang ada kalian tidak jadi berlatih game,” kata Shena.  “Iya juga. Bulan depan ada turnamen di Kediri.”  “Melawan CC?”  “Bukan hanya CC. Ada yang lain. Tapi lawan terkuat untuk saat ini masih CC.”  “Mereka kehilangan pemain pro. Pasti ada celah kalian untuk melawannya,” jawab Shena.  “Andai semudah itu, Shena,” kata Duta.  Duta berjalan dengan lesu. Saat ini mereka tengah menuju ke pintu keluar. Duta lesu memikirkan nasib club yang sudah lama ia bangun. Untuk mendapatkan posisi pertama, ia harus berusaha keras mengamati taktik permainan Yanan. Namun taktik Yanan sama sekali tidak bisa ditebak dan berubah setiap saat.  Shena ikut menghela napasnya, perempuan itu mengambil hpnya dan melihat aplikasi yang semalam sebelu ia tidur sempat ia download. Aplikasi Cyber sport. Baru tadi pagi ia memainkannya, tapi ia sudah ketagihan.  Duta menatap hp Shena, pria itu mengernyitkan alisnya melihat permainan Shena yang bahkan memainkan permainan yang levelnya lebih tinggi dari Smart Cars.  “Kamu memainkan itu?” tanya Duta.  “Ah hanya iseng,” jawab Shena. Shena kembali mengantongi hpnya.  ***** Pukul lima sore Yanan baru pulang dari rumah sakit, pria itu sengaja datang ke Lugo cafe untuk mencari keberadaan penulis dengan cover laptop yang sangat aneh, yaitu Shena.  Yanan mengeluarkan hpnya dan memainkan gamenya. Rasa lelah setelah berkutat di rumah sakit selalu terbayarkan saat ia memainkan hpnya. Sebelum bermain dengan gamenya, ia melihat aplikasi pesan. Namun tetap saja sampai detik ini Shena tidak membalas pesannya.  Yanan mengepalkan tangannya dengan kuat. Ia ingin berbicara keuntungan dengan Shena, tapi Shena sangat sulit dihubungi.  Belum sempat Yanan membuka aplikasi pesan online-nya, panggilan suara dari Vero pun masuk. Yanan segera menggeser ikon berwarna hijau ke samping.  “Kapten, lihat lima postingan terbaru milik GSP Club!” teriak Vero dengan kencang sampai membuat Yanan menjauhkan hp-nya dari telinganya.  “Kapten, kabar buruk. Aku harap saat mengetahui kabar ini, Kapten tidak masuk ke rumah sakit manusia,” ucap Vero lagi. Tanpa membalas satu patah kata pun, Yanan mematikan sambungan teleponnya sepihak. Meski ia tidak membalas ucapan vero, tapi ia sangat penasaran dengan ucapan anak buahnya itu.  Saat membuka akun media sosial GSP, mata Yanan disuguhi pemandangan yang membuatnya ingin muntah. Seumur-umur, Duta tidak pernah mengunggah foto seorang diri. Dan kali ini Duta mengunggah foto seorang diri dengan pose yang biasa saja, tapi di kolom komentar dibanjiri dengan pujian yang sangat banyak.  Caption yang ditulis Duta membuat Yanan seketika berapi-api.  Duta : Foto gratis dari Shena.  Di foto-foto lain pun ada foto Shena di antara mereka. Yanan mengepalkan tangannya dengan kuat. Pria itu menatap bagian foto tim GSP yang di tengah-tengah ada Shena. Seharian ini Shena tidak bisa dia hubungi, tapi Shena tengah bersama Tim GSP yang bahkan kemarin Shena bilang tidak suka dengan Tim tersebut.  Yanan beranjak berdiri, pria itu dengan tergesa-gesa keluar dari cafe dan menuju mobilnya.  Yanan merasa ditipu Shena. Shena bilang tidak akan menjadi player bagian dari tim siapa saja. Namun saat ini terang-terangan Shena bersama Tim GSP. Antara Shena dan Duta seolah tidak ada jarak. Baru saja Yanan bahagia rencananya menciptakan rumor dengan Shena berhasil, tapi ia dijatuhkan dengan gambar Shena yang bersama Tim GSP.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD