PENTINGNYA MISS LALA BAGI TUAN BIRU

1012 Words
Memang tadi Hasto masuk bersamaan dengan seorang anak yang berjalan sendirian turun dari mobil di dekat mobil Hasto, jadi Hasto membarengi anak tersebut membuat satpam mengira Hasto mengantar anak itu. Semua satpam tahu mereka salah, karena mereka langsung dilaporkan oleh Adnan pada Biru. Adnan adalah penanggung jawab yayasan dia tangan kanan Biru, dia spy dari Biru sehingga yang melawan Adnan adalah melawan Biru secara tidak langsung. Itu semua orang tahu. Selama ada Pelangi Adnan ditugaskan Biru menjadi sopirnya Pelangi. Bisa dibayangkan betapa pentingnya sosok Miss Pelangi bagi Tuan Biru maupun Tuan Senja. Itu yang mereka tahu karena selevelnya Adnan saja turun gunung untuk menjadi sopir dari Pelangi. Itu adalah suatu penghargaan yang tak terhingga, karena kalau hanya tutor tuan Senja saja, tak mungkin Biru sedemikan menjaga miss Lala atau miss Pelangi. Jadi miss Pelangi itu memang sangat berharga buat Tuan Biru dan Tuan Senja. Itu pendapat para pegawai di sana. Bahkan sekarang ketua yayasan juga tidak berani macam-macam sama Pelangi mengingat bagaimana Adnan ditugaskan oleh Biru untuk menjadi sopir. Hanya Pelangi yang tidak tahu siapa Adnan sesungguhnya. Pejabat tinggi yayasan pusat mau menjadi sopirnya itu sudah terlalu hebat dan tak ada yang berani mengatakan pada Pelangi siapa Adnan sebenarnya. Kalau mereka memunculkan hal itu pasti konsekuensinya bertemu dengan Biru secara langsung. Mereka akan mendapat teguran dari Biru, teguran dari Biru itu levelnya lebih tinggi dari SP. Jadi mereka sama sekali tak berani melawan Biru karena Biru lah pemilik yayasan yang sebenarnya. Bahkan satpam sekali pun sudah diberitahu oleh Adnan, termasuk semua pengurus yayasan sudah diberitahu tidak boleh memberitahu Pelangi siapa pemilik yayasan karena pesan pak Biru seperti itu. Pelangi masuk bukan atas rekomendasi Biru. Biru juga tidak tahu tentang Pelangi sebelum Senja ingin jadi muridnya Pelangi. Selama ini guru-guru pun tidak mengistimewakan Senja karena dia anak pemilik yayasan, tapi mengistimewakan karena Senja sering seperti anak autis padahal karena dia indigo. “Ada apa kamu datang lari-lari seperti itu?” tanya Ani teman satu ruangan Pelangi yang telah tiba lebih dulu. “Enggak apa-apa, ngelihat cacing saja jadi kaget, terus aku lari terbirit-b***t,” kata Pelangi. “Ih aku juga jijik sama cacing. Aduh aku bisa lari terbit-b***t kalau lihat cacing,” jelas Ani. “Itulah mengapa aku langsung lari, kayaknya bagaimana gitu ,”kata Pelangi. “Eh tadi pagi kamu sudah ditunggu oleh pak Utkas tuh, ngomel saja karena nunggu kamu enggak datang-datang.” “Mau ngapain sih? Aku sudah berkali-kali nolak loh, kayaknya pengen aku jitak juga tuh orang,” balas Pelangi kesal. “Kenapa sih kamu nggak coba saja jalan sama dia. Banyak loh yang naksir dia, kamu malah nolak,” Ani berupaya memberi saran. Tak ada yang tahu status Pelangi yang janda anak satu karena kasusnya sudah lama tenggelam sehingga taka da yang memperhatikan kalau dia janda seorang anak pengusaha besar. “Ya silakan saja yang naksir sama dia suruh jalan sama dia. Aku kan nggak naksir ngapain aku jalan sama dia? Wajar kalau aku nolak wong aku nggak naksi Utkas,” jawab Pelangi. “Atuh kalau kamu naksir Utkas, kamu ambil saja. Aku nggak apa-apain dia koq, dia masih segelan kalau dari aku kok.” “Ngomong saja aku males sama dia. Aku baik, awalnya kan aku pikir okelah kita satu profesi dalam atap yayasan yang sama. Tapi kalau lama-kelamaan kok kayak gitu, aku kan nggak suka,” Pelangi jujur mengatakan tak suka pada utkas, guru muda tampan yang mengajar di SD, kebetulan Gedung SD bersebelahan dengan Gedung PAUD dan TK yayasan ini. “Dan rasanya kok kayaknya dia maksa banget gitu loh. Jadi aku makin ilfil kan sama dia,” jelas Pelangi selanjutnya. “Jujur kalau wajah aku suka lihat dia ganteng, sudah oke kan menang dia. Terus kalau kemapanan standar lah. Kita tahu berapa gaji guru di sini. Gaji guru di sini kan bukan ditentukan oleh tingkat level sekolahnya jadi bukan guru SD gajinya lebih tinggi dari pada guru TK atau guru SMA lebih tinggi dari guru SD.” “Kalau di yayasan ini kan tergantung berapa lama masa kerja, juga tergantung ijazahnya. Semua standar, yang membedakan nanti ditambah bonus jam mengajar juga tingkat kesulitan mengajar. Itu yang membuat guru SMA tentu lebih besar, karena pola mengajar mereka beda dengan pola yang kita terapkan, tapi kalau insentifnya lebih tinggi guru TK karena tanggung jawab kita lebih besar untuk anak-anak kecil.” “Yayasan kan mengatur sedemikian rupa. Jadi aku tahu lah standarnya penghasilan Utkas seberapa. Nggak bakal kita hidup kekurangan dengan incomenya tanpa kita bekerja sekali pun. Dibilang pas juga enggak, tetap berlebih sedikit. Cuma kalau untuk kelakuannya memang bikin aku ilfil. Sudah kamu tolak berapa kali, dia tetap ngotot begitu. Seakan nggak punya malu,” tukas Ani. “Padahal jelas-jelas banyak guru-guru yang menyukai dia dan akhirnya penyuka Utkas benci kamu. Mereka pikir kamu yang bikin Utkas itu menolak mereka. Padahal kamunya sama sekali ngobrol saja nggak mau.” “Aku bahkan sering kasih tahu guru-guru SD yang menyukai dia, bahwa kamu sama sekali nggak suka sama Utkas, jadi jangan dianggap saingan, dan kamu jangan dibenci. Tapi ya namanya mereka jealous mau diapain lagi?” rupanya diluaran Ani membela Pelangi diam-diam. “Aku masa bodo lah, aku nggak butuh kok orang-orang seperti itu. rasanya sudah eneg saja. Mereka enggak bisa menggapai burung diatas pohon, menyalahkan tangga yang tak mau mereka gunakan,” entah bagaimana Pelangi malah menggunakan personifikasi seperti itu untuk para pemuja Utkas yang malah jadi membencinya. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Waduh Bu, apa enggak bahaya? Kalau saya nggak bisa Bu. Kalau siswa yang ditunggu okelah, kalau yang dijemput misalnya seperti biasanya Senja, dia kan yang jemput datangnya 10 atau 15 menit sebelum waktu pulang Bu. Kalau kita pulangkan sekarang murid-murid yang tidak dijemput bagaimana Bu? Kita bertanggung jawabnya berat loh,” kata Pelangi pada kepala sekolah TK, saat mereka diberitahu akan menengok Pak Tara dan siswa dipulangkan. Mereka semua bicara dengan zoom meeting, tidak meninggalkan kelas masing-masing. “Benar seperti yang miss Lala katakana. Kalau kita mau menengok Pak Tara kenapa nggak nunggu siswa pulang saja? pak Tara bukan di rumah sakit biasa, kalau di VIP atau VVIP jam kunjung kapan saja bisa.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD