Udin si pemuda kampung miskin anak penggali kubur tak pernah menyangka jika dia bisa mendapatkan dua orang wanita cantik di kampungnya. Yang satu Mbak Ida, istri Kang Basari, mandor selep atasannya sendiri, satunya lagi Bu Lurah, istri Pak Lurah, orang nomor satu di Banyuanteng.
Tapi, Udin juga sadar, seperti apa yang dikatakan Sulis tadi malam. Hubungan mereka tak akan bisa kemana-mana. Ida dan Sulis sudah sama-sama berkeluarga. Mereka punya banyak pertimbangan untuk benar-benar menjadi pasangan hidup Udin.
Udin menarik napas panjang.
“Kenapa sih ilmu pelet dari Bapak nggak bisa kena ke gadis perawan? Kalau bisa kan, aku gampang cari istri,” gumam Udin.
Tapi mau gimana lagi. Seperti kata Bapak, ilmu pelet Udin hanya bisa digunakan untuk wanita yang pernah berhubungan badan dengan si mayat yang menjadi sasaran ritual Udin. Dengan begitu, Udin tak akan pernah bisa mendapatkan seorang perawan kan?
Dengan batasan dari ilmu peletnya, Udin hanya bisa mengincar wanita-wanita bekas Haji Imron. Sekalipun Udin sadar sepenuhnya kalau wanita-wanita itu pasti berkualitas tinggi dengan spek di atas rata-rata. Tapi, untuk menjadikan salah satu dari mereka sebagai istri Udin? Bakalan susah, karena kebanyakan dari mereka pastilah sudah memiliki suami.
“Eh? Tunggu?” Udin tiba-tiba tersadar.
“Aku memang nggak bisa dapet gadis perawan untuk kunikahi dengan ilmu peletku, tapi kan aku masih bisa dapat janda.”
Dan saat itulah sosok seorang janda tiba-tiba memenuhi kepala Udin.
Bu Haji.
=====
Widya Ningsih, itu nama asli Bu Haji Imron.
Saat menikah dengan suaminya, umur Widya terpaut hampir separuh dari umur Haji Imron. Tapi itu tak pernah menjadi halangan ataupun membuat Widya menolak pinangan Imron. Siapa wanita yang bakalan menolak pinangan orang terkaya di Banyuanteng?
Untuk bisa membuat Haji Imron bertekuk lutut dan meminangnya, tentu saja Widya memiliki kecantikan jauh di atas rata-rata. Mungkin hanya karena nasibnya terlahir di desa, kalau Widya terlahir di kota, bukan tak mungkin wajahnya berseliweran di layar kaca.
Dengan kecantikan seperti itu, apakah mungkin tak ada seorang pun laki-laki yang mengejarnya? Apakah mungkin saat Imron meminangnya tak ada seorang laki-laki pun yang menjadi kekasih Widya?
Tak mungkin.
Tapi, Widya tak mau melewatkan kesempatan langka untuk cepat kaya yang datang kepadanya. Dia menerima pinangan Imron dan meninggalkan kekasihnya.
Waktu berjalan.
Perlahan tapi pasti, Widya mulai sadar. Sampai kapan pun, semua kemewahan dan kekayaan yang dia nikmati saat itu, hanyalah khayalan semu. Semua itu bukan miliknya. Dan semua itu bisa saja hilang dalam sekejap mata. Karena semua kekayaan itu adalah milik Imron, suaminya, bukan milik Widya.
Sejak itu, tumbuh pikiran-pikiran jahat di kepala Widya untuk bisa menguasai harta Imron. Dan jalan yang dipilih oleh Widya adalah dengan merencanakan untuk menghabisi nyawa suaminya.
Widya lalu mulai kembali berhubungan dengan mantan kekasihnya dulu. Atas nama kenangan masa lalu dan atas nama rindu, dia mulai menjalin hubungan terlarang dengan kekasih lamanya, seorang laki-laki bernama Arya.
Arya sendiri sudah berkeluarga. Kehidupannya juga sudah tertata. Tapi laki-laki mana yang bisa menolak godaan Widya? Ditambah lagi, memang ada cerita masa lalu di antara mereka berdua. Dari sanalah kisah mereka berdua bermula.
Widya yang berhasil merayu Arya, perlahan-lahan mulai memasukkan rencana jahatnya. Dengan memposisikan dirinya sebagai istri yang tak bahagia, Widya mengungkapkan semua kekecewaan atas kehidupan pernikahannya. Arya pun termakan bujuk rayuan Widya.
Salah satu hal yang paling sulit dalam memanipulasi orang lain adalah menyampaikan sebuah gagasan kepada seseorang secara perlahan, terus menerus dan meyakinkan, hingga membuat orang tersebut percaya bahwa gagasan tersebut berasal dari dirinya sendiri. Itulah yang dilakukan oleh Widya.
Widya memanipulasi Arya dengan semua cerita, rayuan dan bujukan yang memposisikan Widya sebagai istri tak bahagia dan teraniaya, hingga membuat Arya merasa bahwa satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Widya adalah dengan menghabisi Imron, suami Widya.
Dan akhirnya, Haji Imron, sang saudagar Banyuanteng, meregang nyawa.
=====
Lina memang hanyalah seorang asisten rumah tangga di keluarga Haji Imron, tapi bagi lingkungan terdekat yang sudah akrab dengan keluarga mereka, pasti tahu soal cerita tentang Lina dan keluarga besar Imron.
Lina tumbuh dan besar di rumah Imron. Orangtuanya dulu bekerja untuk keluarga istri pertama Imron yang bernama Indriani. Saat Indri menikah dengan Imron, keluarga Lina ikut tinggal dengan keluarga Imron. Karena itulah Lina tumbuh besar di rumah keluarga Haji Imron.
Lina sendiri sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Indri. Wanita itu, membiayai semua biaya sekolah Lina dan bahkan tak membeda-bedakan perlakuan yang dia berikan kepada Lina dengan anak kandungnya sendiri. Ketika Indri meninggal dunia, Lina adalah salah satu orang yang paling terpuruk dan sedih atas kematiannya.
Namun apa pun ceritanya, Lina masih berstatus sebagai keluarga asisten rumah tangga di keluarga Haji Imron. Apalagi sejak kepergian Indri dan Widya mulai berusaha menguasai semua urusan rumah tangga Imron, Lina tersisihkan. Dari sanalah perseteruan antara Lina dan Widya bermula.
Kecerdasan seseorang sama sekali tak ada hubungannya dengan status sosial. Lina adalah contohnya. Dia gadis yang cerdas. Sejak kedatangan Widya di dalam keluarga Haji Imron, Lina sudah menduga motif Widya. Saat Indri meninggal dunia, Lina bahkan nekat menemui Haji Imron dan mengatakan semua kecurigaan yang ada di kepalanya tapi sama sekali tak mendapatkan tanggapan dari si kepala keluarga.
Sejak itu, Lina patah semangat. Dia tahu, cepat atau lambat, Imron pasti akan menyusul Indri. Dan dugaannya terbukti.
Lina pernah memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah keluarga Haji Imron, tapi dia mengurungkan niatnya. Lina tahu, tanpa dirinya, Widya akan mendapatkan semuanya seperti yang dia rencanakan. Apalagi dengan kondisi anak-anak Haji Imron seperti sekarang. Tak akan ada yang bisa menghentikan Widya.
Imron memiliki dua orang anak dari pernikahan pertamanya dan seorang anak dari pernikahan keduanya. Anak pertama Imron seorang gadis yang berusia beberapa tahun lebih muda dari Lina, sedangkan anak keduanya adalah seorang bocah yang masih duduk di bangku kelas dua SMA. Anak ketiga Imron dari pernikahannya bersama Widya masih berusia balita. Mereka bertiga tentu saja sama sekali tak berarti apa-apa di mata Widya.
Selain keluarga inti Haji Imron, masih ada lagi sanak saudara yang memang jumlahnya puluhan, termasuk adik kandung Imron yang menjadi Lurah Banyuanteng. Tapi di mata hukum, mereka tak memiliki hak apa-apa atas kekayaan Imron. Satu-satunya yang mereka bisa lakukan adalah dengan tetap melanjutkan kehidupan seperti sedia kala dengan mengandalkan sokongan keuangan dari Haji Imron yang kini dikelola oleh Widya.