Bab 40

2025 Words
Bell pulang berbunyi membuat semua siswa-siswi bersorak kesenangan, akhirnya bell yang situnggi-tunggu dan menjadi idaman mereka semua berbunyi. Guru yang mengajar keluar dari kelasnya setelah berpamitan, siswa-siswi semua beranjak berdiri dan berhamburan keluar kelas. "Hari minggu nginep ya dirumah gue, nyokap bokap pergi soalnya," kata Siska yang membuat ketiga saling menatap satu sama lain. "Tumben banget lu minta kita nginep, biasanya berani-berani saja," balas Rima. Siska menyela, "Yailah bosen gue sendirian dirumah." Tia yang sudah selesai dengan memasukkan barang-barangnya sontak beranjak berdiri lalu berkata, "Boleh tuh." Ketiga sahabatnya menoleh ke arah sumber suara, mereka bertiga jelas terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya. "Kenapa? Enggak jadi nginepnya?" tanya Tia yang bingung melihat ketiga sahabatnya menatapnya melongo tanpa berkedip. Siska menyahut, "Jadi jadi." Sambil manggut-manggut, Tia hanya terkekeh pelan saja lalu melangkahkan kakinya untuk keluar kelas, ketiga gadis tersebut masih dengan posisi yang sama tak berkutik hanya sorot mata saja yang mengarah ke Tia. "Tumben banget dia mau," kata Rayna. Rima menimbrung, "Makanya tadi gue kaget." "Mumpung dia mau, lu berdua juga harus nginep. Susah ngajakin dia nginep kecuali kita ngerengek dulu," kata Siska yang lalu merangkul kedua sahabatnya tersebut. Tia menoleh ke arah belakang dan berkata, "Lu bertiga mau nginep di kelas?" Dengan nada bertanya, ketiga sahabatnya sontak lalu menatap satu sama lain dan menghampiri Tia yang melanjutkan langkah kakinya keluar kelas. "Tia!" Gadis tersebut jelas menghentikan langkah kakinya tepat berada selangkah di depan pintu kelasnya, ia menoleh ke arah sumber suara dan melihat kelima laki-laki menghampiri keberadaannya. "Kenapa lagi si nih orang, suka banget bikin gue dilihatin," cetus Tia. Rayna bertanya, "Ti, kenapa? Kok berhenti?" Dengan sorot wajah yang bingung, Tia hanya mengkode melalu tatapannya yang membuat mereka bertiga mengerutkan keningnya lalu menoleh ke arah pandang sahabatnya. "Aisshh, abang lu makin kesini makin ganteng ya Ti," gumam Siska sambil senyam-senyum. "Yeuh ini orang malah haluin abang sahabat sendiri," kata Rima. Rayna menyela, "Lu kambing di bedakin aja dibilang ganteng." Tia yang mendengar ocehan ketiga sahabatnya hanya terkekeh pelan. "Bang Rey di depan," kata Revan to the point yang membuat gadis tersebut terdiam menatap lekat ke arah Revan. "Diam saja, lu dijemput Bang Rey. Gue juga mau ke Warmba dulu sama mereka," kata Revan. Siska bertanya, "Bang Rey? Siapa tuh Ti?" Dengan sorot mata yang penasaran. "Gue duluan," kata Tia yang lalu berlari kecil menjauh dari mereka yang menatapnya bingung. "Lucu banget ya Tia," kata Bary yang membuat Alex reflek menoleh dengan sorot mata yang tajam, Bary jelas langsung mengendorkan senyum menganggumi. "Yailah enggak," cetus Bary. Revan menyela, "Lagi juga kalau adik gue sama lu, seumur hidup enggak akan gue restuin." Rega, Riko jelas tertawa pelan membuat Bary kini memasang wajah kesalnya. "Berani rebut, berani ribut," kata Alex sebelum melangkahkan kakinya menjauh dari mereka yang menatap bengong. "Anjayy itu baru sahabat gue," teriak Rega tersenyum dengan bangga, Alex yang mendengar hanya terkekeh pelan saja. Ketiga gadis tersebut mengerutkan keningnya menatap satu sama lain seolah masih mencerna perkataan Alex. "Rebut? Ribut? Emang si Tia pacar dia?" tanya Rima dengan santainya, keempat laki-laki tersebut hanya tertawa pelan saja mendengarnya. "Belum pacar, tapi otw," jawab Rega. Bary menimbrung, "Otw lebih dari pacar." Ketiga gadis tersebut jelas semakin dibuat kebingungan atas perkataan Bary. "Lu naik apa? Mau gue anterin?" tanya Revan dengan sorot mata ke Rah Siska. Rayna dan Rima jelas menyenggol Siska yang terdiam saja membuat ia tersadar menoleh ke arah kedua sahabatnya yang seolah bertanya tanpa berkata. "Revan nanya lu balik naik apa," kata Rayna mengulang pertanyaan Revan. "Ah naik apa ya, eh dijemput kayanya," ucap Siska sedikit gugup membuat Revan tertawa pelan, ia sungguh gemas dengan sahabat adikmya tersebut. Hingga dimana dering telepon membuat Siska mengangkat teleponnya yang ternyata dari sang supir yang akan menjemputnya. "Siapa?" tanya Rima. Siska menyahut, "Supir gue, kayanya sudah didepan si." Gadis tersebut tanpa pikir panjang langsung mengangkatnya. "Halo Pak," sapa Siska. "Non Siska, sepertinya saya tidak bisa menjemput Non." Siska sontak mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Kenapa emang Pak?" "Ban mobilnya bocor di tengah jalan, ini lagi mau di derek ke bengkel. Gimana Non?" Gadis tersebut menghela nafasnya lalu menyahut, "Yasudah enggak papa Pak, Siska naik taxi online saja." "Maaf ya Non." "Iya Pak enggak papa," kata Siska. Helaan nafas gusar terdengar dari gadis tersebut ketika memasukkan kembali ponselnya. "Kenapa? Supir lu enggak bisa jemput?" tanya Rayna, Siska hanya mengangguk untuk menjawabnya. Rega menyahut, "Emang takdirnya sahabat gue buat nganterin lu." Sambil menaikkan kedua alisnya, Siska yang mendengar sontak mendongka menatap ke arah Rega yang lalu ia menatap Revan, abang sahabatnya. "Gue anter saja," kata Revan dengan lembut. Bary menyela, "Duh nyamuk nyamuk." Sedangkan di sisi lain, Tia kini melangkah ke depan gerbang sekolahan dan benar saja ia melihat mobil abang pertamanya terparkir di pimggir jalan. Gadis tersebut terdiam sejenak sebelum akhirnya ia melangkah perlahan ke arha mobil tersebut, ia membuka pintu mobil dan masuk. Sungguh, hanya keheningan yang terjadi di dalam mobil tersebut, suasananya benar-benar beda membuat Tia yang biasanya banyak tingkah hanya diam saja. "Sudah selesai pelajaran kamu?" tanya Rey seolah membuka obrolan. Gadis tersebut yang kini memakai seatbelt-nya menyahut, "Sudah Bang." Laki-laki tersebut melajukan mobilnya menjah dari area sekolah adiknya tersebut. "Gimana?" tanya Rey yang membuat Tia reflek menoleh ke arah sang abang dengan raut wajah bingung. "Gimana apanya?" tanya Tia bingung. "Gimana, enak enggak di diamin sama abang? Mau diulangin lagi enggak?" tanya Rey, Tia yang mendengar sontak menggelengkan kepalanya pelan dengan raut wajah cemberut, sungguh ia tidak bisa untuk terus di diamkan oleh abang-abangnya terutama Rey. Tangisan Tia tiba-tiba pecah begitu saja membuat Rey jelas terkejut dan khawatir. "Loh kamu kenapa nangis? Kamu sakit?" tanya Rey yang sambil fokus menyetir. "Queen enggak mau di diamin lagi, Queen enggak suka!" seru Tia yang membuat Rey jelas terkekeh mendengarnya, ia mengulurkan tangannya lalu mengelus pucuk rambut adik perempuannya tersebut. "Maafin Abang ya, abang cuman mau kasih kamu pelajaran biar enggak ngulangin lagi," kata Rey dengan sangat lembut. Tia menyeka air matanya lalu menatap sendu ke arah abangnya. "Kita ke mall ya? Kamu mau belanja apa?" tanya Rey seolah untuk menenangkan sang adik. "Bilang saja Abang mau ketemu Kak Nina," cetus Tia yang kini bersedikap sambil menatap lurus ke arah jalanan, laki-laki tersebut sontak tersenyum tipis ketika sang adik mengetahui niatnya. "Sekalian De," ucap Rey sambil tertawa pelan, ia mengelus pucuk rambut adik perempuannya. Tia berkata, "Oke fine, ini juga karena aku kangen Kak Nina." "Thank you cantik, kamu mau belanja apa sayang biar abang beliin apapun yang kamu mau," kata Rey yang membuat gadis tersebut terkekeh pelan mendengarnya. 18 menit kemudian, Rey memasuki area mall lalu memarkirkan mobilnya tepat di parkiran. "Bang, hoodie aku yang waktu itu mana? Perasaan masih ada di mobil abang deh," kata Tia sambil melepas seatbelt-nya. Rey terdiam sejenak, ia melepas seatbelt-nya lalu melihat ke arah belakang dan mengambil hoodie sang adik yang memang ada di mobilnya. "Emang kamu mau pakai hoodie?" tanya Rey sambil memberikan hoodie berwarna cream tersebut, gadis tersebut hanya manggut-manggut lalu memakai hoodie tersebut sebelum akhirnya keluar dari mobil abangnya. "Kita makan dulu ya, kamu belum makan lagikan?" tanya Rey sambil menatap sang adik, tangannya tepat berada di kepala Tia. "Sama Kak Nina juga?" tanya Tia yang membuat laki-laki tersebut hanya manggut-manggut menjawabnya. "Kamu ini kayanya suka banget sama Nina," kata Rey, gadis tersebut hanya terkekeh pelan saja. Mereka berdua kini melangkahkan kakinya ke lantai tempat Nina berkerja, Tia yang merangkul tangan sang abang sontak mendapat tatapan keheranan dari pengunjung mall tersebut, bagaimana tidak? Tia yang terlihat memakai rok sekolah sedangkan Rey yang memakai jass terlihat sangatlah tidak cocok. "Kamu mau belanja apa nanti?" tanya Rey. "Mobil," jawab Tia dengan santainya yang membuat Rey hanya manggut-manggut saja, hingga dimana laki-laki tersebut menghentikan langkah kakinya di pameran mobil membuat Tia mengernyitak dahinya dan perasaannya mulai tidak enak. "Abang mau beli mobil?" tanya Tia dengan penasaran. Rey menggelengkan kepalanya pelan lalu memyahut, "Kan kamu yang mau katanya, mumpung ada pameran ya sekalian pilih mobil yang kamu suka." Benar saja firasat Tia, ia memejamkan matanya sejenak sebelum akhirnya berbisik, "Bang, tadi Tia bercanda." Rey sontak mengerutkan keningnya bingung. "Loh tadi bukannya kamu katanya mau mobil?" tanya Rey dengan bingung. "Tia cumann bercanda Bang, ah Abang enggak bisa di ajak bercanda nih," cetus Tia yang sedikit kesal, perkataannya selalu di anggap serius oleh abang pertamanya. Rey bertanya, "Terus jadi enggak nih mobilnya?" Tia menghela nafasnya lalu memutar bola matanya dengan jengah. "Sudah ah ayuk samperin Kak Nina, aku laper!" Gadis tersebut lalu menarik tangan abangnya untuk menjauh dari pameran mobil tersebut, Rey hanya terkekeh saja melihat tingkah sang adik. Hingga dimana mereka telah sampai di depan toko tempat kerja Nina, gadis yang pernah menolong Tia saat semua tidak percaya kepadanya. "Kak Nina," kata Tia ketika berada di belakang gadis yang sedang menatap barang-barang yang berantakan di toko, semua pegawai lainnya terlebih yang pernah adu bacot dengan Tia menatap iri akan posisi Nina. "Tia, kamu ngapain disini?" tanya Nina dengan sedikit terkejut, Tia lantas langsung memeluk Nina dengan sangat erat. "Hai," sapa Rey dengan senyuman manis yang membuat Nina tersenyum tipis. "Bang Rey katanya kangen sama Kak Nina," ujar Tia yang membuat laki-laki tersebut melotot tidak percaya atas perkataan sang adik, sedangkan Nina hanya tertawa pelan saja mendengarnya. "Kamu enggak kangen Kakak?" tanya Nina sambil menoel hidung gadis tersebut. Hingga waktu berlalu sangat cepat, langit yang terik kini tergantikan oleh langit yang teduh. Rey dan Tia kini sudah menuju jalan pulang setelah menikmati beberapa jam lamanya di mall tersebut. "Abang kapan kenalin Kak Nina ke keluarga kita?" tanya Tia. "Nanti sekalian abang lamar dia," jawab Rey yang membuat gadis tersebut sontak terkejut, namun setelahnya raut wajahnya berubah menjadi senang. "Ahh Tia tunggu banget!!!" Rey terkekeh mendengar seruan sang adik yang senang. Reya memicingkan matanya ketika gerbang rumahnya, ia melihat laki-laki yang dikenalnya. "De, itu bukannya Alex?" tanya Rey yang membuat Tia mengerutkan keningnya lalu menatap lurus seolah mengenali laki-laki yang duduk di atas motor sport tersebut. "Ngapain tuh orang disini?" tanya Tia bingung. Rey menyela, "Gitu-gitu calon tunangan kamu tuh. Sudah sana samperin, kayanya kamu lupa kalau ada janji sama dia." Ketika sudah menghentikan laju mobilnya tepat di garasi rumahnya, gadis tersebut sontak langsung melepas seatbelt-nya dan keluar dari mobil lalu menghampiri laki-laki tersebut yang mungkin sudah menunggunya lama. "Lu ngapain disini?" tanya Tia to the point ketika sudah berada di hadapan laki-laki tersebut. Alex menjawab, "Kan sudah gue bilang kalau sore gue bakal jemput lu." Gadis tersebut terdiam sejenak seolah mencerna dan mengingat akan perkataan laki-laki tersebut. "Astaga! Gue lupa, sorry ya. Lu sudah lama nunggu gue? Kenapa enggak telepon gue si," ujar Tia panjang kali lebar. "Dari jam 3, nomor lu enggak aktif," jawab Alex. Tia sontak berkata, "Hah?! Jam 3? Gila lu nunggu gue 2 jam dong disini." Alex tersenyum manis lalu mengangguk pelan, itu malah membuat Tia tidak enak hati. "Yasudah gue mandi, terus ganti baju dulu ya," kata Tia. Alex menyela, "Enggak usah, lu pasti capek kan. Lu istirahat saja." Gadis tersebut jelas mengernyitkan dahinya. "Ih gimana si, kan lu udah nungguin gue masa enggak jadi. Gue enggak enak banget sama lu," balas Tia dengan raut wajah perasaan tidak enaknya. "Gue nungguin biar mastiin kalau lu baik-baik saja dan benar sama Bang Rey," kata Alex dengan lembut. Tia bertanya, "Seriusan ini enggak jadi?" "Lu istirahat saja, sebagai gantinya besok berangkat sekolah bareng," jawab Alex dengan senyuman manis, ia mengelus pucuk rambut Tia sebelum memakai helm fullface-nya. "Sudah sana masuk, sampai jumpa besok. Gue pulang ya," kata Alex yang lalu melajukan motornya menjauh dari halaman rumah megah tersebut. Tia benar-benar terdiam sambil memegang kepalanya yang habis di elus pelan oleh laki-laki tersebut. "Astaga, jantung gue. Enggak bisa nih, lama-lama gue gilaa kalau kaya gini terus," gumam Tia yang kini memegang dadanya, ia melangkah masuk kerumah dengan raut wajah mesam-mesem hingga membuat kedua orangtuanya saling menatap satu sama lain. "Assalamualaikum Kak," ucap Caca menyindir. Gadis tersebut masih dengan wajah senyam-senyumnya lalu menyahut, "Waalaikumsalam Bu." Caca yang mendengar sontak terkejut, ia menatap sang suami yang kini menghendikkan bahunya. "Kenapa itu anak kamu?" tanya Caca dengan keheranan. Rey tiba-tiba menyahut, "Abis ketemu calon tunangannya." "Alex maksut kamu Rey?" tanya Rifan yang membuat laki-laki tersebut hanya manggut-manggut saja. "Ah pantesan, jadi dia sudsh bisa menerima perjodohan itu," kata Caca yang kini kembali fokus menonton televisi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD