Kasus 3 - Pemuja Jari (1)

1249 Words
Komandan Sugi melempar berkas ke meja dengan kesal. Ory, Rose, dan Bobby tersentak, sementara Raon hanya santai tak menunjukkan reaksi yang berarti. "Bisa-bisanya kalian bertindak sendiri tanpa lapor ke markas, kalian lagi di skors, siapa yang suruh kalian keliaran sampe ngikutin penjahat!" suara Komandan Sugi menggema memenuhi ruangan. "Kita kan gak maksud diculik, Pih. Lagian kan kita juga gak kenapa-napa," Rose yang merupakan putri kesayangan Komandan Sugi bicara mewakili Ory dan Bobby. "Yah, ini untungnya gak kenapa-napa. Kalau nasib apes gimana? hengpon kamu yang satu udah Papih sita ya, jangan sampe Papih sita yang satunya lagi," "Yaelah, kalau mau sita ya sekalian aja dua-duanya, kenapa pake dicicil coba," Raon nyeletuk, membuat Komandan Sugi menghela nafas berkali-kali. "Raon, sebagai Kapten Tim ..." "Mas, berisik tau gak. Mereka anggota tim gua. Gua yang bakal kasih peringatan. Mas gak perlu capek-capek tereak. Hipertensi baru tau," "Heh, Cecunguk, lu juga sama aja. Lu pergi sendiri tanpa komunikasi ke markas. Lu pikir lu detektif freelance, ha?!" "Ya udah. Kalau gitu, kasih SP (Surat Peringatan), aja. Susah amat. Udah ah, gua mau cabu ke ruang otopsi. Kasus yang hari ini bukan kasus kecil. Mas duduk diem aja, kalau udah dapet nanti kasih info. Kalau mau kasih SP taruh aja di meja gua suratnya. semuanya, yok bubar!" "Aye, Kapten!" Bobby menjawab dengan cepat. "Suara lu udah balik? gua kira lu mendadak bisu, abis diculik." "Bobby Shodakoh, saat ini sudah melewati fase kritis dengan bangga. Terimakasih atas perhatian Kapten!" "Fase kritis, baru juga diculik bentaran. Lemah banget luh," "Masalahnya dia dapet perlakuan luar biasa pas diculuk, Awkwkwkwk," Rose cekikikan mengingat insiden diciumnya Bobby oleh penculik. "Heh, jangan diingetin bisa, gak?" Bobby menatap Rose dengan kesal, dan mulai mual kembali. "Sudah. Kalian semua kembali ke ruangan. Jangan kemana-mana sebelum perintah dari gua!" Raon bergegas keluar dari ruangan Komandan Sugi. Yang lain mengikuti satu persatu. "Woy, sebenarnya yang pangkat lebih tinggi gua apa dia, sih. Kenapa jadi dia yang ngatur?" Komandan Sugi menghela nafas untuk kesekian kalinya melihat Unit Lima yang susah diatur, "Kaptennya aja udah susah banget dibilangin. Ternyata anggota timnya sama aja. Tapi ... gua gak salah denger, kan? si Raon bilang "Tim Gua?", wah ... berarti dia udah bisa nerima manusia-manusia absurd itu jadi bagian tim? luar biasa nih, perkembangannya Raon." Kapten Sugi sedikit takjub dengan perubahan Raon. Selama ini Raon bahkan tidak mau bekerjasama walau menangani kasus berat sekalipun. Selama empat tahun, dia tak pernah punya partner kerja. Dia membenci semua orang, bukan karena dia menyebalkan, hanya saja dia tak mau kejadian empat tahun lalu, terulang kembali. Sementara itu, tiga anggota Unit Lima berada di markas mereka setelah Raon pergi untuk ke rumah sakit kepolisian. Raon tak sabar menunggu hasil otopsi jasad yang mereka temukan, da memilih untuk langsung memeriksa ke rumah sakit. "Ih, tumben tadi si Caplang belain kita. Abis dari ruangan Papih, dia langsung pergi gak ngamuk-ngamuk dulu. Pas berantem ama penculik tadi, kepalanya ada kebentur gak sih, Ry?" Rose tak habis pikir. Mengingat dia sangat mengenal Raon, dan Raon yang tadi dia lihat di ruang Komandan Sugi, adalah versi yang berbeda dari Raon yang selama ini dia kenal. "Hmm, mungkin Kapten Caplang emank baik, Mak. Tadi aja dia datang nyelamatin kita," Mendengar ucapan Ory, Rose menggeleng sambil menggerakkan jari telunjuknya. Dia lalu menunjuk meja Raon dan membuat tanda silang di dahi. Dengan kata lain dia menyebut Raon gila. Ory hanya tersenyum. Hatinya kini merasa aneh. Suara lembut Raon saat menenangkannya yang ketakutan terus berputar otomatis di kepalanya, "Wadoh. Kok suara Kapten yang nenangin gua terngiang-ngiang mulu, sih? kayak suara masa depan gituh. Wah, gawat nih, mati gua, mati!" *** "Lu emank gak sabaran ya, tiap kali gua otopsi mayat, lu selalu aja mantengin, dah kayak pengawa gua tau, gak." Dokter Indra. Dokter ahli patologi forensik yang biasa mengurus otopsi ini begitu jengah jika harus meng otopsi jasad dari kasus yang ditangani Raon. Raon sangat tidak sabar, mungkin jika dia bisa, dia yang turun tangan sendiri membedah mayat untuk mencari penyebab kematian, agar dia bisa segera melanjutkan kasus. "Mas Indra. Tau sendiri kan, gua itu gak suka yang lama-lama. Gimana hasil penyelidikannya, udah ketemu yang janggal?" Raon memperhatikan jasad wanita yang memucat di depaannya tersebut. "Meriksa beginian juga butuh waktu, bangsul. Gak langsung instan aja kayak lu masak mi. Tuh liat sendiri," Dr. Indra menunjuk kearah luka yang berada di perut dan d**a jasad tersebut. "Ini penyebab kematiannya?" "Hmm, liat lukanya. Bukan luka tanpa kesengajaan." "Ini ...." Raon memperhatikan dengan detik luka yang ada di perut kiri dan kanan tersebut, "Ginjal?" Raon menatap Dr. Indra, untuk memastikan. Dr. Indra mengangguk, "Penyebab kematiannya karena pendarahan parah. Ginjalnya hilang. Keduanya. Hatinya juga hilang, matanya pun sama. Mungkin ... karena paru-parunya tak berfungsi dengan baik, maka tidak diambil. Melihat dari retakan di bagian belakang kepala, korban dipukul benda tumpul dan tak sadarkan diri sebelum dibedah. Perkiraan kematian ... seminggu yang lalu." "Perdagangan organ," "Sepertinya. Kalian yang lebih tau. Tugas gua cuman ngebedah dan udah selesai. Sekarang bisa angkat kaki? gua gedeg banget liat muka lu. Serius." "Sialan. Perdagangan organ makin menjadi aja. Sekarang pake bunuh orang," gumam Raon sambil menyentuh dagunya. "Oh iya, gua denger lu punya tim baru. Gimana, cocok ama mereka?" tanya Dr. Indra, setelah melepas sarung tangannya. "Hah, apaan. Ancur yang ada. Mas Sugi bukan ngasih gua tim. Tapi mau ngehukum gua. Ngasih tim kok yang gak jelas gitu. Sampe anaknya sekalian dimasukin, dasar nepotisme." "Hahaha, sabar aja. Setidaknya lu punya temen. Nanti juga bakal akur." "Bodo, ya udah gua cabut. Kalau ketemu hal lain lagi, infoin ya," "Sip, beres." *** Raon mondar-mandir seperti setrika di ruangnya. Sementara tiga anggota lain menoleh ke kiri dan ke kanan sesuai langkah Raon. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu sejak tadi. Begitu tiba, dia langsung tampak berpikir serius, bahkan dia tak sempat duduk di kursinya. "K-Kapten. What happen? masih marah ama kita karna kasus semalam ya? don't angry, Kapt. Kit gak bakal gegabah lagi. Untuk ke depannya, kita bakal ikutin semua perintah Kapten," Bobby menyenggol Rose agar ikut bicara pada Raon. "Apaan sih lu, sana. Jangan deket-deket gua," bisik Rose sambil menatap Bobby kesal. "Ngomong donk ama Kapten," "Lah kenapa harus gua?" "Kan elu yang paling kenal dia. Gak liat tuh, dia udah kayak setrika. Ntar kalau kepalanya oleng, gimana?" Bobby menyenggol Rose beberapa kali lagi. Rose yang kesal lalu menjitak kepala Bobby, "Jangan ganggu gua. Gua gak mau ngomong!" mendapat jitakan dari Rose, Bobby akhirnya bergeser menjauh. "Aduh, gua harus ngomong apa yak. Kok suasana kayaknya tegang amat," Ory kebingungan. Dia menunduk, lalu menatap jari-jarinya yang lentik, "Pusing dah, diam aja kali ya," "Perhatian, ini Maudy dari call center, tim yang standby. Ada penyanderaan dan perampokan di rumah warga. Komplek Nirvana, jalan Soekarno Hatta. Tersangka dua orang, dan bersenjata. Diulangi ..." "Itu zero code. Kita harus ..." Ory terdiam karena Rose menggeleng ke arahnya. Sore memberi tanda dengan melirik Raon yang dari tadi masih sibuk mondar-mandir. "Sekali lagi. Unit yang standby. Terjadi perampokan dan penyanderaan. Tersangka bersenjata. Korbang adalah seorang ibu dan dua anak perempuan ..." "Kapt, kayaknya gak ada unit yang standby kecuali kita. Tapi ... kita ...." Bobby menggaruk kepalanya uring-uringan, "Kapt, kita boleh pergi, gak?" Raon mondar-mandir beberapa kali lagi, lalu berhenti menatap ketiga anggota timnya, "Dengar. Ada sandera dan peramponya bersenjata. Sudah pasti ini berbahaya. Tak ada yang boleh bergerak tanpa seizin gua. Kalo kalian ngelanggar, kalian gua skors!!" ucap Raon sambil melempar kunci mobil ke arah Rose. Rose menangkap kunci tersebut, lalu terdiam sejenak, "Ini ... maksudnya apaan?" "Lu bisa bawa kita ke lokasi dalam tujuh menit?" To be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD