Bab 1- Malam Yang Ternoda

795 Words
Calandra duduk gelisah di tepi tempat tidur. Malam ini adalah malam pengantinnya, dan ia sama sekali tidak tahu harus berbuat apa. Suaminya, Darrel Danubrata, sejak sepuluh menit yang lalu sedang berada di kamar mandi. Mata Calandra melirik pintu kamar mandi yang masih tertutup. Ya Tuhan, apa yang harus ia lakukan saat Darrel keluar dari sana nanti? Klik... Bunyi kunci pintu kamar mandi yang bergerak pun terdengar. Calandra mendadak panik. Darrel sudah selesai. Dia pasti akan keluar dari sana sekarang! Beberapa detik kemudian dugannya pun terbukti. Suaminya keluar dari kamar mandi sambil berpakaian lengkap. “K-kak Darrel... sudah selesai mandinya?” tanya Calandra. Ia mengamati suaminya itu dengan pikiran penuh tanda tanya. Kini Darrel mengenakan kemeja dan celana jins. Ia merasa heran, bukannya mengganti setelan tuxedonya dengan pakaian tidur, pria itu malah berpakaian rapi seperti hendak pergi keluar. “Ya,” jawab Darrel singkat. Pria itu kemudian melangkah menuju meja di sudut ruangan, lalu meraih dompetnya. Setelah menyimpan dompetnya di saku celana, Darrel melangkah menuju pintu. “K-kak Darrel mau ke mana?” tanya Calandra lagi. Darrel menghentikan langkah. Ia lalu berbalik dan menatap Calandra. “Aku mau keluar sebentar. Kamu istirahat aja. Pasti capek kan seharian tadi berdiri terus menyalami tamu.” Calandra menggigit bibirnya. “T-tapi... Kak Darrel mau ke mana?” tanyanya lagi. Ini bukan rumah mereka, ini adalah kamar hotel tempat mereka mengadakan resepsi pernikahan tadi. Calandra tidak ingin ditinggal sendirian di tempat asing seperti ini. “Jangan banyak tanya, Calandra. Apa kamu nggak bisa istirahat saja tanpa harus bertanya ini dan itu?” kata Darrel jengkel. Calandra seketika menutup mulutnya. “M-maaf...” Darrel memutar mata dan menarik napas dalam-dalam. Lalu, tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, ia segera melangkah menuju pintu dan keluar dari sana. Calandra menundukkan kepalanya. Sebenarnya pernikahan macam apa yang tengah ia jalani ini? Suaminya bahkan tidak mengajaknya berbincang-bincang di malam pengantin mereka. Apakah Calandra tidak sepenting itu untuknya? Meski sekarang mereka sudah menjadi suami istri, hal tersebut tidak membuat sikap Darrel jadi lebih baik padanya. Mata Calandra terasa panas. Ia jadi teringat pada mendiang kedua orangtuanya. Malam kecelakaan itu masih membuatnya menyesal hingga saat ini. Mengapa hanya Calandra yang selamat saat itu? Mengapa orangtuanya tidak bisa diselamatkan? Ia tidak bisa hidup sendirian seperti ini. Meski ayah mertuanya selalu berusaha sebaik mungkin menggantikan posisi orangtua Calandra, tapi ia tetap menginginkan orangtua kandungnya. Hidup seperti ini sangat menyesakkan. Jika orangtuanya tidak bisa diselamatkan, mengapa Calandra tidak ikut mati saja bersama mereka saat itu? Mengapa ia tidak mati saja? Calandra sudah hampir meneteskan air mata ketika suara ketukan di pintu kamarnya seketika membuat pikiran Calandra teralihkan. Ketukan di pintu itu terus saja terdengar berulang kali. Calandra pun memutuskan untuk melihat siapa yang mengetuk kamarnya. Sebagian dari hatinya berharap itu adalah Darrel yang memutuskan untuk kembali. Akan tetapi, Calandra terpaksa menelan kekecewaan ketika ia membuka pintu dan menemukan Jenny, sepupu Darrel yang berdiri di sana. “Ah... Akhirnya,” seru Jenny saat Calandra akhirnya membukakan pintu untuknya. “Aku lihat Darrel tadi pergi. Ayo kita buntuti dia.” “Ap-apa? Kak Jenny tahu kalau Kak Darrel pergi?” tanya Calandra bingung. “Aduh, Calandra. Nanti aja mikirnya, ayo sekarang ikut aku. Kita buntuti dia.” Calandra tidak ingat bagaimana akhirnya ia memutuskan untuk ikut dengan Jenny. Sepupu Darrel itu mengendarai mobilnya dengan cepat, hingga akhirnya mereka tiba di basement sebuah gedung puluhan lantai. “K-kita mau kemana, Kak?” tanya Calandra cemas. Tempat ini sangat asing baginya. “Ini adalah tempat favorit Darrel. Ayo, kamu pastikan sendiri di atas nanti.” Jenny menarik lengan Calandra, lalu membawanya menuju sebuah elevator yang ada di pojokan. Calandra memerhatikan Jenny yang menekan tombol lantai dua puluh. Dalam hati ia bertanya-tanya tempat macam apa yang menjadi favorit Darrel ini. Ketika mereka tiba di lantai yang dituju, begitu pintu lift membuka, suara ingar-bingar musik seketika menyapa gendang telinga. Persis di pintu masuk, ada dua penjaga yang menghalangi mereka. Jenny menunjukkan sebuah member card, lalu penjaga tersebut seketika membiarkan mereka lewat. Ini club malam kan? Calandra yang tidak punya pengalaman apa-apa bertanya-tanya di dalam hati. “Ayo, dia ada di sana,” Jenny kembali menarik Calandra ke satu sisi club. Calandra hendak kembali bertanya, namun tiba-tiba matanya menangkap sosok yang ia kenali tengah duduk di sebuah sofa. Di kiri dan kanan pria itu ada dua perempuan berpakaian minim tengah bergelayut manja di lengannya. Hati Calandra seketika nyeri melihatnya. Jadi ini yang membuat Darrel tampak begitu terburu-buru tadi? Suaminya lebih memilih bersama perempuan lain daripada dirinya. Tega sekali Darrel melakukan ini di malam pengantin mereka. Mata Calandra semakin terbelalak saat beberapa detik berikutnya salah satu dari perempuan tersebut naik ke pangkuan Darrel dan langsung menciumnya. Bagi Calandra, malam itu benar-benar tidak akan terlupakan. Karena saat itu juga ia akhirnya menyaksikan suaminya mengkhianatinya. Dunianya benar-benar telah runtuh. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD