Kecerobohan Fatal

1081 Words
Falisa mengangkat kedua tangan ke atas untuk merenggangkan otot-ototnya yang terasa pegal. Pesawat yang mereka naiki akhirnya tiba di Bali setelah melewati perjalanan panjang. "Segarnya udara Bali," ucap Falisa riang, dia lupa bahwa di sampingnya ada sosok Juan yang kini memicingkan mata tampak tak suka. "Jangan bersikap norak yang akan mempermalukan saya." Falisa mendengus dalam hati seraya memutar bola mata. Mengumpat berbagai perkataan kasar yang ditujukan pada Juan yang menurutnya sangat cerewet dan arogan. Tapi tentu saja kata-kata umpatan itu hanya berani dia ungkapkan dalam hati, tidak berani dikatakan langsung. "Baik, Pak. Saya akan menjaga sikap saya selama di sini," sahut Falisa bersikap seramah mungkin walau sebenarnya dia tengah mati-matian menahan diri agar tidak meledak-ledak memarahi Juan yang sejak di dalam pesawat terus saja mengoceh. Juan tak mengatakan apa pun lagi, pria itu berjalan tegak sambil menyeret koper besarnya, tapi tiba-tiba dia menghentikan langkah, membuat Falisa yang berjalan di belakangnya turut menghentikan langkah. "Kenapa, Pak?" tanya Falisa heran melihat sang CEO yang tiba-tiba berhenti berjalan. "Ini, kau bawakan koper saya." Falisa melongo melihat Juan yang meletakkan kopernya begitu saja, sedangkan dia berjalan pergi tanpa merasa bersalah sedikit pun atau mengajak Falisa. "Huh, apa-apaan dia ini. Padahal seorang pria tapi malah menyuruh wanita membawakan kopernya. Yang ada seharusnya dia yang membawakan koperku. Lagi pula ini kan bukan salah satu tugasku sebagai karyawannya. Aku bukan pelayannya." Falisa menggeram dalam hati, benar-benar kesal pada sikap Juan yang seenaknya dan keterlaluan ini. "Hei, cepat jalan. Jangan lamban kau, ya!" Awalnya, Falisa ingin mengabaikan koper itu, tapi karena mendengar teriakan Juan yang lagi-lagi marah-marah padanya, Falisa pun memilih mengalah. "Baiklah, ini terakhir kalinya aku bersedia melakukan sesuatu yang bukan tugasku." Dengan terpaksa Falisa pun menarik koper Juan sehingga kedua tangannya kini memegang koper. Tangan kanan memegang kopernya sendiri sedangkan tangan kiri memegang koper Juan. Gadis itu pun berlari kecil untuk mengejar Juan yang sudah berjalan jauh di depannya. Langkah pria itu begitu cepat sehingga Falisa harus dengan bersusah payah agar bisa mengimbanginya. Setibanya di depan bandara, rupanya sudah ada sebuah mobil yang menunggu mereka. Melihat Juan masuk ke dalam mobil itu tanpa ragu, Falisa pun mengikutinya. Kini mereka berdua sama-sama duduk di kursi belakang, membuat Falisa gugup karena baru sadar seharusnya tadi dia duduk saja di depan, tepat di samping sopir. Huh, ternyata duduk di samping Juan benar-benar membuatnya gugup. Karena tak ingin memikirkan dirinya yang sedang duduk di samping Juan, Falisa pun mencoba mengalihkan perhatian dengan menatap sekeliling. Hamparan pantai yang luas kini memanjakan indera penglihatannya, tanpa sadar Falisa memekik riang karena ini pertama kalinya dia mendatangi kota Bali yang terkenal dengan keindahan pantainya. "Wah, indah sekali pantainya. Pasti menyenangkan berjemur di sana atau berjalan-jalan di pinggir pantai. Ah, menyelam atau melakukan surfing juga sepertinya tidak buruk." Falisa mengoceh tanpa sadar, lagi-lagi lupa bahwa yang duduk di sampingnya adalah seorang Juan Mario Luther yang tak suka pada orang-orang berisik yang banyak bicara. "Apa kau tidak mengerti bahasa saya tadi?" "Eh, iya. Kenapa, Pak?" tanya Falisa polos karena belum menyadari kesalahannya. "Saya bilang jangan bersikap norak. Jangan mempermalukan saja di negara orang. Paham?" Seketika Falisa pun memasang raut cemberut di wajahnya dan seperti biasa melontarkan kata-kata umpatan kasar untuk Juan dalam hati. "Iya, Pak. Maafkan saya." Juan mendengus dan alih-alih menjawab permintaan maaf Falisa, dia justru membuang muka ke arah lain, tak peduli. Keheningan pun melanda di dalam mobil hingga mereka akhirnya tiba di sebuah villa yang sudah disiapkan untuk mereka menetap selama berada di Bali. Villa itu cukup besar, terdiri dari dua lantai dengan halaman yang cukup luas. Yang membuat Falisa memekik girang karena ada kolam renang juga di bagian belakang villa tersebut. Karena tak ingin dimarahi Juan lagi, Falisa pun memendam rasa senangnya dalam hati, hanya saja sudah berencana akan berenang di kolam renang itu di saat santai nanti. Bahkan Falisa sudah menyusun rencana dirinya harus menyempatkan diri berjalan-jalan di sekitar pantai sebelum meninggalkan kota itu. "Kamar saya di lantai atas dan kamarmu di lantai bawah. Jangan pernah naik ke atas jika tidak saya suruh. Mengerti?" Dengan cepat Falisa mengangguk-anggukan kepala. "Baik, Pak. Saya mengerti." Juan melangkah menaiki anak tangga karena dirinya ingin beristirahat sejenak sebelum harus mengikuti pertemuan penting dengan rekan bisnis sebentar lagi. Sedangkan Falisa seolah tak mengenal kata lelah, gadis itu tengah berjalan-jalan mengelilingi villa. Melihat-lihat setiap ruangan yang ada di villa tersebut. "Wah, hebat. Ada tempat gym juga ternyata," ucapnya saat membuka pintu sebuah ruangan dan ternyata di dalamnya sudah tersedia peralatan untuk berolahraga. "Villa ini bagus dan fasilitasnya lengkap, pasti harga sewanya mahal sekali. Beruntung sekali aku bisa menginap di sini. Aku juga bisa jalan-jalan dan menikmati keindahan kota Bali yang terkenal itu." Falisa terus bergumam sendirian, mengutarakan rasa senangnya karena mengunjungi negara lain. Apalagi itu kota yang terkenal dengan keindahannya sebagai salah satu tempat wisata terkenal di dunia. Falisa terus berjalan-jalan mengelilingi villa hingga dia lupa diri. Ketika kembali ke dalam villa, Falisa memekik terkejut karena dia melupakan koper Juan yang dia letakan sembarangan di dekat tangga. "Ya ampun, bagaimana ini? Aku melupakan koper Pak Juan." Falisa panik bukan main, dia takut Juan marah karena kecerobohannya ini. "Aku antarkan saja ke kamarnya daripada nanti dia marah lagi padaku." Falisa sudah mengambil keputusan itu. Dia membawa koper itu sambil kakinya menaiki satu demi satu anak tangga menuju lantai atas. Hingga dia pun tiba di depan sebuah daun pintu yang dia yakini merupakan pintu kamar Juan. Falisa mencoba mengetuk pintu yang dalam kondisi tertutup itu, tapi tak ada yang menyahut meskipun dia sudah mengetuk sebanyak empat kali. "Kenapa Pak Juan tidak membuka pintunya, ya? Mungkin dia sedang tidur. Ah, ini kesempatanku meletakkan koper ini selagi dia tidur agar dia tidak tahu tadi aku lupa mengantarkannya." Dengan sangat perlahan, Falisa pun membuka pintu yang ternyata dalam kondisi tidak terkunci. Ternyata benar Juan sedang tidur karena Falisa melihat pria itu merebahkan tubuh di ranjang. Terlihat sedang tidur pulas karena Juan meletakan lengannya di atas kening sehingga menutupi kedua matanya. Falisa tak bisa melihat Juan sedang tertidur atau tidak. Falisa berjalan dengan hati-hati saat masuk ke dalam kamar Juan karena tak ingin menimbulkan suara sedikit pun. Dia pun meletakan koper Juan tak jauh dari ranjang. Namun, betapa terkejutnya Falisa karena saat dia akan melangkah pergi, Juan tiba-tiba berkata .… "Kau ini bodoh atau bagaimana, padahal sudah jelas tadi saya mengatakan jangan naik ke lantai atas jika saya tidak menyuruhmu untuk naik?" Detik itu juga Falisa meneguk ludah. Sial, dia melupakan hal itu. Dan sekarang entah akan bagaimana nasib Falisa yang tertangkap basah masuk ke kamar sang CEO tanpa permisi? Serta sudah melanggar perintahnya?

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD