Chapter 5 - Siapa Dia?

1093 Words
Davio menutup pintu kamar Freya, setelah meletakkan Freya di tempat tidurnya. Malaikat kecilnya itu, sudah tertidur pulas setelah dia timang sambil menikmati angin sepoi-sepoi di taman. Freya bahkan melupakan botol susunya, saat dirinya setia memeluk malaikat mungil itu. Dan selalu saja seperti ini. Freya, akan terus memanggil-manggil namanya, sebelum benar-benar terlelap dalam tidurnya. Lantas, bagaimana dia bisa terlalu lama berjauhan dengan Freya, yang tidak memiliki sosok ayah selain dirinya? “Kau yakin akan meninggalkan Freya?” suara Anna yang tiba-tiba terdengar, membuat Dave memasang tampang biasa. Beruntung, Anna tidak melihat bagaimana berpengaruhnya Freya terhadap jiwa normalnya sebagai manusia. “Aku tidak punya pilihan lain, Bik. Semoga saja, tidak ada kendala selama aku di sana, agar aku secepatnya bisa kembali untuk Freya.” “Kenapa tidak sekarang saja, kau pertemukan Freya dengan ... Jim?” suara Anna memelan di akhir kalimatnya. Sungguh, dia masih sangat khawatir dengan respons Dave seperti sebelum-sebelumnya. Dave tertawa kilas. Tanpa ragu pun dia menjawab, “b******n itu belum pantas untuk bertemu malaikat kecilku.” Anna menghela napasnya pelan. Tidak ada yang bisa dia lakukan jika Dave sudah tak berkehendak. Lagi pula, sampai detik ini pun, Jim belum mengetahui jika dirinya masih hidup. Andai saja, dia tidak memberi Luke tantangan itu, mungkin hari ini mereka sudah menjadi keluarga yang utuh. “Oiya, Ressam sudah menunggumu di bawah.” Davio mengangguk. Dia tau, sedikit banyaknya kebenciannya pada Jim, pasti lah membuat hati bibinya sakit. Tapi, mau bagaimana lagi? Jim memang b******n yang patut diberi pelajaran. , Sampai di bawah, dia melihat Ressam yang sedang berbicara dengan Angelina. Entah apa saja yang sudah mereka bicarakan selama dirinya tidak ada. Benar. Semua keluarganya, bahkan Ressam sebagai satu-satunya orang kepercayaannya, sudah mengetahui keberadaan Anna juga Angelica. Hanya Jim seorang, yang masih buta akan semua kebenaran itu. “Kapan kita berangkat?” tanya Dave to the poin begitu sampai di ruang tamu. Pandangannya melirik jam tangan yang melingkar elegan di tangannya. “Sesuai permintaanmu, Dave. Kita akan berangkat saat hari mulai gelap,” jawab Ressam bersikap non formal. Ada Angel di sana. Dan telinganya bisa berdengung mendengar celotehan Angel jika dirinya masih bersikap formal. Layaknya, seorang bawahan kepada pimpinannya. “Baiklah. Sekarang masih jam satu siang. Kita ke kantor dulu, karena ada beberapa berkas yang akan aku bawa serta,” ucap Dave dan hanya Ressam jawab dengan anggukan. “Angel, kakak pamit. Dan kakak akan langsung berangkat ke Italy, tanpa pulang lagi.” Angel mengangguk. Dia bangkit dari duduknya, kemudian memberikan Dave sebuah pelukan dan kecupan di pipi kirinya. “Pulanglah dengan selamat, dan bawa Isabella juga.” “Pasti.” “Bukan untukku atau siapa pun. Tapi, untuk Freya.” Suara Angel bergetar. Dave pun tau, Angel sangat sedih dengan kepergiannya. Pelukan kakak beradik itu terlepas. Dave pun memasuki mobilnya, setelah tak melihat Anna ke luar untuk melepaskan kepergiannya. Dia tau. Bibinya itu, pasti sedang menangisinya sekarang. “Angel, aku pergi. Jaga diri kalian baik-baik,” ucap Dave begitu dirinya dan Ressam sudah berada di dalam mobil. Angel tak menjawab lagi. Wanita itu malah memutar arah dan memasuki rumah kemudian menutup pintunya dengan kuat. Maklum, Angelina takut terjadi sesuatu padanya yang akan membuatnya tak bisa kembali untuk memeluk Freya. “Dia pasti sedang menangis.” Celetukan Ressam membuat Dave menoleh kilas. Perkataan Ressam memang benar. Hari ini, dia membuat Angel dan Anna menangisinya. “Hanya hari ini, Sam,” jawab Dave sambil mengubah arah pandangnya ke luar jendela. “oiya, kita cari restoran dulu. Aku ingin minum kopi.” “Di sini, ada resto yang memiliki olahan kopi terkenal. Kita akan ke sana.” “Baiklah. Terserah padamu.” Mobil yang dikendarai Ressam membelah padatnya kota. Alamat sebuah restoran yang tertera di GPS ponselnya, menjadi tujuan pertamanya hari ini. Setidaknya, dirinya dan Dave masih bisa bersantai menikmati hari, sebelum ada masalah besar yang menanti. Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di Restoran yang mereka tuju. Begitu Ressam dan Dave turun dari mobil, sontak saja mereka menjadi pusat perhatian. Siapa yang tidak kenal dengan wajah pria yang sudah sering muncul di majalah atau pun televisi itu. Semua orang tau. Dia Davio William Alucard D'O. Putra sang penguasa dan cucu dari pemegang thrones tertinggi di negara mereka. Tanpa peduli sekitar, Dave segera melangkah masuk ke dalam restoran itu. Namun, naas. Tiba-tiba, ada seorang wanita yang menubruknya dengan kuat, sehingga wanita itu terjatuh karena kehilangan keseimbangan. “Anda baik-baik saja?” ucap Dave sedikit membungkukkan badannya. Mengulurkan tangannya demi memberi wanita itu bantuan. Wanita itu mendongak. Dan bertemunya pandangan mereka, membuat Dave terkesiap. “Aku Baik-baik saja, Tuan. Maaf atas kecerobohanku,” ucapnya sambil menerima uluran tangan Dave dan kembali ke pijakannya. “dan terima kasih juga untuk bantuanmu,” lanjutnya dengan sedikit ringisan. “Apa ada yang sakit?” tanya Dave prihatin. Dia tau, wanita itu sedang menahan sakit. “Emm ... tidak ada. Semuanya baik, Aww!” baru saja, wanita itu mengatakan jika dirinya baik-baik saja, Dave malah sudah lebih dulu membuktikan Kecurigaannya. “See? Kau tidak baik-baik saja, Nona. Ada yang salah di sini.” Dave membawa wanita itu keluar dari restoran. Mendudukkannya di salah satu kursi yang ada di luar. “Maaf, aku tidak berniat kurang ajar. Tapi, ada yang harus diperbaiki. Di bagian kakimu,” ucap Dave kepada wanita itu. Wanita itu hanya mengangguk. Sakit di pergelangan kakinya, semakin terasa nyeri. Tak apa. Biarkan pria itu berbaik hati. Dave merendahkan tubuhnya lagi. Tanpa malu, dia duduk di depan wanita itu, kemudian dengan sekali tarikan. Krekkk! “Ya Tuhan!” wanita itu memekik dengan kuat. Jika saja, dia tidak tau siapa pria di depannya, sudah dia tendang dengan kuat. Rasanya, tulang kakinya benar-benar patah sekarang. “Kakimu akan lekas sembuh. Tenang saja. Aku sudah belajar banyak untuk bagian itu.” Ressam yang menjadi saksi pertemuan mereka, malah tertawa kecil. Baru kali ini, Dave menunjukkan simpatinya terhadap wanita. “Oiya, perkenalkan. Namaku, Irriana,” ucap wanita itu yang ternyata adalah Irriana.—saudara Valentine. “Kau pasti sudah tau namaku dan siapa aku,” jawab Dave kilas. Irriana mengangguk. Siapa yang tidak tau dengan pria di depannya itu? “Kau butuh tumpangan untuk pulang? Mengingat kondisi kakimu ...” Irriana menggeleng kuat. “ Tidak perlu, Tuan. Terima kasih untuk tawarannya.” Irriana sedikit membungkukkan badannya. Dan pemandangan sebuah bekas luka kecil dengan inisial huruf L di sudut lehernya, tentu saja membuat Davio semakin di buat heran. Tapi, Irriana sudah pergi setelah menghentikan sebuah taxi, dan Davio tak mencoba untuk menghentikannya. “Dave, dia?” Ressam tercekat. Dan Dave malah berbalik arah menuju pintu restoran berada. “Semuanya masih semu, Sam. Jangan terlalu mudah mengambil kesimpulan. Bisa saja, yang kita cari bukan dia. Tapi ... dia?!” Sam mengernyit heran. Pembicaraan Dave kali ini, sedikit berputar-putar. Oleh karena itu, dia sedikit memajukan sedikit tubuhnya demi melihat apa yang membuat Dave keheranan. “Pelayan aneh itu? Kenapa bisa ada di sini?” Ressam juga turut terkejut. Pasalnya, pelayan aneh yang Dave maksud, malah sedang bersama seorang pria aneh dengan tato di seluruh badannya. “Siapa dia?” tanya Davio dengan spontan, membuat semua pengunjung memusatkan perhatiannya ke arah Dave yang berdiri dengan begitu angkuhnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD