BAB 8.

1520 Words
Evan dan Elena berada di dalam mobil yang sama, Evan ditugaskan Adrian untuk mengantar Elena pulang, pantas saja pria itu menyuruhnya membawa mobil sendiri. "Aku cukup terkejut melihat Hera menendang pria itu, apa Hera memang sekuat itu dan punya keberanian yang besar?" "Apa diaaa... Tidak punya rasa takut?"tanya Evan merasa begitu penasaran. Jujur saja Evan begitu takjub melihat keberanian yang Hera miliki, ia tak menyangka wanita yang terlihat lemah seperti Hera memiliki kekuatan seperti itu. Hal ini membuat Evan kagum. Evan jarang melihat wanita seperti Hera, keberanian dan kekuatannya patut di kagumi. "Apa aku harus menjawabnya? Sudah jelas bukan, dia menikah dan menjadi istri seseorang Adrian Refano adalah keberanian, membentak dan mengomeli Adrian, bukankah itu sebuah keberanian yang cukup besar, mengingat kau dan Deren saja tidak cukup berani membentak pria itu"jelas Elena yang membuat Evan terkekeh. Ucapan Elena membuat Evan tak bisa menimpalinya, karena ucapan Elena benar sekali. Ia dan Deren tidak bisa mengimbangi kemarahan Adrian, dan hanya Hera yang bisa melakukannya. Evan juga takjub pada Hera untuk yang satu itu, itulah kenapa ia sangat setuju Adrian menikah dengan Hera. "Benar! Kau benar sekali, bos kami ituu..... Cukup buas, sekarang aku baru mengerti, di atas Raja Rimba masih ada Raja lainnya yang setara kuat dengannya. Jadi.... Bagaimana denganmu? Laki-laki itu... " "Ahh.... Aku benci sekali dengannya, aku senang Hera menendang wajahnya, dan Adrian meninju wajahnya, kalau saja tangan ini bisa meninju wajahnya mungkin aku akan lebih merasa puas"kesal Elena terlihat jelas dari caranya berbicara tentang Thomas. Sorot matanya penuh dengan kebencian, Elena masih ingin menghajar Thomas membuatnya tidak berkutik. Tetapi ia tidak bisa melakukannya dengan tangannya sendiri menjadi kenyataan itu menjadi lebih buruk. Ia tak sekuat dan seberani Hera, itulah kenapa ia benci dengan dirinya sendiri.   "Kau terlihat begitu membencinya?" "Tentu saja, aku begitu membencinya"ucap Elena terbilang cepat. "Semua pria sama saja, menyebalkan, baik saat hanya ada maunya saja, banyak uang sedikit maka akan lupa diri, cari wanita lain yang lebih cantik, kekasih dilupakan... di campakan begitu saja" "Hei tidak semua pria seperti itu. Ucapanmu barusan.. Ohh"ucap Evan seraya menyentuh dadanya. "Sungguh menyakiti perasaanku sebagai Seseorang pria.. Menyakitkan sekali"ucap Evan yang kembali berpegang pada gagang stir. "Ma.... Maafkan aku, Tidak semua pria begitu, tapi.... Kebanyakan seperti itu kan" "Terserah, aku tidak peduli"ucap Evan yang membuat Elena hanya bisa menunjukan cengirannya canggung. "Dari pada bersedih terus lebih baik cari pria lain yang lebih baik darinya"ucapan Evan membuat Elena menghela nafasnya frustasi. "Siapa itu ? Lagi pula rasanya seperti aku tidak bisa berkencan lagi.. Hatiku sakit sekali, apa aku akan mengalami trauma percintaan.. Sepertinya hatiku tidak lagi bisa mempercayai sebuah cinta"ucap Elena, wajahnya terlihat sendu. Perlakukan Thomas membuat hatinya terlalu sakit. "Benarkah? Tidak semua pria itu seperti Thomas, cobalah lihat disekitarmu! Pasti ada pria baik di luar sana yang bisa kau percayai"ucapan "Masa iya?" "Kau bisa percaya padaku"ucap Evan yang membuat Elena menoleh ke arahnya cepat. Evan terlihat menatap ke arah lurus, hingga akhirnya kepalanya menoleh pada Elena dan menunjukan senyuman hangatnya. DEG! *** Ceklek// Elena menutup pintu kamarnya, tubuhnya bersandar pada pintu kamarnya. Sebelah tangannya menyentuh dadanya, merasakan debaran jantungnya yang berdegup cukup kencang. "Kau bisa percaya padaku" "Kau bisa percaya padaku" "Kau bisa percaya padaku" Elena tersenyum, menangkup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Elena kembali mencoba untuk bersikap normal, namun lagi-lagi dia tersenyum geli karena mengingat perkataan Evan padanya. Elena berlari dan membanting dirinya ke atas kasur empuknya. "Ya ampunnnnnn"ucap Elena kegirangan. Berkali-kali dia menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya dengan malu. Ucapan Evan berhasil membuat jantung Elena berdebar-debar. Kedua pipinya memanas, dan senyuman di wajahnya tidak bisa menghilang. Di tempat lain. Evan menatap ke arah rumah Elena, bibirnya membentuk seutas senyuman. "Aku bisa kau percayai  Elena" "Selamat tidur"ucapnya yang kemudian pergi dari sana dengan melajukan mobilnya. *** Elena terus tersenyum, ingatan itu bagaikan sebuah kaset yang teus berputar ulang di dalam otaknya. Tangannya meraih ponselnya cepat. Mencari nama Hera di sana. To. Hera. Heraaaaaaa........... Kau tahu tidak? Aku sedang bahagia saat ini? Ada Seseorang pria yang membuatku merasakan kembali sebuah debaran jantung. Rasanya sudah laaamaaaaaaa sekali aku tidak merasakan debaran seperti ini. Aku ingin curhat padamu. Elena kembali senyum-senyum, rasanya dia begitu gila saat ini. Dan semua itu hanya karena satu pria yang langsung mengisi hatinya, Evan. *** TINGG/// Hera meraih ponselnya, sebuah senyuman terlukis di wajahnya saat membaca sebuah pesan masuk dari Elena. From. Hera Wah... Wah.. Wah.... Ada apa ini? Padahal baru beberapa jam lalu kalian resmi putus, tapi kau sudah punya tambatan hati baru? Siapa itu aaa? Katakan padaku! Aku begitu penasaran. Hera cukup kesulitan mengetik sebuah pesan untuk Elena mengingat ada kepala Adrian di area lehernya, pria itu sedang mencumbu lehernya, bahkan karena hal itu Hera harus mengetik pesan dengan mengangkat kedua tangannya cukup tinggi. "Aahhh.. "Desah Hera saat Adrian menyedot cukup kuat area lehernya. TING/// To. Hera Dia Seseorang pria yang kau kenal, benar-benar begitu kau kenal dengan baik. Hera menyerngit merasa cukup penasaran dengan isi pesan tersebut. Dia mengenal baik pria itu? Siapa itu ? Adrian terlihat cukup kesal, Hera terus-terusan menyentuh ponselnya dan bukannya fokus padanya. Adrian menyibak kemeja yang Hera pakai hingga memperlihatkan bahu nya dan kembali sibuk mencumbu Hera, menyusuri bahu dan leher sang istri dengan bibirnya. From. Hera. Siapa itu aaa? Kau membuatku begitu penasaran. "Siapa dia?"gumam Hera. TINGG// Hera buru-buru melihat ponselnya, namun hal tersebut sudah dihentikan Adrian dengan mengambil ponsel wanita itu. "Bisa kau hentikan menyentuh ponselmu, cobalah untuk serius saat ini, malam ini aku menginginkanmu, jadi tolong fokuslah padaku, ini sudah jam 12 malam, kau hanya boleh fokus padaku dari jam 9 malam, saat Allea pergi tidur hingga seterusnya" "Kau hanya boleh urusi aku dan perhatikan aku, jangan urusi orang lain" "Baiklah, Maafkan aku"ucap Hera merasa bersalah. "Kita lanjutkan, aku menginginkannya malam ini"ucap Adrian dengan senyum diwajahnya. Bibirnya langsung meraup bibir Hera dengan agresif. Keduanya memejamkan mata, dan Hera berusaha fokus dengan Adrian saat ini. *** Hera menatap sahabat nya itu dengan cukup serius. Elena terlihat begitu bahagia, tersenyum malu-malu dan itu cukup menjadi pemandangan aneh baginya pagi ini. "Kau baik-baik saja?"tanya Hera yang merasa aneh dengan sikap Elena. "Apa aku terlihat aneh, aku rasa aku baik-baik saja saat ini?" Hera terus memandang Elena dengan terheran, wanita itu terlihat sibuk memotong sayuran, sesekali sebuah senandung keluar dari bibirnya. "Kau terlihat aneh, benar-benar aneh, menakutkan dan cukup menyeramkan"aku Hera. "Tidak ko.... Aku sungguuuuhh baik"ucap Elena dengan wajahnya yang berbinar penuh kebahagiaan. "Apa pria itu menyatakan cintanya padamu?"Tanya Hera yang membuat Elena tersenyum malu-malu. "Tidak... Dia hanya menunjukan perasaannya padaku"ucap Elena malu-malu membuat Hera hanya bisa menggelengkan kepalanya tak percaya. "Dan hanya karena itu kau sebahagia ini?!! "Ucap Hera tak percaya. "Hu'um, apa itu tidak wajar?"ucap Elena terkekeh menatap Hera dengan wajah berbinar. "Tentu saja ...bagaimana kalau dia menyatakan perasaannya, kau pasti bisa gila setelah itu" "Akhh.... Jangan begitu"ucap Elena lagi dan terkekeh. "Eoh.. Kenapa wanita itu senyum-senyum terus, sudah mulai gila rupanya"ucap Adrian yang baru datang, pria itu bergabung dengan beralih duduk di hadapan Hera di meja dapur. "Kau baru mau berangkat jam segini? Lihat jam 10.00 ,kau itu niat kerja tidak sih"omel Hera. "Aku sudah lembur kemarin, hari ini aku mau datang siang, lagi pula tidak ada yang berani memarahiku, aku kan direktur" "Tsk! Direktur macam apa itu?! Yang benar saja"gerutu Hera. "Ini lagi, Hei  Elena... Terkadang yang jadi perusak hubungan pernikahan seseorang adalah, pria yang menggoda Seseorang istri atau Seseorang wanita yang mengoda Seseorang suami" "Tapi kau.... Wanita yang menganggu istri orang dengan menjadikan istriku sebagai tempat curhat. Aku tidak masalah dengan itu, tapi... bisakah di jam yang tepat, apa harus setiap tengah malam" "Kau tahu!! kau mengganggu kami se..." Adrian menatap Hera protes saat wanita itu berani-beraninya memotong pembicaraan dengan menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Hera melototkan matanya ke arah Adrian, mengancam pria itu untuk menutup mulutnya. "Kenapa ? Kalian sedang apa?"tanya Elena bingung. "Tidak.. Jangan dengarkan dia, Adrian itu tidak waras"ucap Hera. "Apa!"protes Adrian pada Hera, yang mendapatkan tatapan tajam dari wanita itu. "Mommy..... "Teriak Allea. Anak perempuannya itu baru saja masuk ke dalam rumah dengan sahabatnya Nancy. Kedua gadis kecil itu sama-sama memeluk sebuah boneka kelinci di tangannya. "bibi.... Bibi masa.... Masa Allea beraniiiii sekali"puji Nancy. "Tentu saja Putri bibi.... Memang begitu berani"bangga Hera. "Memangnya ada apa?" "Tadi Allea meninju perut Doni di taman" "APA!"ucap ketiga orang itu terkejut, bahkan Adrian hampir saja tersedak coffee yang diminumnya. "Wahhhh Luar biasakk"takjub Adrian. ""protes Hera. "Allea, kenapa Allea melakukan itu, memangnya Doni salah apa?" "Habis dia jambak lambut Allea, itu kan sakit, jadi Allea tinju pelutnya" "Lalu... Lalu... Doni bagaimana? "Tanya Adrian kelewat antusias. "Dia nangis.. Hahahaha"ucap Allea yang membuat Adrian terkekeh. "Adrian"protes Hera lagi. "Allea sayang.... Jangan begitu, jangan tinju orang sembarangan itu tidak baik"jelas Hera. "Bisa-bisanya kau bicara begitu pada putrimu setelah kejadian kemarin"ucap Adrian yang di balas tatapan sinis dari Hera. "Allea sayang... Allea sayang jangan begitu, kalau Allea melakukan kekerasan seperti itu, Allea jadi seperti gengster, itu tidak boleh sayang"jelas Hera lagi "Tapi itu keren bibi"ucap Nancy. "Tetap saja tidak boleh Nancy, Putri mommy dengarkan yang mommy katakan" "Hera bukankah itu menjadi bukti dia benar-benar putrimu, darah gengster mengalir di darahnya, kalian berdua ahahahaha " "Luar biasa"ucap Elena, wanita itu cukup takjub dengan persamaan diantara Hera dan Allea. "Hei  Elena"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD