◦•●◉✿❁ 2006 ❁✿◉●•◦
⠀
✒️ ❝ Pernahkah kalian mendengar, alat musik pertama adalah seruling?
Lalu drum atau genderang.
Suaranya, dentumannya, hentakannya yang memikat.
Diiringi syair serupa tantra yang menghipnotis pikiran dan tubuh untuk menari.
⠀
Tahukah seruling itu milik siapa? ❞
⠀
{ Notes 5 – Roselva Walen — Someone on my mind (Seseorang di pikiranku) } ✒️
⠀
⠀
Ozone Club ramai malam ini. Suasana yang temaram dihujani cahaya biru metalik dari lampu laser berputar serta LED pada plafonnya - membentuk siluet dari setiap orang yang tertimpa cahaya.
Mendekati tengah malam justru bertambah semakin ramai disesaki para pengunjung, mulai dari remaja hingga dewasa. Outfit yang dikenakan member Club menunjukkan tingkatan strata tempat itu sendiri.
Rata-rata mereka berasal dari kalangan borjuis. Bergerombol, ngobrol dengan santai diselingi canda dan kikik cewek-cewek centil. Bukan hal aneh jika di sana juga banyak kupu-kupu malam yang siap diterkam di setiap sudut ruangan. Tempat ini terlalu luas kalau tidak dimanfaatkan oleh mereka untuk mencari kesenangan.
Dentuman musik memekak di hall utama dan lantai dansa. Kedap-kedip lampu berwarna warni. Berpendar-pendar. Kadang gelap, kadang terang. Di lantai dansa sudah banyak yang bergoyang mengikuti irama musik DJ (Disc Jockey).
⠀
"Keren banget, ya?" komentar Nabel, diiringi anggukan yang lain.
Yeah. Ternyata di sana sudah duduk empat sekawan. Nabel, Yadine, Elga dan tentu saja Selva. Sebenarnya mereka belum cukup umur untuk masuk Ozone. Tapi tempat ini milik sepupu Nabel dan sepertinya banyak yang sudah kenal dengannya di sini. Jadi mereka bisa masuk.
Selva tampak sangat menikmati kebebasannya hari ini. Sekali-sekali jadi naughty girl (gadis nakal) tidak apa-apa, 'kan, pikirnya. Ia mengangguk-angguk mendengarkan musik dan membiarkan Nabel memilihkan pesanannya pada waitress (pelayan).
Music berganti, Heaven by DJ Sammy versi remix yang dinyanyikan seorang wanita cantik di atas podium.
Selva mengikuti nada lagu itu.
⠀
“Baby you’re all that I want (Sayang, kamu adalah segala yang aku inginkan)
When you’re lying here in my arms (Saat kau berbaring di sini di pelukanku)
I’m finding it hard to belive (Saya merasa sulit untuk percaya)
We’re in heaven (Kita di surga) ....”
⠀
Seketika ia teringat pertemuan dengan cowok keren tadi sore di pantai. Rasanya ia telah jatuh cinta, pada pandangan pertama pula!
Uwuuu ... Love at first sight (Cinta pada pandangan pertama)! Bagaimana bisa?
Seketika wajah Selva jadi merah padam membayangkan mata, senyum dan wajah itu lagi. Tangannya yang kekar menyibak orang-orang dan memberi jalan yang lapang untuk Selva.
Uhh ... so gently (sangat lembut) ....
Selva tersenyum sendiri dalam khayalannya. Berharap saat ini, tiba-tiba saja cowok itu datang ke meja mereka. Menyapanya lalu duduk lagi dan ngobrol bersama. Tentu saja Selva tidak akan membuang-buang kesempatan itu. Ia akan menanyakan namanya, lalu alamatnya kemudian mereka saling bertukar kartu nama. Lalu tiba-tiba si cowok kaget, ‘Bukankah kamu Roselva? Artis beken itu, 'kan? Aku seneng banget ketemu sama kamu. Kamu mau nggak jadi pacarku?’.
Selva ketawa cekakakan. Bahkan sambil memukul-mukul meja. Mukanya sampai memerah karena menertawakan imajinasinya sendiri. Selva bahkan tidak peduli dengan tatapan heran ketiga sahabatnya.
"Loe kenapa, Sel?" tanya Elga bingung sambil meraba kening Selva.
"Loe mabok ya?" Yadine ikut meringis. Lalu mengangkat minuman yang dipesan Selva tadi. Meneliti dan mengendusnya. "Masa minum Cola aja mabok!" Yadine berdecak.
"Udah gue nggak kenapa-napa, kok," jawab Selva masih dipengaruhi tawa.
⠀
"HOLA OZONAMIGO ...!!!" sorak DJ membahana.
Semua mata langsung tertuju ke area podium sang DJ.
"Welcome back to the Ozone Club (Selamat datang kembali ke Ozone Club)!"
Seruan riuh terdengar di seantero hall.
"Kali ini kita punya tamu spesial yang sudah lama nggak mangkal di sini. Seperti hilang ditelan bumi, yeah ...," canda sang DJ diiringi tawa para pengunjung.
"Kita bakalan dihibur lagi sama Live Performance Artist (Pertunjukan Langsung Artis), yang pastinya selalu ditunggu-tunggu para penggemarnya di sini. Siapa?" serunya sambil menyorongkan mike ke arah pengunjung.
"Do you remember (Apa kalian ingat)?"
Suara-suara di hall menjawab gaduh.
"Nggak kompak ... Nggak kedengeran .... Siapa?" senyumnya.
Ucapan sang DJ langsung di sambut riuh applause (sorakan) cewek-cewek genit yang sejak tadi berisik di meja dekat lantai dansa.
⠀
"BLAZES STAR! BLAZES STAR!!!" jerit mereka histeris.
⠀
Blazes Star? Artinya Bintang Dahsyat atau Bintang Persetan?! Bintang Menyala? Bintang Berkobar? Heh?
Selva menatap Nabel, siapa tahu Nabel juga penggemar Blazes Star.
Nabel yang mengerti maksud pandangan Selva langsung menggeleng. "Gue udah lama nggak ke sini, jadi nama Blazes Star belum pernah gue dengar."
Yadine melirik kerumunan fans Blaze Star yang masih terus menggaungkan nama mereka. Ia berdecak, "Tapi nggak perlu segitu hebohnya juga kali. Emang seberapa sih tampang anak-anak band, paling taraf rata-rata juga. Bukan artis luar negeri, 'kan. Nggak penting gitu loh!" komentar Yadine cuek sambil meneguk minumannya.
"Iya, norak banget mereka. Sampai bawa spanduk segala, lihat tuh!" timpal Elga terpana.
Selva angkat bahu. Ia menatap panggung dengan lebih perhatian. Penasaran karena pekik antusias cewek-cewek tadi. Apa segitu bagusnya Blazes Star itu, sampai-sampai mereka pada heboh semua?
Lighting (Penerangan) diredupkan. Bunyi music intro mulai mengusir sorak sorai di sekitarnya. Tak lama kemudian personel Blazes Star masuk satu persatu ke atas podium. Melompat, tersenyum dan berdansa energik seirama lagu O-Zone — Dragostea Din Tei.
⠀
“Ma-ia-hii
Ma-ia-huu
Ma-ia-hoo
Ma-ia-haa
Ma-ia-hii
Ma-ia-huu
Ma-ia-hoo
Ma-ia-haa”
⠀
Yang paling depan bercelana jeans bolong-bolong di lututnya, dengan rambut spike dan berkaos hitam. Diikuti personel lainnya. Mereka semua jangkung dan dari jauh sekali pun, memang kelihatan cakep-cakep banget! Jumlah mereka ada lima orang. Sisanya hanya cewek-cewek dancers dengan baju seksi dan mini skirt.
"Ih ... cakep-cakep, ya!" pekik Yadine girang. Matanya langsung berbinar-binar. "Kalau tahu dari dulu mereka manggung di sini, pasti gue udah bolak-balik Ozone!"
"Iya. Kita bisa ngalahin suara centil cewek-cewek di sana!" timpal Elga. "Gue juga bakalan bikin tulisan gede, I LOVE BLAZES-STAR!!!" jeritnya histeris.
Nabel mendengus sambil mendesiskan kata 'kita?' di ujung bibirnya. Nyengir lalu saling angkat bahu bersama Selva. Bukannya tadi ada yang bilang fans Blaze Star norak dan nggak penting?
Kayaknya nggak ada lagi cowok secakep yang di pantai itu dech, pikir Selva. Ia menatap panggung, berkhayal seakan-akan salah satu personil Blazes Star adalah cowok yang ditemuinya di pantai. Cowok itu mengambil mike kemudian berkata dengan lantang, "Lagu ini khusus saya bingkiskan buat cewek cantik di meja 7, Roselva ...."
Selva tersenyum geli. Lagi-lagi mengkhayal, pikirnya. Tapi khayalan itu menyenangkan. Bisa membuat hati lebih plong dan bersemangat.
⠀
Lampu diredupkan kembali. Namun anehnya, suaranya justru terdengar dari podium atas. Ada satu orang lagi di sana yang bernyanyi bersama beberapa orang penari latar yang menempelinya. Lampu menyorot fokus ke sana.
Cowok itu masih membelakangi mereka.
⠀
“Alo? Salut? Sunt eu, Un haiduc (Halo? Salam? Ini aku, penjahat)
Si te rog, iubirea mea, primeste fericirea (Dan tolong, cintaku, terimalah kebahagiaan).”
⠀
Selva memanjangkan lehernya berusaha melihat wajah vokalis yang berada di atas.
Cowok itu mamakai kaos lengan panjang hitam dengan jaket diikatkan ke pinggang. Celananya baggy dengan banyak saku dihiasi rantai-rantai. Wajahnya agak sedikit ditutupi poni.
⠀
“Alo? Alo (Halo? Halo)!
Sunt eu, Picasso (Ini aku, Picasso).
Ti-am dat beep, si sunt voinic (Aku mengirim bunyi bip, dan aku berani)
Dar sa stii nu-ti cer nimic (Tapi kamu harus tahu, aku tidak meminta apa-apa).”
⠀
Setelah lama dipandang, Selva kaget. Perawakan cowok itu mirip sekali dengan yang ditemuinya di pantai. Semula ia ragu. Masa, sih, cowok yang ditemuinya di pantai seliar itu, pikirnya shock ketika si cowok tiba-tiba menuruni podium atas melalui tiang pole dance. Sorakan riuh semakin membahana ketika ia bergabung menyanyi, menari, melompat-lompat bersama personel lainnya di bawah.
⠀
“Vrei sa pleci dar nu ma, nu ma iei (Kamu ingin pergi tapi jangan bawa saya, jangan bawa saya),
Nu ma, nu ma iei,
Nu ma, nu ma, nu ma iei.
Chipul tau si dragostea din tei (Wajahmu dan cinta di bawah pohon linden)
mi-amintesc de ochii tai (mengingatkanku pada matamu).
Vrei sa pleci dar nu ma, nu ma iei,
Nu ma, nu ma iei,
Nu ma, nu ma, nu ma iei.
Chipul tau si dragostea din tei
mi-amintesc de ochii tai.”
⠀
Semakin lama dilihat, Selva makin merasa yakin. Apalagi ....
"Sel, kayaknya gue pernah lihat cowok itu, deh!" teriak Elga kencang. Namun suaranya rada tenggelam oleh musik yang berdentum dan suara-suara bising di sekitar mereka.
Cewek-cewek genit di pojok tadi ikut bergoyang ke lantai dansa, bahkan ada yang berusaha naik ke atas podium.
Selva, Yadine dan Nabel menoleh ke arah Elga.
"Kayaknya, itu ... cowok tadi sore, 'kan?" timpal Nabel ragu.
"Iya ... yang di pantai," ucap Elga bimbang.
Mereka menatap cowok itu lagi. Berusaha meyakinkan diri.
Si cowok sedang berdansa gila-gilaan dengan salah seorang penari. Nyaris seronok malah.
Selva menggigit bibirnya. Seketika hatinya serasa terbakar. Ingin rasanya ia menampar cewek yang diajak cowok impiannya berdansa.
Kenapa?! Aku nggak yakin itu cowok yang di pantai, batin Selva. Tapi ... mirip sekali, suara hatinya yang lain. Ah ... beda! Cowok di pantai terlihat lebih sopan, nggak seliar ini! bantah Selva lagi.
"Iya, bener banget! Itu emang dia, Sel!" jerit Yadine tidak percaya.
"Ih ... gue mau deh gantian sama dancers itu! Tuh cowok seksi banget!" komentar Elga bernafsu.
Selva melotot. Awas aja kalau loe berani menyentuhnya! batin Selva gondok.
Namun seketika ia sadar. Kenapa harus marah? Cowok itu bukan pacarnya, bukan siapa-siapa, bahkan nama pun tak tahu.
Tapi tetap aja nggak boleh!!!
Sekali lagi Selva melirik ke arah cowok tadi. Masih menari dengan tarian hot dikelilingi oleh para dancers. Selva terpana ketika di akhir lagu, cowok itu menarik salah seorang dancers ke dalam pelukannya kemudian memberinya ciuman.
Di bibir!!!
GILA!!!
NGGAK BOLEH!!!
Sahabat-sahabatnya berseru, "Ooh ...," ketika melihat itu. Tapi Selva hanya diam. Ia merasakan pelupuk matanya memanas. Kemudian air matanya luruh. Ia menutupi wajahnya. Lalu buru-buru beranjak ke toilet.
Teman-temannya masih terkesima menatap ke arah podium.
⠀
Sampai di toilet, Selva segera menghambur ke salah satu bilik. Ia mengunci diri. Menangis di sana. Menangis ... lama ... sekali.
Selva begitu kecewa. Baru sekali ini ia merasakan aneh di dekat cowok dan ia bertemu dengan cowok itu lagi. Tapi kelihatannya cowok itu berbeda.
Kenapa? Kenapa bukan cowok lain saja yang begitu?
Kenapa harus dia?!!!
⠀
Dua puluh lima menit berlalu.
Selva menenangkan diri.
Kenapa dia seperti ini?
Kenal juga nggak sama cowok itu.
Ia menarik napas sejenak, lalu ingat teman-temannya pasti bingung mencarinya. Mau nggak mau ia harus kembali.
Selva menarik knop pintu.
Tidak bisa dibuka!
Ada apa ini?
Selva mencoba sekali lagi. Lebih keras. Masih nggak bisa kebuka.
Selva mulai panik. Ia bersorak meminta tolong. Tapi tidak ada yang datang. Berkali-kali ia berteriak dan menendang-nendang pintu, tetap saja ia terkurung di sini. Selva mulai menangis lagi. Kali ini bukan karena cowok tadi. Ia ketakutan sekarang. Bagaimana kalau tidak ada seorang pun yang tahu kalau ia masih di dalam. Lalu teman-temannya mengira Selva telah pulang duluan, kemudian mereka meninggalkannya sendirian di sini.
Menjadi tengkorak. Bergentayangan dan menghantui toilet Club.
Khayalan yang buruk!
"Tolooooongg ...!!!" jerit Selva histeris. Kembali menggedor-gedor pintu.
Berharap ada yang mendengar suaranya.
.
.
.
◦•●◉✿❁♥❁✿◉●•◦