BAB 4

1236 Words
Hari kedua Nicholas kembali terbangun di kamar yang sama dengan luka berdenyut yang semakin kaku menusuk perutnya, sepertinya dia justru tidak bisa bergerak samasekali hari ini, mungkin efek dari pembengkakan membuat lukadalamnya ikutnmeradang. Berulang kali Nicholas hanya bisa meringis menahan rasa berdenyut yang luarbiasa, Nicholas coba untuk berbaring diam dan memejamkan matanya berharap bisa sedikit mengalihkan perhatiannya dari rasa sakit tersebut. Nick coba kembali mengingat bagaimana tiba-tiba dirinya mendapatkan luka mengerikan yang seolah beracun itu, ingatan terakhirnya dia sedang berlindung di bawah pohon cemara gunung di dekat lereng saat tiba-tiba sesuatu yang menyengat menembus sisi tubuhnya dan dirinya mulai kehilangan kesadarannya sejak saat itu.   Taklama dua orang pelayan kembali datang tanpa mengetuk pintu, mereka membawa ember berisi air hangat dan langsung mulai menyeka tubuhnya. Nicholas tidak banyak protes karena rasanya untuk bernafas saja otot perutnya serasa ikut tertarik. Kedua pelayan itu juga membantunya bertukar pakaian, Nicholas yang biasa hidup di layani sudah cukup terbiasa dengan para pelayan di sekitarnya, karena itu dirinya sudah tidak merasa terganggu sama sekali.   Setelah selesai berpakaian, pelayan lain kembali datang membawa nampan makanan, dan menawarkan Nicholas untuk makan sendiri atau di suapi karena pemuda itu sepertinya masih kesulitan untuk bangkit dan duduk. Nicholas meminta pelayan itu meletakkan makanannya di samping meja yang dekat dengan tempat tidurnya, Nick memang belum terlalu bernafsu untuk mengisi perutnya dengan makanan apapun, rasa berdenyut di perutnya masih sangat menyiksa dan membuatnya sulit tidur selama dua malam ini.   "Di mana Lady Elizabeth? " tanya Nick tiba-tiba.   "Nona kami masih memanah di halaman, apa ada sesuatu yang Anda ingin sampaikan ke nona kami, Tuan? "   "Tidak, kalian bisa pergi."   Pelayan itu mengundurkan diri, kemudian menutup pintu dengan suara ringan, Nicholas masih bisa mendengar suara langkah pelayan itu saat berjalan meninggalkan lorong. Hal sepele yang mulai Ia perhatikan adalah tanda jika Nicholas mulai bosa setelah beberapa hari hanya berbaring seperti orang tak berguna.   Kenapa Lady Elizabeth tidak pernah mengunjunginya lagi? Atau mungkin Nicholas yang terlalu gembira saat itu? sampai tidak pernah berpikir bahwa bukannya tidak mungkin sang Lady adalah wanita bersuami. Pemikiran itu seketika membuat perut Nicholas mual, beruntung tak lama pintu kamarnya kembali terbuka, dan Nicholas mendapati wanita berambut merah yang mulai di rindukannya itu sudah berjalan menghampirinya. Kulit lembutnya yang cerah nampak merona di hiasi senyum ceria saat menyapanya sambil berjalan.   "Kudengar Anda tidak mau memakan makanan Anda beberapa hari ini, Tuan?" senyum sang Lady yang sempat mengembang tiba-tiba berubah cemberut.   "Panggil aku, Nick," protes Nicholas.   "Baiklah, Nick, bagaimana jika aku yang menyuapimu?" entah bagaimana hal itu terdengar begitu mudah di ucapkannya.   Nicholas masih terkejut saat sang Lady sudah lebih dulu mengambil mangkuk sup dari meja kemudian duduk di tepi ranjang di depannya.   "Sungguh Anda tidak perlu melakukannya My Lady," Nick merasa kikuk dan bodoh dalam waktu bersamaan.   "Aku senang melakukannya," jawab sang Lady membuat Nick tidak bisa menolak saat gadis muda itu mulai menyuapkan suapan pertamanya, Nick membuka mulutnya pelan saat Lady Elizabeth dengan begitu telaten menyuapkan sup hangat itu.   Selanjutnya Nick nampak penurut sampai akhirnya dia cukup berani untuk menggenggam tangan sang Lady, "Terimakasih, Lizzy."   Meski terkejut dengan tindakan Nicholas tapi Lizzy tidak menolak. Perasaan hangat seperti menguap memenuhi atmosfer di antara mereka berdua, bibir lembut Lady Elizabeth yang sedikit terbuka benar-benar mengundang rasa penasaran Nicholas untuk menyentuhnya.   Lizzy merasakan ujung ibu jari Nicholas membelainya lembut, sambil menatapnya dengan hangat.   "Lizzy, bolehkah aku benar-benar merasakanya? "   Bisa di bilang itu pertanyaan yang sangat berani, tapi Nicholas Satanley memang kadang kurang beradap dalam dalam mengoda wanita.   Lizzy mengangguk dan Nick menarik wanita itu untuk lebih condong pada dirinya sehingga membuat posisi Lizzy sedikit berada di atasnya, karena Nicholas sendiri belum bisa bangkit dari tempat tidur.   "Maaf, My Lady, Lord Lockwood sudah kembali," kata sang pelayan yang mungkin juga terkejut melihat apa yang sedang dilakukan Nonannya.   Lady Elizabeth sudah duduk di atas tubuh Nicholas dengan sembrononya, dan bodohnya mereka baru sadar ternyata membiarkan pintu kamar terbuka lebar dari tadi. Lizzy juga agak malu saat menyapu bibirnya, "Maaf, Nick, aku harus pergi."   Seperti tiba-tiba lupa cara bernafas Nicholas masih tak begeming bahkan sampai Wanita itu benar-benar pergi.   Nick baru sadar, mungkin dirinya baru saja mencium wanita yang sudah bersuami. Nick coba kembali menyentuh bibirnya sendiri yang bahkan masih terasa manis.   Nicholas mulai mengumpat berulang kali karena telah membiarkan dirinya menyukai wanita bersuami. Itu adalah hal yang paling ia kutuk seumur hidupnya!   ********   Satu minggu berlalu, bahkan Nicholas sudah bisa turun dari tempat tidurnya sendiri tanpa bantuan pelayan, tapi Lady Elizabeth benar-benar tidak pernah muncul lagi. Jujur Nick sangat ingin bertanya pada salah satu pelayan tapi dia khawatir jika kejadian tempo hari dengan sang Lady sudah jadi gosip murahan yang di ceritakan para pelayan di dapur.   Seberengsek apapun Nicholas, dia tetap tidak akan merendahkan dirinya dengan wanita bersuami.   Saat berjalan mendekati bingkai jendela Nicholas mulai sadar sebesar apa bangunan yang menyerupai kastil tersebut. Siapapun tidak akan tau jika sang Lady ingin menyembunyikan siapapun dari suaminya....   Nicholas kembali ingin mengumpat, dan memaki nasibnya. Menjadi simpanan istri bangsawan adalah hal menjijikkan bagi Nicholas, dia tidak akan melakukan hal macam itu meskipun tawaran macam itu sering sekali datang padanya selama ini, bagaimanapun wanita lajang lebih bermartabat untuk di tiduri dari pada para wanita bersuami.   Nicholas berusaha untuk bisa berjalan dengan normal selama beberapa hari ini, dia ingin segera kabur jika bisa. Mungkin karena terlalu memaksakan diri hingga akhirnya bekas luka yang belum sempurna tertutup kembali terbuka dan mengalami pendarahan. Nicholas berusaha menekan bekas luka yang terus berdarah tersebut dengan bibir mengejang, dia coba meremas otot perutnya yang berdenyut karena Nicholas tetap tidak ingin berteriak meski bibirnyapun sudah semakin pucat. Darahnya mulai berceceran di sepanjang lantai lututnya terasa kebas dan lemas sampai akhirnya tubuh besarnya ambruk.   *****  Nicholas masih mengigau menyebutkan beberapa nama.   Lizzy ikut membantu pelayannya mengompres tubuh Nicholas, saat pemuda itu kembali menyebut nama seorang wanita.   "Nona biar kami saja yang melakukannya," kata salah seorang pelayannya.   "Tidak," tolak sang Lady masih tak bergeming, memeras kembali kain basahnya dan menekannya pada dahi Nicholas yang masih merancau.   "Demamnya sangat tinggi, cepat kalian panggil dokter lagi!" perintah Lady Elizabeth menunjuk beberapa pelayannya agar segera pergi.   Dua hari lalu salah seorang pelayannya menemukan Nicholas yang sudah sepucat kapas tergeletak di lantai dengan genangan darah membasahi kemejanya, siapapun tak menyangka jika pemuda itu masih selamat . Setelah sempat kejang dan demam yang begitu hebat ternyta pemuda itu memang masih bertahan.   Lizzy kagum dengan semangat hidupnya yang luar biasa dan tanpa sadar gadis itu mulai meneteskan air mata tiap kali mengusap wajah Nicholas yang penuh keringat dingin.   "Bangunlah, Nick, bangunlah ... " Lizzy kembali membelai bibirnya yang pucat menciumnya beberapa kali meski sepertinya pemuda itu tidak akan bisa merasakannya.   "Nona, biarkan dokter Morel memeriksanya dulu."   Pelayannya sudah datang bersama dengan dokter yang selama ini menangani Nicholas.   Lizzy membiarkan dokter Morel kembali memberi suntikan untuk Nicholas, "Dia akan kembali tertidur, mungkin sampai demamnya agak turun," terang sang dokter saat menghampiri Lizzy yang sudah duduk lemas di sofa di temani kedua pelayannya.   "Istirahatlah, Nona, Anda juga terlihat pucat."   "Aku tidak apa-apa, Dokter Morel."   "Kudengar Lord Lockwood sudah kembali ke kota, aku hanya tidak ingin Anda ikut sakit, Lady."   "Sungguh aku akan baik-baik saja."   "Anda tidak perlu cemas, tuan Stanley sudah melewati masa kritisnya, dia hanya perlu pemulihan, dia akan segera membaik jika demamnya bisa turun."   "Terimakasih, Dokter Morel," ucap sang Lady begitu lembut saat sang dokter berpamitan untuk pergi.   "Istirahatlah, Nona, kami akan menyiapkan air hangat untuk berendam."   Akhirnya Lizzy tidak bisa protes dan terpaksa mengikuti saran para pelayannya.                                  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD