Sudah tiga hari setelah kejadian tia di jauhi oleh teman-temannya, di kucilkan oleh satu sekolahan, bahkan di pandang rendah. Ia sudah terbiasa, bahkan ia sekarang duduk sendiri di belakang kelas, apapun ia lakukan sendiri. Balas dendam? Ia ingin sekali, namun belum waktunya.
Bell istirahat sudah berbunyi sejak dari tadi, gadis tersebut menunggu kelas sepi baru ia melangkah ke kantin. Ia berjalan di lorong kelas, banyak tatapan jijiq terhadapnya , bahkan penghinaan atas kejadian yang tak ia lakukan, tangannya jelas terkepal namun Tia masih bisa menahan emosinya. Ia berjalan dengan raut wajah datar, ia tak lagi humble, ia tak lagi senyum kepada mereka semua.
"Bu es jeruk, nasi goreng, ciki taro ya. Anterin Bu," ujar Tia ketika sudah sampai di salah satu kedai kantin.
"Siap Neng, ditunggu ya." Gadis tersebut mengangguk lalu berjalan untuk mencari tempat duduk, dan ternyata ada satu meja yang kosong. Tia duduk, sambil memainkan handphonenya dengan mata yang sambil melirik sana sini, tatapannya terpaku ke tiga wanita, dadanya merasakan sesak kembali.
Brak!
Gebrakan meja jelas membuat gadis tersebut tersentak kaget, ia menatap ke arah yang menggebrak mejanya dan ternyata Rika kembali berulah.
"Sendiri aja? Di jauhin ya?" tanya Rika dengan nada meledek, namun gadis tersebut sama sekali tidak menggubris, ia malah kembali asik memainkan handphonenya dan kini ia menyumpal telinganya dengan airpods membuat Rika menatap kesal.
Rika berceloteh, "Siyalan!" Ia melepas paksa airpods yang bertengger ditelinga Tia dengan kasar, lalu membuangnya dan menginjak hingga hancur. Rika tersenyum puas, sedangkan Tia menatap jengah ke orang yang berada dihadapannya.
"Kenapa? Mau marah?" tanya Rika dengan raut wajah meledek, ketika melihat Tia yang sedang menahan emosi.
Tia menatap tajam kini lalu bertanya, "Mau lu apa hah?! Gue dari tadi diem aja lihat tingkah lu ya, segitinya lu enggak ada pamor sampai nyari masalah." Dengan nada sarkasnya yang membuat Rika menatap kesal.
"Mau gue? Lu keluar dari sekolah ini! Biar gak ada yang murahan di sini," jawab Rika, sedangkan gadis tersebut hanya tersenyum miring dan menatapnya dengan tatapan kebencian.
"Gue murahan?" tanya Tia dengan smirknya, lalu gadis tersebut mendekat ke arah lawan bicaranya.
Tia berbisik, "Apa perlu gue sebar, biar tau siapa yang lebih murahan." Rika jelas terdiam ketika mendengar kata-kata yang dibisiki oleh gadis tersebut, Tia kini tersenyum miring menatap menantang.
Plak!
Rika menampar wajah Tia, hingga membuat gadis tersebut mengeluarkan darah di sudut bibirnya. Tia mengelap darah segar disudut bibirnya lalu menatap dengan mata elang seraya siap menerkam.
"Lu udeh enggak bisa di maafin, dari kemarin gue sabar enggak nghabisin lu! Lu fitnah gue dengan fitnahan sampah lu, ngiri sama gue karena enggak mampu bersaing sama gue?! Iri sama gue karena gue lebih dari lu. Ngjatuhin gue tapi caranya gini? Hahah Lu tau cara main lu enggak mempan buat ngejatuhin gue!" seru Tia dengan nada dingin.
Semua yang berada disana jelas memusatkan perhatian ke arah mereka terutama ke Tia yang berbicara dengan lantang, aura yang di keluarkan membuat siapapun menatap takut saat itu. Tia maju perlahan membuat Rika menatap takut hingga membuatnya memundurkan langkahnya.
"Kenapa? Bukannya lu mancing sifat gue yang sebenarnya?" tanya Tia dengan smirknya, semua yang berada disana saling menatap terkejut atas keberanian gadis tersebut.
Sedangkan di sisi lain, kelima cowok yang menjadi incaran para wanita jelas melihat kejadian tersebut. "Van, adik lu," ucap Bary.
Riko berkata, "Berani juga adik lu." Revan hanya memperhatikan sang adik.
Rega bergumam, "Semoga lu enggak keluarin Ti." Alex yang persis disamping Rega jelas mengerutkan keningnya ketika ia mendengar gumam'an laki-laki tersebut.
"Kita samperin aja, gue ngeri si Tia di apa-apain," cetus Riko.
"Jangan, dia enggak mau kalau gue ikut campur," ujar Revan sambil menghalang para sahabatnya, Rega hanya manggut-manggut seolah membenarkan perkataan sahabatnya.
Emosi Tia benar-benar sudah di ujung tanduk, ia mengambil garpu yang berada di atas meja membuat Rika menatap takut lalu berkata, "Lu mau apa?" Sambil perlahan mundur.
Gadis tersebut hanya menyeringai, semua yang melihat jelas menatap bingung serta takut. Rika gemetaran melihat gadis tersebut yang semakin melangkahkan kakinya ke arahnya. "Lu enggak akan berani ngelakuin itu?!" seru Rika dengan raut wajah pura-pura berani.
Tia mengeluarkan smirknya lalu berkata, "Oh ya." Ia mengepalkan garpu di tangannya.
Disisi lain Rega yang melihat kalau itu sudah tidak beres jelas berteriak, "Tia stop!" Namun gadis tersebut tak menggubris. Ia bersiap untuk segera menancapkan garpu ke sembarang arah yang membuat lawannya memejamkan matanya.
Revan kini berdiri ketika sang adik seperti sudah tak terkontrol. "QUENNN STOP!!!" seru Revan berteriak dengan lantang , Tia hanya tersenyum miring sambil melirik sang abang dari ekor matanya. Ia kini menganyunkan garpu yang berada di tangannya, semua jelas berteriak hingga membuat mereka menutup mata.
Astagaaa.
Jangannn.
Garpu tertancap ke meja sebelah Rika hanya 5 cm saja bisa mengenai tangan lawan bicaranya tersebut. Semua yang berada di sana teriak ketika tadi tia mengayunkan dan menancapkan garpunya, semua jelas shock hingga nafasnya tercekat.
"Lu selamat kali ini. Lain kali liat-liat dulu siapa yang lu ajak bermain," ujar Tia, lalu melangkah pergi begitu saja. Sedangkan jantung Rika kini berdegup cepat, lututnya begitu lemas hingga tak mampu menompang tubuhnya, begitu shock atas kejadian tadi, semua yang ada di sana pun tak berkedip atas kejadian itu.
Girly berkata, "Rik lu enggak papa? Asli gue jantungan takut lu kenapa-napa." Sambil membantu temannya berdiri.
Gadis tersebut kini melangkah ke meja Revan ddk, semua penghuni memperhatikan gadis tersebut. "Maaf" ucap Tia, sambil menunduk dengan rasa bersalah. Revan menatap tajam adiknya, namun tak bisa di pungkiri ia takut kepada sang adik, dan ada rasa khawatir juga.
Tanpa pikir panjang laki-laki tersebut memeluk erat sang adik sambil mengelus pucuk rambutnya, untuk kesekian kalinya gadis tersebut kembali membuat terkejut.
"OMO! REVAN MELUK TIA."
"ASLI GUE NGIRI."
"Tia sebenarnya siapa si, Revan kayanya tulus banget meluknya."
"Asli gue dibuat terkejut berkali-kali."
"Revan, gue juga mau di peluk."
Semua berbisik terkejut kepada kejadian yang bertubi-tubi membuat mata mereka semua terbelalak, setelah melawan keberanian terhadap Rika, kini ia dipeluk oleh mostwanted yang menjadi banyak incaran para gadis-gadis.
Rega beranjak berdiri dengan tatapan khawatir. "Lu tahu enggak, gue khawatir!" seru Rega yang membuat Tia tersenyum lalu memeluk laki-laki tersebut yang tanpansadar Alex memperhatikan dengan perasaan cemburu.
"Ehem." Alex berdehem membuat Rega dan Tia melepas pelulan dan saling menatap satu sama lain.
Bary yang melihat tertawa pelan lalu bercetus, "Jangan gitu Ga, sahabat kita panas ini." Jelas Alex menatap tajam ke arah Bary yang kini menaikkan kedua alisnya.
Revan bertanya, "Udah pesan makan belum?" Dengan senyum tipis, terkenal dingin pada semuanya namun tidak dengan sang adik, Tia kembali membuat para penghuni kantin cemburu melihatnya.
"Udeh, belum di anter tapi," jawab Tia. Mereka kembali duduk, dengan Tia yang duduk di tengah-tengah Revan dan Rega, sedangkan ia berhadapan dengan Alex, Riko, dan Bary.
"Bary berceloteh, "Lu tahu enggak gue hampir jantungan ngelihat lu tadi, asli." Sambil sok dramatisin yang membuat mereka menatao jengah kecuali Tia yang tersenyum tipis saja.
"Enggak ngebayangin kalo lu nglakuin hal tadi," nimbrung Riko.
Rega menyela, "Belum lihat aja yang lebih parah." Tia yang mendengar menatap tajam, jelas membuat mereka mengerutkan keningnya.
"Lain kali tahan emosi," ujar Alex sambil menatap Tia tiada henti, keempat sahabatnya jelas memandang heran kepada laki-laki tersebut.
Tia berkata, "Siap bos." Dengan lantang sambil memberi hormat kepada laki-laki yang tepat ada dihadapannya.
"Aduh ada apa nih?" tanya Bary sambil menatap ke arah Tia dan Alex, kedua insan tersebut jelasn terdiam namun beberap detik kemudian Alex memandang sengit kesahabatnya.
Tia berkata, "Ga, ambilin aja deh pesanan gue. Laper nih gue." Dengan raut wajah yang begitu menggemaskan, Rega yang melihat tertawa pelan.
Rega mengelus pucuk rambut gadis tersebut sambil berkata, "Siap laksanalan Nona." Ia lalu beranjak berdiri dan melangkah untuk mengambilkan pesanan Tia.
Bary memperhatikan raut wajah tidak suka dari Alex terlebih saat Rega mengelus pucuk rambut Tia. "Lex, lu kenapa?" tanya Bary, Alex yang mendengar jelas menatap sang sahabat begitu juga dengan yang lain yang kini memperhatikan Alex dan Bary.
"Kenapa apanya?" tanya Alex.
"Itu kaya emosi gitu," jawab Bary, laki-laki tersebut lupa bahwa sahabatnya bisa membaca mimik mukanya.
"Gak!" seru Alex yang membuat Bary ber Oh ria saja, namun sebenarnya ia tahu sekali atasan jawaban sang sahabat.
Rega kini kembali membawa pesanan Tia sekaligus yang lainnya. "Makanan datang," ujar Rega sambil meletakkan pesanan mereka di meja.
"Ti, besok-besok gabung aja sama kita," ucap Riko menawarkan.
Tia yang kini perlahan melahap makanannya menatap Riko atas pertanyaan tersebut. "Emang boleh?" tanya Tia.
"Kenapa enggak boleh? Lagi juga kita udeh tau lu adiknya si curut nih," cetus Bary, lalu menatap ke arah Revan yang duduk di samping Tia. Sedangkan gadis tersebut kini melotot tak percaya, ia mengira hanya Alex saja yang tahu ternyata yang lain pun tau.
"Apa satu sekolah juga tau?" tanya Tia berbisik sambil menatap mereka semua, terutama ke arah Revan - abangnya.
Revan menjawan, "Enggak Queen, cuman mereka doang kok." Gadis tersebut jelas bernafas lega setelah mendengar jawaban sang abang.
"Lagi lu kenapa si enggak mau ngakuin kalau Revan itu abang lu, diakan terkenal, takut lu ya dikejar fans-fansnya," cetus Bary sambil menaikkan kedua alisnya.
"Malu," jawab Tia dengan asal, sedangkan yang lain tertawa terpingkal. Baru kali ini ada adik yang malu mengakui abang yang tercap most wanted di sekolah. Sedangkan Revan menatap tajam ke arah sang adik yag sedang menikmati makanannya.
"Anjrot Van, ternyata bukan kita doang yang malu. Adik lu juga," cetus Riko.
Revan menyela, "Oh gitu. Jadi malu sama gue." Dengan nada sedikit kesal.
"Bercanda abang Van, abang kan paling Tia sayang," ungkap Tia. Mereka melanjutkan makannya walau masih menjadi pusat perhatian untuk siswa-siswi yang berada di kantin, pasal nya jarang yang bisa bergabung sama mereka apalagi tertawa bareng mereka.
Alex memperhatikan dengan lekat ke arah gadis yang berada dihadapannya kini, Bary jelas mempergoki hal tersebut hingga membuat ia menyenggol sang sahabat dan Alex menoleh sambil menaikkan kedua alisnya.
"Tenang, enggak bakal ada yang berani ngambil," bisik Bary, Tia yang menyadari hal tersebut hanya memperhatikan saja dengan lekat.
Alex memutat bola matanya dengan jengah lalu kembali menatap lurus, dan mereka berus kini saling bertatapan hingga beberapa detik sebelum Alex memutuskan kontak matanya dan beralih ke makanan, Bary yang mihat menahan ketawamya.
"Lu kenaap Bar?" tanya Revan sambil mengerutkan keningnya.
Bary mendongak lalu berkata, "Ah, enggak papa." Lalu tersenyum geli yang membuat Alex melirik melalui ekor matanya.
"Ga, nanti gue mampir ya ke mansion," ucap Tia.
Alex jelas mendongak ketika mendengar perkataan tersebut. "Tumben banget lu," cetus Rega.
"Mau ngehabisin cemilan lu," ucap Tia sambil tertawa, Alex yang melihat jelas merasakan sesak ketika gadis tersebut tertawa bukan dengannya.
Riko bertanya, "Lah terus kita ngumpul dimana ini?"
Alex berkata, "Rumah Rega aja, kita kan belum kesana." Rega yang mendengar jelas terdiam sejenak, Tia menatap lekat ke arah Rega.
"Boleh tuh," ujar Bary.
"Ish kok rumah Rega," cetus Tia mengelak.
Alex yang mendengar seolah gadis tersebut melindungi Tia semakin panas dan curiga. "Kenapa? Emang enggak boleh?" tanya Alex dengan sedikit ketus.
"Yaudah oke di rumah gue," balas Rega.
Tia reflek menoleh seolah mengkode melalui mata kepada Rega yang membuat mereka bertiga menatap curiga. "Rumah yang di jln melati Ga," ujar Revan.
Rega dan Tia menoleh ke Revan yang fokus melahap makanannya. "Ah. Iyalah rumah gue di jln melati," ucap Rega.
Tia dan Rega bernafas lega ketika Revan menyelamatkan soal mansionnya.
"Jadi gimana? Boleh enggak?" tanya Riko.
Rega menjawab, "Boleh, gue sediain yang lu pada mau." Sambil menaikkan kedua alisnya.
"Gue mau ciki sama fanta, oke?" tanya Tia dengan senyum manisnya, tanpa sadar Alex mengepalkan tangannya dan Bary menyadari hingga membuatnya mengelus punggu Alex pelan.
"Siap Queen," ujar Rega.
Dering telepon membuat mereka saling menoleh dan ternyata itu handphone dari Tia. "Siapa?" tanya Revan, Tia langsung mengambil handphonenya dan menunjukkan kepada sang abang kedua.
Revan hanya manggut-manggut saja. "Yaudah angkat aja," balas Revan.
Alex hanya memandang penasaran saja.
Tia langsung beranjak berdiri dan sedikit menjauh dari kelima laki-laki tersebut. "Siapa Van?" tanya Rega.
"Biasa, kesayangan, " balas Revan yang membuat Rega ber Oh ria.
Riko bertanya, "Kesayangan?" Revan menatap sahabatnya lalu mengangguk.
Bary kini menatap ke arah Alex yang menatap sendu ke gadis yang sedang menelepon sambil sesekali tertawa dan tersenyum.
"Kesayangan? Apa Tia sudah punya pacar?" batin Alex bertanya-tanya.
Sedangkan di sisi lain Tia telah selesai dengan teleponnya, dan kembali bergabung ke arah kelima mostwanted tersebut. "Pasti nanyain ada kejadian apa?" tanya Revan, Tia yang mendengar lalu menyengir kuda saja.
Rega menyela, "Rey Rey, padahal udah ada kita masih aja enggak percaya."
"Maklumin, guekan kesayangannya, lu berdua kalau iri bilang dong," cetus Tia.
Alex berkata, "Gue duluan." Ia beranjak berdiri lalu memberikan selebar uang lima puluh ribu, semua jelas menatap heran kepadanya.
"Kenaap dia? Kebelet?" tanya Tia dengan bingung.
Bary yang mendengar hanya tersenyum geli sambil menghendikkan bahunya.
Sedangkan Alex kini melangkahlan kakinya menuju atap sekolah untuk sekedar menenangkan emosinya yang terbakar cemburu, ia mengambil rokok yang biasa disembunyikan oleh The Boy's di celah dinding atap gedung.
Laki-laki tersebut duduk di bangku sekolah yang sudah tidak terpakai, sambil menatap lurus kepemandangan gedung-gedung menjulang tinggi dan halaman lapangan luas milik sekolah. "Kenapasi gue?!" seru Alex.