Chapter 6 - Penasaran

1135 Words
Davio melangkah mendekat. Aneh saja, dia melihat pria dengan tato aneh seperti itu di sini. Yang dia tau. Di kota ini, sangat jarang sekali ada pria ber tato yang menyerupai kumpulan mafia yang nyaris sudah tidak ada. Dan pria itu, tentu saja sangat mencolok keberadaannya di sana. Membuatnya semakin menaruh rasa penasaran sekaligus curiga. “Siapa dia?!” Suara Davio yang tiba-tiba terdengar membuat Valentine sontak bangkit berdiri dari tempat duduknya. Dia terkejut. Wajahnya memucat lagi. Demi apa? Pria menakutkan itu, berada di sini? Valentine mengamati keadaan sekitar. Pengunjung tak terlalu ramai. Bersyukur karena dirinya tidak terlalu menjadi bahan tontonan atas ulah aneh atasannya itu lagi. “Anda? Kena—pa berada di si—?” Perkataan Valentine yang terputus-putus malah terpotong, karena Dave tiba-tiba saja menarik tangannya. “Ikut aku!” tegas Dave dengan nada memerintah tak ingin ditolak. “Tuan, kami hanya—“ Valentine yang kikuk, mencoba menjelaskan di saat Dave sudah mulai menyeret dirinya—menuju dapur. “Maaf, Sir. Apa saya mengganggu kekasih, Anda? Sungguh, saya hanya meminta dia menjelaskan tentang menu-menu ini. Kebetulan, istri saya ulang tahun.” Suara pria ber tato itu, seketika membuat langkah Dave berhenti. Valentine yang berada di dekat Dave pun, semakin merasa khawatir. Pria berkelakuan aneh di dekatnya itu, bisa saja melakukan hal-hal aneh lain yang akan memperburuk keadaan. Bibir Dave melengkung membentuk sebuah senyuman licik. Benarkah seperti itu? Apa prasangkanya lah yang terlalu berlebihan di sini? Atau kah memang sedang terjadi konspirasi? “Aku tak memiliki urusan denganmu. But, ada masalah kecil yang harus aku luruskan di sini. Dan wanita bodoh ini bukan kekasihku! Paham!” Setelah mengatakan itu, Davio meneruskan langkahnya. Menyeret Valentine tanpa mau mendengar penjelasan atau menerima penolakannya. “Tuan, Anda tidak bisa melakukan ini. Anda sudah ... aduh!” Valentine memekik kilas mana kala, tubuhnya, Dave himpit ke tembok. Punggungnya sedikit sakit. Dave menempatkannya di posisi yang tak akan bisa membuatnya bisa berontak untuk sekadar berkutik atau kabur. Dave memegang lengan Valentine dan sebelah tangannya lagi melingkari leher jenjang Vale yang kapan saja, bisa dia cekik jika salah memberinya jawaban. “Siapa dia?” tanya Dave sekali lagi dengan tatapannya yang menusuk tajam. “Aku tidak tau, Tuan,” jawab Valentine dengan mata berkaca-kaca. Demi apa, pria aneh itu malah ingin membunuhnya sekarang. Ya, Dave benar-benar mulai mencekiknya karena jawabannya tadi dan dirinya merasa sesak napas saat ini. “Jawab dengan jujur, atau kau akan mati di sini!” Dave menekankan kata-katanya seiring cekikannya di leher Valentine yang menguat. Bahkan sisi wajahnya dan wajah Valentine menempel satu sama lain. Entahlah, wanita bodoh itu selalu berhasil mempengaruhinya lagi dan lagi. Sial! Haruskah dia merasakan gejolak gila itu lagi sekarang? “Aku siap ma—ti. Aku sudah menja—wab dengan jujur!” Valentine juga tak kalah menekankan kata-katanya. Dengan sorot matanya yang mulai meneteskan air mata, akhirnya cekikan Dave lepas dengan sendirinya. “Uhuk! Uhuk!” Valentine terbatuk beberapa kali. Sialan! Pria itu benar-benar berniat membunuhnya. “Apa kau sudah tidak waras huh? Kau ingin membunuhku hanya karena pria tadi? Sepertinya, kau harus segera ke rumah sakit jiwa! Kau benar-benar gila!” Valentine mengeluarkan kekesalannya. Dia tidak bisa diperlakukan seperti ini. Dirinya memang hanya pelayan, tapi hidupnya tak turut dia serahkan juga saat menandatangani kontrak kerja di perusahaan pria itu. Dave terdiam. Sial! Kenapa dirinya harus kehilangan kendali di saat seperti ini? Jika saja, dia tak melihat air mata itu, mungkin gadis itu sudah benar-benar tewas ditangannya. “Bukankah kau menjadi Office girl di kantorku?” Valentine menoleh kilas. Bukannya minta maaf, pria itu malah menanyakan hal tidak penting atau mengalihkan pembicaraan mereka tadi. Dasar egois! “Ya. Hanya pada hari Senin sampai Kamis. Setelahnya, aku bebas. Aku bukan bawahanmu yang bisa seenaknya kau perlakukan seperti tadi. Sekarang pergi dari sini, sebelum aku melaporkanmu ke polisi atas kegilaanmu tadi!” Valentine mengusap sisi wajahnya. Rasa hangat napas Dave, bahkan masih terasa di sana. Meninggalkan wangi mint, yang justru membuatnya tenang. “Buatkan aku kopi.” Valentine memejamkan mata sejenak dengan hembusan napas kasar. Bisa-bisanya pria itu bersikap se normal ini setelah mencekiknya tadi. Kurang ajar! Bahkan pria itu tak kunjung minta maaf. “Tidak mau! Buat saja sendiri! Aku bukan pelayanmu di sini!” tegas Valentine tanpa rasa takut. Dave mendekati Valentine yang membelakanginya. Dia tak menyangka, wanita itu bisa merubah sikapnya dalam sekejap. Valentine yang ketakutan saat bertemu dengannya di kantor, berubah menjadi gadis pemberani begitu berada di dunia luar dan merasa bebas dari peraturannya. Jujur, Dave sedikit bingung harus mengambil sikap apa. Sikapnya tadi, sudah sangat berlebihan. Dan minta maaf, bukan menjadi gayanya untuk wanita pembangkang seperti Valentine. Bisa saja, Valentine adalah orang yang harus dia waspadai. Kebersamaan Valentine dan pria tadi, tak bisa di anggap hanya sebuah kebetulan semata. Musuh bisa berwujud siapa pun untuk menjebaknya. “Jangan lupa, aku pelanggan di sini. Dan kau? Kau adalah pelayan restoran yang harus melayani para pembeli dengan baik,” bisik Dave dengan seringaian khasnya yang membuat siapa pun akan mengumpat. “Berengsek!” Dave tertawa pelan. Tawa pelan yang dia hadiahkan untuk satu-satunya wanita yang berani mengumpatinya dengan kata berengsek. Sebuah pencapaian luar biasa saat dirinya merasa tertantang dan kali ini, oleh seorang wanita ber status, pelayan. “Aku akan benar-benar menidurimu agar kau tau betapa berengseknya aku.” Valentine membeku di tempat. Haruskah, dia mendengar kalimat sialan itu? Jika saja, dia tidak mengingat batasannya, sudah dia pukul wajah si berengsek itu dengan talenan yang berada di meja dapur. *** Ressam tiada hentinya tertawa. Saat ini, mereka sudah berada di mobil dan sedang menuju ke bandara. Aneh dan menggelikan. Seorang Davio begitu terpengaruh oleh seorang pelayan yang berani melawannya. “Berhenti, Sam. Kau membuat telingaku penuh!” Sungut Dave sambil memukul bahu Ressam yang kebetulan berada di depannya. “Maaf, Dave. Tapi, aku masih tak habis pikir atas sikapmu tadi. Kau bahkan tak memiliki alasan kenapa bisa melakukan hal itu. Valentine pun orang baru untukmu.” Dave diam. Perkataan Sam memang benar. Bahkan dia baru bertemu Valentine karena insiden di kamar mandi. Dan semakin menaruh curiga setelah insiden di dapur tadi pagi. Aneh, dia bahkan sampai mengecek data diri Valentine di berkas para karyawan karena merasa ada yang janggal. “Kejadian di restoran tadi, benar-benar aneh, Sam. Kau mungkin tak melihatnya, tapi aku melihatnya dengan jelas.” “Apa?!” Sam dilanda rasa penasaran. Dave memang sangat teliti memahami situasi sekitar. “Pria bertato itu berbohong,” ucap Dave dengan yakin. “kau lihat, beberapa desain di bagian leher belakangnya?” lanjutnya. Sam menggeleng pelan. Dia tidak sempat memperhatikan desain-desain itu. Yang dia tau, tato pria itu memiliki pola-pola yang rumit. “Aku pernah melihatnya. Aku tidak mungkin salah mengenali. Tato pria itu sama persis.” “Dengan siapa?” Sam begitu penasaran. Sepertinya, Dave menyembunyikan sesuatu darinya. “siapa Dave? Apa berkaitan dengan musuh kita?” lanjutnya, dan Dave malah diam tak menanggapinya. “Sial! Jika saja kau bukan atasanku, sudah aku lempar kau ke luar jendela!” Kesal Ressam, begitu mendapati Dave sudah memejamkan matanya. Dave tertidur? Entahlah. Yang Ressam tau. Dave sengaja mengerjainya. Membuatnya penasaran adalah hobi Dave sejak lama. Dave tertawa tipis. Mengerjai Ressam seperti ini, tentu saja sangat menghiburnya. Bella, kau membuatku kebingungan. Bagaimana bisa, kau menunjukkan dirimu dalam 2 sisi yang sama-sama memikat? Batin Dave sambil memejamkan mata. Mari tunjukkan siapa dirimu yang sebenarnya. Italia, aku datang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD