Doppelganger

1032 Words
Will's POV Aku menerobos masuk ke ruang klinik ketika mendengar tangisan tersedu-sedu dari Prof. Maya. Tangisannya membuatku sangat khawatir. Apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya? Tapi Prof. Maya segera menyuruhku keluar lagi karena dia masih ingin berbicara empat mata dengan dokter. Alma. Setelah aku keluar dari ruang klinik, aku mencuri dengar pembicaraan mereka dari kisi-kisi jendela. Hatiku berdegup kencang saat mendengar Prof. Maya bertanya tentang menggugurkan kandungan kepada dr. Alma. Berarti dia hamil? Oh tidak, pantas saja dia menangis. Kehamilan dalam pelarian sungguh bukan pilihan yang tepat, dan Prof. Maya juga berkata bahwa suaminya, Arya Santoso, telah mati. Menurut Komandan Jackson, mayat Dr. Arya Santoso belum ditemukan. Tidak ada jejak Arya sama sekali. Team sapu bersih pembunuh bayaran telah melakukan tugasnya dengan sempurna menghapus semua jejak. Tidak ada mayat, tidak ada laporan polisi, tidak ada apapun, mereka begitu lihai menghilangkan semua barang bukti. Apa yang harus aku lakukan untuk melindungi Prof. Maya? Apakah aku harus mengaku bahwa aku ini agen rahasia Dinas Keamanan PBB yang ditugaskan untuk melindunginya agar penemuannya bisa disampaikan kepada Water World Council? Tapi akankah dia percaya padaku? Dia pasti heran, kenapa Dewan Keamanan PBB bisa ikut terlibat dalam masalah ini. Ini bukan masalah perang antar negara, ini hanya masalah penemuan spektakuler seorang ilmuwan yang oleh perusahaan -perusahaan raksasa pengolahan air penemuannya tidak boleh terungkap agar bisnis mereka tetap bisa menguasai dunia. Aku pada saat diberi perintah melindungi Prof. Maya pun heran, mengapa Komandan Jackson memberiku tugas melindungi seorang ilmuwan? Mungkin ada sesuatu yang tidak aku ketahui mengenai penemuannya? Apakah sesederhana itu, penemuannya hanya untuk mengatasi krisis air? atau ada yang lebih berbahaya yang tidak aku ketahui ? Itu yang belum terjawab olehku. Jadi, lebih baik aku tidak mengungkapkan dulu tentang siapa sesungguhnya diriku. Aku akan tetap dengan penyamaranku sebagai seorang mahasiswa baru bernama Bill yang bersikap perhatian karena rasa khawatir dan hormat dengan dosennya. Suara-suara di dalam klinik menghilang dan aku mendengar suara langkah kaki mendekat. Aku cepat-cepat mundur dan berpura-pura melihat papan pengumuman di lorong. Pintu klinik terbuka, dan Maya keluar dengan wajah yang masih basah oleh air mata. Aku ingin sekali menenangkannya, tapi tidak bisa menunjukkan bahwa aku tahu apa yang baru saja terjadi. "Bu Maia ada yang bisa saya bantu? Masih pusingkah? Apakah sudah bisa berjalan pulang kembali ke apartemen?" tanyaku dengan nada yang sedekat mungkin dengan kekhawatiran seorang mahasiswa. Maya hanya menggeleng, tampak terkejut melihatku masih di sana. “Tidak, Bill. Terima kasih. Aku hanya butuh istirahat,” katanya pelan Kami lalu melangkah kembali ke apartemen, aku tetap melangkah dua langkah di belakangnya. Dia melangkah pelan sambil menunduk, memperhatikan setiap langkahnya. Sampai di lift, dia terdiam dan berpaling padaku. " Terimakasil Bill, sudah mengkhawatirkan ibu dosenmu ini." " Sudah tugasku, Bu. Aku suka cara mengajar ibu. Ibu benar-benar menguasai materi teknologi terapan. Jadi aku nggak mau terjadi sesuatu dengan ibu dan kesempatanku mendapatkan ilmu baru dari dosen hebat menghilang. " Kataku menahan pintu lift yang terbuka dan mempersilahkan Maya masuk. Dalam lift kami masih tetap diam tanpa suara. " Kamu nggak pencet lantai 4?"Tanya Maya " Aku akan mengantar sampai depan pintu apartemen Ibu dulu, untuk memastikan semua keadaan baik-baik saja." Kataku tegas. Dia sepertinya terlalu lemah membantahku dan membiarkan dengan keputusan yang aku buat. Kami kembali berjalan pelan menyusuri lorong menuju apartemen Prof. Maya. Aku tetap berjalan dua langkah di belakangnya Aku melihat Maya menunduk untuk membuka kode akses masuk ke apartemennya . Ketika pintu apartemen terbuka , jeritan histeris Maya membuatku terbang menghampirinya dan melindunginya di belakang tubuhku. Ruangan apartemen Maya tampak sudah diobrak-abrik. Barang-barang berserakan di lantai, kertas-kertas tugas mahasiswa tersebar acak-acakan. Sofa terbalik, dan kaca meja pecah berhamburan di sekitarnya. Piring-piring dari lemari tampak sengaja dijatuhkan. Jantungku berdetak kencang melihat pemandangan ini. Ini jelas perbuatan untuk mengintimidasi Maya. Tapi siapa yang melakukannya? Mengapa sekarang mereka mengubah cara bukan lagi langsung membunuh tapi dengan cara mengintimidasi atau ini bukan pekerjaan pembunuh bayaran yang hendak membunuh Maya? Begitu banyak pertanyaan yang menggelantung dalam benakku. Aku tetap waspada dan perlahan berjalan masuk ke dalam ruang apartemen "Bu Maya , tetap di belakangku," bisikku dengan tegas sambil maju masuk ke dalam ruangan. Aku memeriksa setiap sudut, memastikan tidak ada orang yang bersembunyi. "Siapa yang melakukan ini?" pikiranku terus berputar, memikirkan setiap kemungkinan. Maya berdiri di dekat pintu, wajahnya pucat dan gemetar. "Bill, keluarlah tidak usah diperiksa lagi, aku tidak ingin kamu terluka. Tidak ada barang berharga di apartemenku ini. Laptopku ada di tas ransel yang selalu kubawa. Sepertinya mereka masuk ke apartemenku ini untuk mencari barang berharga karena tidak menemukan barang-barang berharga mereka mengamuk dan menghancurkan semua barang" Suara Maya bergetar tapi terdengar tegar. Dengan kecerdasanya dia ingin membuatku percaya kalau hanya pencuri biasa yang melakukan hal ini, tapi nada suaranya yang gemetar membuatku yakin kalau dia tahu bahaya apa yang sebenarnya dihadapinya. Prof Maya tidak ingin aku yang mahasiswanya terlibat hal berbahaya ini. " Kita harus melapor Bu, pada security. Agar diperiksa siapa yang membobol apartemen Ibu dan memporak-porandakannya?" " Perlukah?" Tanyanya linglung dan lemas, dia lalu terduduk di sofa dan menutup matanya tampak sangat lelah dengan semua ini. " Bu.. Ibu baik-baik saja? Masih merasa pusing?" Tanyaku " Bill.. Bisakah kita tidak melapor? Aku.... Aku terlalu lelah untuk melapor. Aku tidak punya energi untuk itu. Bisakah kamu membiarkan saja masalah ini? ' Katanya lirih dengan wajah menunduk. " Tapi... Tapi...' " Aku minta pengertianmu, Bill. Please." katanya sekali lagi. Aku tahu apa yang menjadi kekhawatiran Prof Maya, dia pasti takut identitasnya terungkap bila dia melapor . Akhirnya aku hanya bisa mengangguk menyetujui permintaanya. Aku membiarkan Prof Maya memejamkan matanya, dia pasti sedang berpikir apa yang harus dia lakukan, sambil aku membersihkan pecahan-pecahan kaca yang berserakan. Kesunyian mencekam di apartemen ini. Sampai suara tegas seorang wanita terdengar " Apa yang terjadi? Mengapa ada kekacauan di apartemen ini?" Maya tampak membuka matanya, dia langsung berdiri penuh siaga menatap wanita paruh baya ini dengan tatapan heran. Wanita ini juga menatap Maya Aku juga terpaku sambil memegang sapu, mataku membesar, melihat kedua wanita yang saling menatap ini dengan mulut terbuka lebar karena mereka berdua memiliki raut wajah yang sangat mirip. Satu lebih tua dan satu lagi versi mudanya. Apa mereka berdua kakak adik? Atau mereka berdua ibu dan anak? Atau mereka adalah doppelganger satu dengan lainnya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD