Jayden Tersulut Emosi

1265 Words
Zela terus saja menangis tersedu - sedu, jantungnya berdebar tak karuan bahkan tangannya masih bergetar. Jayden memeluk Zela dengan terus membawanya ke tenda tempatnya berkumpul. "Selamat, bro!" selama berjalan ucapan selamat terus di terima olehnya, Jayden mengabaikan semuanya. Pelukannya Jayden eratkan, agar wajah Zela tak di lihat. Jayden mendudukan Zela dan meraih satu botol air. "Nih minum." Jayden terdengar tak santai, emosi karena terlalu banyak orang kini berkerumun di sekitarnya. Zela tidak menerima, hanya sibuk menangis dan menunduk saking risihnya dengan kerumunan yang mengelilinginya. Jayden berdecak, mengamati sekitarnya dengan tajam agar mereka bubar namun semua batu dan sibuk mengarahkan kamera. "Yang upload sesuatu, awas aja! Gue cari dan gue habisin!" bentaknya menunjuk semuanya. Perlahan ponsel pun kini turun, kerumunan itu perlahan membubarkan diri. Bagas, Hasan, Megan tanpa Arif menghampiri Jayden yang tengah membantu Zela minum. "Kenapa? Terluka?" tanya Bagas, di susul Hasan yang sama khawatirnya saat mendengar tangis Zela. "Lagian anak manja, cengeng kayak dia mana bisa di ajak balapan, harusnya selimutan di rumah, lebay banget cari perhatiannya." senyum miring terbit di bibir Megan dengan angkuhnya. Jayden berdiri dengan tangan terkepal, kurang apa dia selama ini. Padahal Jayden selalu sabar dengan tingkah Megan. Jayden melayangkan satu pukulan di pipi gadis tangguh itu, dia tidak peduli lawannya siapa. Jika menyangkut Zela maka dia akan bertindak. Hanya satu pukulan, tidak lebih karena Jayden tahu, lawannya tidak akan kuat jika lebih dari itu. Hasan dan Bagas kaget, dengan cepat membantu Megan. Hasan maupun Bagas sudah menduga akan begini, Megan begitu batu pikir keduanya jengkel. Zela semakin bergetar, matanya perlahan buram melihat kejadian barusan. Di tambah Zela bisa melihat sudut bibir Megan berdarah, di depan matanya Jayden berkelahi jelas Zela tidak bisa lagi menahan beban tubuhnya sendiri. "Astaga!" pekik Jayden seraya menangkap tubuh Zela yang hampir menyentuh tanah dan rumput yang di pijaknya. *** Jayden menyimpan kaosnya di pundak, daripada memakainya dia lebih fokus pada pergerakan Zela di tidurnya. "Jayden." panggil Zela dengan mata terbuka sedikit."perut Zela sakit banget." akunya dengan isakan pelan. Jayden mengusap perut Zela yang terhalang selimut itu."Kenapa?" tanyanya dengan tenang walau sebenarnya khawatir. "Datang bulan." Zela mengusap air matanya."tadi Zela takut liat Jayden berantem." akunya mencampur topik. Jayden beranjak."Aku ambilin obat sakit haidnya." namun langkahnya urung saat Zela menahan tangannya. "Ga usah, Zela masih takut, Jayden di sini aja." lirihnya manja. "Cuma sebentar kok! Mau nanti di sekolah sakit?!" semprot Jayden. Lagi, emosinya muncul di saat tidak tepat. Zela menciut takut, tatapannya kembali meredup sedih. Perlahan tangannya melepaskan tangan Jayden. "Jangan pikirin yang aneh - aneh, aku ke bawah dulu." seolah cenayang, Jayden tahu kalau kini di kepala Zela penuh pemikiran yang menyakiti dirinya sendiri. *** Zela terus saja menguap, dari balapan itu dia pulang pukul 4 pagi. Tidur hanya satu jam karena sakit haidnya. Jadi sekarang Zela sangat ngantuk. Matanya berat seperti tertimpah gajah. "Tidur, lumayan 15 menit." kata Jayden dengan fokus pada jalanan, sengaja dia bawa mobil hari ini agar Zela bisa tidur dulu selama perjalanan. Zela menyamankan tubuhnya agar bisa terlelap sebentar."Zela engga sakit loh Jayden, biasanya keluar malem sakit." riangnya dengan senyum dan mata layu menahan kantuk yang kini rasanya matanya itu akan segera tertutup. "Hm." respon Jayden. "Kok cuma hm, Zelakan engga suka kalau Jayden responnya gitu, Jayden udah bosen ya? Cape urus Zela? Atau udah engga mau sama Zela." sendu Zela dengan mata mulai kembali basah, mengabaikan kantuknya. Jayden berdecak dengan terus menyetir, benar - benar muak dengan pembahasan itu. Jayden tidak merespon saking jengkelnya, jika pun merespon pasti hanya akan menyakiti Zela karena emosinya. Zela memiringkan tubuhnya ke jendela mobil, pandangannya meredup sedih. Gadis itu menduga dugaannya benar. Waktu berlalu, mobil Jayden sampai di parkiran dengan aman. Jayden mematikan mesinnya, melepas sabuk pengaman dengan mata melirik Zela yang tidak bergerak. Jayden mencoba mengintip, ternyata Zela tertidur. Jayden melihat Jam tangannya."Masih bisa, 10 menit lagi." gumamnya lalu memutuskan menunggu sebentar dengan memainkan ponsel. Jayden terlihat kembali tersulut, pasalnya anak sekolah sebrang berani mengupload video dirinya dan Zela. Bukan itu pokok permasalahannya, tapi captionnya yang membuat Jayden naik darah pagi - pagi. Katanya : Cewek manja, Cari perhatian, Jayden kenapa sih mau sama modelan gitu! Padahal masih banyak cewek cantik, body bagus di banding kayak anak bocah gitu! Jayden mematikan ponselnya, dia akan cari si pelaku. Kalau bisa pulang sekolah dia akan menemuinya dan menghukumnya entah dengan fisik atau lisan. "Oh udah sampe, kok Jayden engga bangunin." suara Zela terdengar parau, masih terdengar manja juga dan mengalun lembut. "Turun!" perintah Jayden dingin. Zela menurut dengan turun dari mobil, Zela merasa kalau dia membuat salah karena kalau suara Jayden berubah dingin itu tandanya dia membuat kesalahan fatal. Zela meremas jemarinya, mencoba mengingat. Perasaan tidak membuat kesalahan yang fatal pikirnya gelisah. Jayden berjalan lebih dulu, seperti biasa. Kedekatannya dengan Zela selalu ada batas karena di sekolah, kalau pun dekat dan mesra itu tandanya Jayden moodnya sedang baik. "Ke kelas duluan." tanpa berbalik dan menatap Zela, Jayden berujar datar. Langkahnya kian menjauh meninggalkan Zela yang masih berdiri di ambang pintu kelas. Naura yang baru datang merangkul Zela dengan hangat."Pagi Zela, kenapa berdiri di sini?" herannya di akhir. Zela menatap Naura murung."Zela lakuin kesalahan apa ya sampai Jayden marah, perasaan Zela engga lakuin sesuatu yang bikin Jayden semarah itu." murungnya. Zela dengan pasrah dan lunglai membiarkan Naura menuntunnya masuk ke dalam kelas. "Biarin, Jayden emang gitu orangnya Zela, engga jelas." Naura mengusap bahu dan kepala Zela sekilas."jangan di pikirin." lanjutnya. *** Guru tidak hadir hari ini, semua bersorak ria menyambutnya kecuali Zela. Jayden belum kembali ke kelas, Zela tidak bisa tenang. Naura yang duduk di sampingnya terlihat heboh, ikut merayakan kekosongan hari ini dengan bergoyang dan bersorak. Zela berdiri, memutuskan untuk keluar sendiri. Naura tak sadar kepergian Zela karena masih dalam dunia senangnya, jam kosong. Zela yang tidak biasa berjalan sendiri terlihat cemas, terlihat seperti anak hilang di sekitar sekolah yang ternyata ada 2 kelas yang jam kosong. "Ben, liat." Jeremi menepuk bahu Ben yang tengah sibuk menertawakan cerita Brama soal tragedi salah tembak perempuan. Ben dan Brama menoleh lalu menatap ke arah yang di tunjuk Jeremi. "Woa, pawangnya kemana, tumben di lepas, dah bosen kali ya." kata Ben dengan senyuman tak percaya dengan apa yang di lihatnya. Brama dan Jeremi tertawa pelan, menyetujui ucapan Ben. Ben hanya mengamatinya yang kini semakin dekat ke lorong yang menjadi tempat Ben nongkrong itu. Zela terlihat tidak fokus, matanya hanya mencari keberadaan Jayden. Kegelisahannya semakin menjadi, namun Zela tidak bisa mundur. "Kemana?" tanya Ben dengan menghadang Zela. Zela menatap Ben, mengerjap pelan."Zela cari Jayden, tadi ke sana." tunjuknya pada lorong di depannya yang menuju kantin dan taman belakang sekolah. Ben diam, niatnya ingin menjahili dan menggoda milik Jayden pun kini urung. Zela terlalu lugu di matanya, rasanya Ben tengah menjahili adik kesayangannya. "Di sana ada gudang, Jayden sama temennya suka di sana." pada dasarnya Ben memang baik, tampilannya saja brandalan. Dia akan nakal pada lawan yang pantas di nakali. Zela tersenyum lebar, begitu manis dan rasanya ketiga laki - laki itu ingin menggigit Zela kalau bisa. "Makasih, Zela ke sana ya." pamitnya dengan berlari kecil, kunciran kecil di setengah rambutnya yang di urai terlihat bergoyang, menambah kesan lucu. Brama mengepalkan tangannya, meninju angin."Pantes si Jayden betah, lucu anjir!" pekiknya gemas. "Gue lemah sama cewek kawai gitu." tambah Jeremi dengan mengusap dadanya, Jeremi harus sadar kalau pawang si lucu itu macan yang siap menerkam. Ben hanya tersenyum kecil, rindunya pada sang adik di rumah kini menyapa. Ben ingin cepat pulang sekolah rasanya. "Lanjut ceritanya." kata Ben dengan kembali duduk di pinggiran koridor. "Tumben ga usil?" tanya Jeremi dengan ikut duduk di samping Ben. "Gue punya adik yang lucunya kayak dia, ga tega gue." jawab Ben dengan pandangan menerawang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD