Bab 11. GGPPM

2018 Words
Malam hari Shena sibuk berkutat dengan layar laptopnya. Perempuan itu tengah mencari tahu tentang game yang dimainkan oleh Yanan dan Timnya. Perempuan yang tengah memakai kacamata itu kini sangat serius mencari seluk beluk game yang sangat populer itu. Sesekali Shena akan menyesap kopi yang ada di mejanya. Menjadi pekerja lepas membuatnya sering begadang, sudah jelas kesukaan perempuan itu pun kopi.  “Hebat juga mereka,” batin Shena tatkala membaca artikel yang memuat banyak info tentang geme dan mengaitkannya dengan kehebatan Tim CC.  Nama-nama anggota grub dengan nama game pun juga semuanya dimuat dalam artikel. Nama Yanan yang paling banyak keluar.  Selain Yanan, ada Duta yang juga dimuat banyak artikel. Perempuan itu menggelengkan kepalanya melihat artikel-artikel yang menurutnya juga sangat berlebihan. Ia sudah melihat turnamen yang sesungguhnya, memang seru tapi hanya saja para penggemar club game terlalu berlebihan.  Di artikel itu juga dimuat kalau banyak player perempuan yang ingin bergabung, tapi CC tidak membuka pendaftaran untuk player baru. Shena tercenung, saat banyak player yang ingin mendaftarkan diri, malah dirinya yang ditawari cuma-cuma tidak mau.  Shena memencet tombol silang di artikel. Perempuan itu memilih membuka web untuk melihat kenaikan popularitas novelnya. Mata Shena tercengang saat melihat popularitas novelnya kini berada di nomor satu. Shena selalu mendapatkan nomor dua puluh besar, sangat sulit untuk mendapatkan posisi sepuluh atau sembilan. Ia sudah berusaha keras untuk menaikkan pemasaran bukunya, tapi hanya mampu menduduki angka sebelas, dua belas bangkah bisa sampai di tiga belas. Dan kini tidak ada angin tidak ada hujan penjualan bukunya melejit pesat menggeser posisi nomor satu penulis paling populer di perusahaan Book Publisher.  Suara dering telepon terdengar, buru-buru Shena mengangkatnya. Panggilan dari editornya, Mbak Adel.  “Halo Shena. Kamu hebat, buku kamu langsung habis dalam waktu satu hari satu malam. Sekarang di seluruh toko buku di indonesia, stok bukunya kosong,” jerit Mbak Adel di tengah malam yang sunyi.  Shena yang mendengar ucapan Mbak Adel berteriak dengan nyaring. Perempuan itu berjingkrak seorang diri melompat-lompat bak anak kecil yang tengah mendapatkan banyak mainan. Shena bahkan berputar-putar seorang diri.  “Ahhh … aku seneng banget,” jerit Shena dengan girang.  “Shena, besok buku kamu akan dicetak lebih banyak lagi. Bahkan pihak penerbit mau mencetak langsung seribu eksemplar. Kalau nanti habis bisa langsung dicetak lagi,” ucap Adel.  “Iya, Mbak. Makasih sudah memberiku kabar baik ini,” ucap Shena.  “Nanti incomenya akan ditransfer ke akun kamu. Oh iya ada bonus juga untuk kamu,” ujar Adel.  “Makasih banyak, Mbak. Udah malam mbak istirahat dulu sana,” kata Shena.  “Baik aku tutup telponnya. Sampai ketemu lagi minggu depan untuk tanda tangan buku,” ucap Adel.  “Siap, Mbak.”  Shena mematikan sambungan teleponnya, perempuan itu segera melompat ke ranjang dan berguling-guling di ranjang. Tidak ada hal yang membahagiakan selain mendapatkan pencapaian yang sangat berarti untuknya. Shena segera mengambil hpnya dan membuka akunnya via hp dan benar kalau incomenya juga sudah ditransfer.  “Aaa … besok bakal makan enak,” jerit Shena.  Untuk pekerja lepas seperti Shena ada enak dan ada tidaknya jua. Kalau penjualan menurun, Shena harus siap menghemat. Kalau penjualan melonjak, Shena bisa untung banyak. Namun bukan hanya menulis, Shena pun menjual potret dengan komersial di aplikasi gambar. Perempuan itu pintar mencari uang untuk dirinya sendiri.  Malam ini tidur nyenyak bagi Shena, mendengar bukunya akan dicetak dengan jumlah banyak membuatnya senang setengah mati.  Di sisi lain, tidak jauh beda dengan Shena. Di club CC tengah heboh karena Vero yang berteriak girang saat akun media sosialnya sangat ramai dengan pengikut baru. Semua yang followernya tidak lebih dari enam juta, kini sudah tembus angka sepuluh juta lebih.  “Waah … kita kejatuhan durian runtuh,” teriak Vero dengan heboh.  “Pengikut kita naik terus. Semakin banyak ini,” tambah Varel yang turut heboh.  “Lihat itu banyak yang membanjiri kolom komentar kita. Ayo buka!” Maxim kini ikut-ikutan melihat teman-temannya yang tengah berada di depan komputer.  Yanan yang baru masuk ke club karena baru dari rumah sakit pun menatap teman-temannya dengan bingung. Yanan baru pulang dari rumah sakit pukul dua belas malam, pria itu mengambil duduk tidak jauh dari Vero, Varel dan yang lainnya yang kini mengerumuni satu komputer.  “Kapten, pengikut media sosial kita semakin banyak,” pekik Vero.  “Bukannya dari dulu banyak?” tanya Yanan dengan santai. Yanan menatap langit-langit klubnya. Pertandingan kemarin masih membuatnya puas dengan pencapaiannya dan timnya. Rasa lelahnya di rumah sakit kini terbayar saat membayangkan kemenangan kemarin.  @Amora22 : Oh ini yang jalan sama penulis kesayangan kita. Ternyata memang ganteng.  @Vivii_ : Hai salam kenal Tim CC. Ternyata kaptennya punya hubungan sama penulis favoritku @Net99 : CC Club, aku menyataan menjadi penggemarmu. Jaga Penulisku baik-baik.  Yanan mendengar ucapan Vero sembari menatap layar komputer. Pria itu segera berdiri dan menyuruh minggir anggotanya yang lain. Dengan grasa-grusu Yanan mengambil laptop yang ada di meja. Pria itu tercengang melihat banyaknya komentar yang membanjiri akun media sosial klubnya.  “Lihat internet!” titah Yanan pada mereka. Mereka pun mengambil hp masing-masing.  Tidak butuh waktu lama, berita Yanan yang membawa perempuan di turnamen sudah memasuki timeline di dunia olahraga virtual.  “Kapten, Kapten tengah trending bersama Mbak Shena,” ucap Maxim. Yanan menatap hp Maxim, pria itu tersenyum kecil.  “Aku sudah menebak kalau perempuan ini mempunyai potensi yang bagus. Punya popularitas yang membuat tim kita semakin dikenal banyak orang. Tidak sia-sia aku mengajaknya ke turnamen,” ujar Yanan meletakkan kembali laptopnya ke meja.  “Jadi Shena hanya Kapten jadikan batu loncatan untuk mendongkrak nama kita?” tanya mereka dengan kompak. Yanan menganggukkan kepalanya kecil.  “Shena punya pengikut banyak, kita pun juga punya pengikut yang banyak. Kalau dia gabung di club, sudah pasti akan menguntungkan kita.”  “Kapten terlalu kejam kalau seperti ini.”  “Tidak ada yang namanya kejam. Dia juga mendapatkan untung dari kita. Kalau tidak percaya, kamu bisa ke gramedia untuk mencari buku dia. Aku yakin kalau buku dia habis terjual,” jelas Yanan.  Yanan melepas kaosnya, pria itu berjalan tanpa rasa berdosa sama sekali menuju kamarnya. Sedangkan Vero, Varel, Maxim dan yang lainnya masih melongo menatap punggung Yanan yang menjauh.  Keakraban mereka dengan Yanan dan Shena kemarin malam masih tampak nyata di ingatan mereka. Dan sekarang mereka baru sadar kalau mereka terlalu berekspektasi tinggi. Ia kira mereka akan mendapatkan kabar bahagia dengan hubungan Yanan dan Shena, ternyata tidak lebih dari Yanan yang memanfaatkan Shena.  “Tapi kayaknya Kapten tidak sepicik itu. Bahkan dia baru tahu akun Shena belum lama ini. Kalau dari awal mendekati untuk numpang ketenaran, itu tidak mungkin,” celetuk Maxim yang seolah tahu apa yang dipikirkan Vero dan yang lainnya.  “Tapi bisa jadi ide picik itu muncul saat Kapten tahu akun Shena. Kalau kayak gini lebih baik kita tidak terkenal daripada hanya numpang tenar pada penulis itu. Kasihan dia,” ucap Vero dengan lemas. Vero menutup laptopnya dan membawanya ke kamarnya.  Mereka sudah lama menantikan kisah percintaan kapten mereka. Saat adanya Shena di antara mereka, tentu membawa kabar baik untuk anggota tim. Namun kabar itu seperti angin yang baru berhembus lalu tenang kembali. Setelah masuk dalam euforia Shena, ternyata Yanan hanya main-main.  Di kamarnya, Yanan memainkan gamenya dengan serius. Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, tapi pria itu masih asik dengan komputernya. Awalnya Yanan tidak ingin egois, tapi melihat banyaknya pengikut Shena membuatnya ingin menarik Shena ke clubnya. Ia pun juga yakin kalau Shena bisa dilatih untuk menjadi player. Tempo hari saat di aloon-aloon, Shena sudah menunjukkan sedikit kepiawaiannya.  Di malam yang sunyi, Yanan berkelana seorang diri dengan gamenya. Di umurnya yang sudah menginjak dua puluh delapan tahun, mungkin banyak orang di luaran sana yang masih tidak melihat keseriusannya. Banyak orang awam yang menganggapnya hanya bermain-main dengan komputer. Namun mereka tidak tahu kalau masa depan clubnya ada di tangannya.  Yanan ingin membawa gamenya untuk menjadi juara dunia sebelum ia pensiun. Selama ini Yanan bekerja keras untuk mendapatkan kejuaraan dalam waktu dekat, agar sebelum ia berusia tiga puluh tahun, ia bisa pensiun menjadi kapten dan fokus pada karir dokternya. Namun untuk saat ini kapasitas anggotanya belum layak menjadi juara dunia. Masih banyak yang harus Yanan lakukan, termasuk meraih banyak dukungan dari penggemar baru.  Perempuan kalau sudah kepo, mau sampai akar-akarnya pasti akan digali. Dan Yanan yang mengajak Shena ke turnamen, mampu menarik perhatian banyak mata. Yanan bersyukur adanya paparazi memudahkannya untuk melebih-lebihkan beritanya.  Pikiran Yanan hilang fokus saat sudah mengingat nama Shena. Pria itu mencoba memainkan gamenya, tapi alhasil ia terus kalah. Ia sudah kejam dengan Shena karena memanfaatkan perempuan itu, tapi Shena pun juga mendapatkan untung dengan penjualannya yang naik. Namun pikiran Yanan masih belum tenang, mengingat nama Shena membuat ia terus kalah bermain.  Brakkk! Yanan memukul mejanya dengan kesal. Pria itu meraih hp yang diletakkan tidak jauh dari sana. Pria itu melihat profil Shena, foto perempuan dan tumpukan buku.  Seumur-umur Yanan tidak pernah melihat moment orang-orang yang satu kontak dengannya. Namun kali ini Yanan membuka moment Shena. Shena mengunggah foto tengah tidur dengan caption “Hari Baik memang kan tiba”  Yanan meletakkan hpnya lagi, ia yakin tebakannya benar kalau buku Shena sudah ludes terjual.  ***** Keesokan harinya pukul sepuluh pagi, Shena sudah sampai di Food Junction Grand Pakuwon . Perempuan itu seorang diri menikmati makannya sembari melihat danau buatan yang ada di sana.  Danau buatan dan wahana siap pakai menjadi view terindah di tempat makan yang dibuka tahun dua ribu enam belas silam. Hari ini Shena tidak menulis, perempuan yang biasanya membawa laptop sebagai jantung hatinya itu kini meletakkan dengan tenang di rumah. Penjualan yang melonjak membuatnya bisa istirahat barang sejenak.  Dengan sendiri saja sudah membuat Shena bahagia. Shena seolah tidak butuh orang lain, karena baginya orang lain hanya menyusahkannya dan menghambatnya untuk menghalu.  Saking asiknya Shena makan, Shena tidak sadar kalau ada pria yang diam-diam melihatnya. Pria dari kejauhan itu berdiri dan membawa piring makannya, dengan langkah pelan ia mendekati Shena. Meletakkan piring dan duduk di hadapan perempuan itu.  Shena mendongakkan kepalanya, perempuan itu menatap Duta yang tengah tersenyum ke arahnya.  “Kenapa kamu lagi?” tanya Shena.  “Kamu mengikutiku karena dendam dengan ucapanku kemarin?” tanya Shena lagi,.  “Apa kamu pikir aku sejahat itu? Aku tidak dendam dengan ucapanmu, dan aku kesini hanya mengajak makan anggota klubku. Tanpa rencana aku malah bertemu denganmu yang di sini sendirian,” jelas Duta.  “Oh,” jawab Shena.  Duta memelototkan matanya. Ia sudah mengeluarkan rentetan kalimat dan Shena hanya menjawab ‘Oh. Duta menggaruk tengkuknya yang terasa tidak gatal,  pria itu merasa canggung dengan Shena yang kini kembali makan.  “Em, Shena. Kamu sering ke sini?” tanya Duta setelah berpikir keras mencari topik pembicaraan.  “Tidak lebih dari sebulan sekali,” jawab Shena.  “Kamu suka memotret?” tanya Duta saat melihat kamera menggantung di leher Shena.  “Iya. Mau coba hasil potretku?” tanya Shena balik. Shena meletakkan sendoknya, perempuan itu mengarahkan kameranya tepat di wajah Duta.  Belum sempat Duta menutup wajahnya, Shena sudah berhasil mengambil gambar Duta. Shena menatap puas hasil fotonya. Wajah Duta yang tidak ada senyum malah membuat Duta tampak lebih tampan.  “Eh lihat, hasilnya bagus,” ucap Shena menunjukkan kameranya pada Duta.  “Gak, malu,” jawab Duta mendorong kamera Shena. Shena tertawa kecil.  “Ini foto kamu sendiri, kenapa malu? Bagus hasilnya, kamu bisa mengunggahnya di media sosial, aku tidak akan meminta jasa poto,” oceh Shena.  Duta menarik kamera Shena, pria itu menatap hasil foto Shena yang memang bagus. Duta tersenyum kecil melihat hasilnya.  “Bagus, nanti kirim ke aku,” ucap Duta.  “Bagaimana aku mengirimnya?”  Duta menatap hp Shena yang ada di meja, pria itu mengambilnya dan membuka aplikasi telepon.  “Mau apa?” tanya Shena ingin meraih hpnya, tapi Duta mengangkat Hp Shena tinggi-tinggi. Duta mengetikkan sesuatu di hp Shena. Setelah selesai ia mengembalikannya di meja.  “Ini nomorku, sudah aku simpan dengan nama Duta. Kirim fotoku di sini. Setelah makan, aku minta tolong fotoin aku dan anggotaku. Aku akan membayar jasanya” och Duta.  “Jasa foto di aku mahal,” ucap Shena seraya tertawa.  “Baik, seharga sepuluh n****+ kamu bakal aku kasih,” jawab Duta. Mereka tertawa kecil. Waktu memang mengubah segalanya. Kemarin saat di Turnamen, mereka seperti musuh. Sekarang sudah layaknya teman akrab yang bisa bercanda bersama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD