Tia berjalan menyusuri trotoar sambil sesekali menyela air mata yang terus membanjiri pipinya, rasanya lebih sakit dibanding tergores benda tajam. "Shittt!" seru Tia sambil menendang kerikil yang ada dijalan tersebut, sorot matanya menajam ke aeah sekolah, ia mengepalkan tangannya.
Suara klakson membuatnya sedikit tersentak, ia menoleh ke arah sumber suara tersebut namun tidak terlalu memperdulikan sosok yang bermotor tersebut, ia terus melangkah menyusuri trotoar.
"Ti." Gadis tersebut jelas menoleh ketika sosok tersebut mengenali dirinya, ia mengerutkan keningnya yang membuat pemotor tersebut membukan kaca helm fullface-nya. "Alex!"
"Iya ini gue, naik." Tia jelas mengernyitka dahinya lalu menatap datar kembali dan kembali berjalan tanpa memperdulikan Alex.
Laki-laki tersebut jelas menatap bingung, ia kembali mengikuti langkah Tia perlahan, gadis tersebut jelas melirik dengan sinis dan menghentikan langkahnya. "JANGAN IKUTIN GUE! LU MAU APA? MAU KAYA MEREKA YANG NGEGOSIPIN GUE? HAH?!" seru Tia dengan lantang membuat Alex terdiam sejenak ketika melihat gadis yang ada dihadapannya hampir menangis.
"Ti, lu salah paham. Gue–"
Belum sempat melanjutkan perkataanya Tia sudah berlalu dari hadapannya, tanpa pikir panjang Alex turun dari motornya dan menghampiri sang gadis tersebut. "Dengerin gue dulu!" seru Alex sambil memegang tangan gadis tersebut.
"Mau apa lagi? Enggak puas lu ngelihat gue digosipin bahkan di jauhin sama sahabat-sahabat gue? Apa bedanya lu sama mereka?!" Air mata Tia kini turun begitu saja yang membuat Alex merasakan sesak, ia tidak ingin melihat gadis dihadapannya menangis. Tanpa pikir panjang Alex memeluknya tanpa ijin dari gadis tersebut membuat Tia hanya terdiam menangis dalam tubuh bidang laki-laki tersebut.
"Gue manusia Lex, gue bisa nangis, gue bisa terluka, gue bisa sakit hati, kenapa ini terjadi Lex, kenapa?!" seru Tia sambil sesekali memukul tubuh bidang laki-laki tersebut, Alex hanya mengeratkan pelukannya, ia mengelus pelan rambut gadis tersebut.
Alex berkata, "Tenang, ada gue. Gue percaya sama lu." Sambil menatap Tia yang membuat mereka kini saling menatap satu sama lain.
"Sekarang, ikut gue, biar lu lupa akan sakit hati ini," ujar Alex. Sedangkan Tia hanya menatap bingung sambil menyeka air matanya.
Tia terdiam sejenak lalu menoleh ke arah dirinya yang kini berpelukan dengan Alex, tanpa pikir panjang ia sedikit mendorong tubuh laki-laki tersebut. "Sorry," kata Tia.
Alex tersenyum tipis yang membuat Tia menatapnya dengan jantung yang berdegup, laki-laki tersebut kini melangkahkan kakinya menuju motornya dan setelah itu ia menghampiri gadis tersebut menggunakan motornya. "Ayuk naik," ucap Alex sambil melirik ke arah jok belakangnya.
Tia mencetus, "Enggak!"
"Ti, cepatan naik, nanti ada periksaan untuk siswa-siswi yang bolos," ujar Alex.
"Terus apa urusannya sama gue?" tanya Tia dengan jutek.
Alex menghela nafasnya lalu berkata, "Ini lingkungan sekolah, masih jam sekolah juga dan lu sama gue pakai seragam." Tia kini melihat ke arah bajunya, ia menggigit bibirnya sambil memejamkan matanya karena malu.
"HEI KALIAN MAU KEMANA?!" Tia lantas menoleh ke arah sumber suara yang ternyata guru BK.
"Duh mampuss Pak Togar lagi."
Alex menoleh lalu berkata, "Cepat naik!" Tia terdiam sejenak, namun beberapa detik kemudian ia menaiki motor laki-laki tersebut.
"JANGAN BOLOS KALIAN!" seru Pak Togar laku berusaha mengejarnya, namun Alex telah melajukan motornya dengan sedikit kencang yang membuat guru tersebut menghentikan larinya dengan nafas yang tersenggal.
Tia tertawa yang membuat Alex mengembangkan senyuma di wajahnya. "Gue suka ketawa lu," uca Alex.
"Hah? Lu ngomong apaan?" tanya Tia sedikit kencang, karena ia tidak mendengar perkataan laki-laki tersebut. Alex memelankan laju motornya dan kembali berkata, "Gue suka ketawa lu." Gadis tersebut jelas terdiam sejenak.
"Gue enggak mempan sama gombalan lu," cetus Tia sambil bermenye-menye.
Alex jelas tersenyum tipis ketika ungkapan jujurnya dibilang gombal oleh gadis tersebut. "Kita mau kemana?" tanya Tia.
"Kerumah gue." Gadis tersebut jelas terkejut atas jawaban dari laki-laki yang kembali fokus mengendarai motor.
"Lu enggak akan macem-macemkan?" tanya Tia.
Alex menjawab, "Lagi pula siapa yang mau macem-macem sama adiknya Revan dan Rega."
"Lu udah tahu ternyata."
25 menit kemudian mereka telah sampai di rumah Alex, Tia dibuat kagum dengan rumah besar atau lebih layak disebut mansion, ia melihat jajaran para bodyguard yang menunduk hormat ketika Alex datang. "Turun," ucap Alex yang membuat Tia mengikuti perintahnya dan turun dari motor.
"Lu tinggal disini?" tanya Tia.
Alex menatap mansionnya lalu berkata, "Jangan sok kagum gitu, rumah lu sama rumah gue sama." Tia yang mendengar jelas menatap kesal dan mendengus kasar.
Laki-laki tersebut melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam mansionnya, namun langkahnya terhenti ketika gadis tersebut tidak mengikuti langkahnya. "Ti, ayuk masuk, ngapain diam aja," ujar Alex.
Tia lalu mengikuti langkah kaki Alex. "Lu tunggu sini ya, gue ganti baju sebentar," cetus Alex yang membuat Tia hanya mengangguk, laki-laki tersebut sedikit berlari menaiki anak tangga.
"Bi, ada teman Alex, tolong tawarin minum," teriak Alex ketika berada di tengah-tengah anak tangga tersebut.
"Mau minum apa Non?" tanya wanita paruh baya.
Tia berkata, "Enggak usah Bi."
"Udah enggak papa nanti Tuan Alex malah marah kalau Non enggak Bibi sediain minum," ucap Bibi< gadis tersebut jelas hanya membalasnya dengan senyuman ketika wanita paruh baya tersebut melangkah ke arah dapur.
Tia kini menyusuri yang ia ketahui pasti ruang keluarga. "Ganteng juga waktu kecilnya," ucap Tia sambil melihat foto-foto yang berada di meja panjang.
"Itu foto waktu Tuan Alex kecil Non." Tia yang mendengar jelas sedikit terkejut lalu berbalik badan.
"Mama Papanya Alex kemana Bi?" tanya Tia.
"Bokap gue udah enggak ada, nyokap tinggal di luarnegeri sama kakek nenek gue." Itu jelas Alex yang menjawab yang membuat kedua orang tersebut sedikit terkejut.
Alex tersenyum lalu berkata, "Terimakasih ya Bi."
"Iya Tuan, kalau gitu Bibi balik lagi kedapur ya," balas Bibi yang membuat laki-laki tersebut hanya mengangguk.
Tia berkata, "Sorry gue nanya-nanya."
"Enggak papa, itu tadi namanya Bi Wati yang ngurusin rumah ini pas gue enggak nempatin," jelas Alex yang membuat Tia mengangguk pelan sambil melangkahkan kaki untuk duduk di sofa.
"Jadi lu tinggal disini sendiri?" tanya Tia.
Alex menoleh ke arah sang gadis tersebut lalu menjawab, "Enggak juga, kadang Bary suka nginep disini."
"Perasaan banyak yang bilang lu dingin dan irit bicara, tapi kalau gue lihat lu banyak omong," ujar Tia sambil meminum minuman yang telah disediakan.
"Mereka belum kenal gue banyak, jadi buat apa ngomong panjang lebar sama mereka," balas Alex.
Gaids tersebut jelas reflek menoleh dan berkata, "Lah gue juga belum kenal lu banyak, kenapa cerewet."
"Karena lu beda." Tia menoleh yang membuat mereka kembali saling bertatapan hingga beberapa detik sebelum Tia mengalihkan pandangannya yang membuag Alex tersenyum gemas.
"Terus lu ngapain ajak gue ke rumah lu? Nganterin lu ganti baju doang gitu?" tanya Tia dengan nada sedikit kesal.
Alex kini beranjak berdiri yang membuat gadis tersebut mendongak keheranan. "Ayuk," ucap Alex.
"Kemana lagi? Astaga." Laki-laki tersebut tidak menjawab, ia melangkah untuk keluar. Tia yang melihatnya jelas menatap kesal, ia beranjak berdiri dan mengikuti langkah kaki Alex sambil sesekali mengepalkan tangan seolah ingin memukul laki-laki yang ada dihadapannya.
"Ini gue bisa kenain pasal penculikan," cetus Tia.
Alex kini berbalik badan yang membuat gadis tersebut tertubuk mengenai tubuh bidang Alex, ia memegang keningnya lalu berceloteh, "Sakit tahu!"
"Siapa suruh jalan enggak lihat-lihat," ujar Alex yang menyentil kening Tia.
Tia berteriak, "ALEX!" Laki-laki tersebut yang mendengar jelas menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum manis yang membuat Tia menatap dengan kesal.
"Tahu ah bodo amad!" Gadis tersebut kini berjalan mendahului Alex yang terdiam dengan senyum gemas ke arah Tia.
Alex melajukan motornya keluar dari halaman rumahnya, tentunya Tia masih dengan raut wajah cemberutnya. Laki-laki tersebut sengaja mengerem mendadak yang membuat gadis tersebut reflek memeluknya. "Lu sengaja ya?!" seru Tia ketika sadar akan jahilnya Alex.
"Ge'er banget, itu tadi ada kucing lewat," ucap Alex yang jelas berbohong.
Hanya angin sepoy-sepoy dan kendaraan lain yang meramaikan telinga mereka, mereka berdua salimg diam mendiamkan, kening Tia kini mengerut ketika Alex seperti melaju ke arah rumahnya. "Inikan jalan rumah gue," cetus Tia.
"Emang."
Tia terkejut bukan main ia memukul punggung Alex lalu mencetus, "Astaga! Lu ngapain bawa gue kerumah."
Alex kini menghentikan laju motornya tepat di depan gerbang rumah Tia. "Ngapain berhenti?" tanya Tia.
"Ya lu masuk sana, ganti baju," ujar Alex.
Tia memutar bola matanya dengan jengah. "Terus lu nunggu disini gitu? Emang lu kira gue cewek apaan diturunin depan gerbang," ketus Tia.
"Baik Nona." Alex lalu kembali melajukan motornya masuk kehalaman rumah Tia.
"Sudah Nona, silahkan turun," ujar Alex yang membuat Tia menghela nafasnya kasar dan turun dari motornya.
Tia berkata, "Lu juga masuk." Alex menuruti perintah sang gadis tersebut, ia turun dan mengikuti langkah kaki Tia.
"Bibi."
"Iya Non, eh kok Non sudah pulang," ucap Bi Sani.
Tia hanya menyengir kuda saja, Bi Sani kini mengalihkan pandangannya ke arah laki-laki yang berada di belakang anak majikannya tersebut. "Siapa Non? Pacar Non ya?" tanya Bi Sani dengan raut wajah menggoda.
"Ish Bibi, apaan si. Ini teman Tia, temannya abang juga," balas Tia.
Bi Sani kembali berkata, "Ganteng Non, pacarin aja." Tia yang mendengar perkataan Bibinya jelas tertawa saja, sedangkan Alex menunduk sopan seraya menyapa.
"Bubu mana Bi?" tanya Tia.
"Ada apa nanyain Bubu? Kok kamu sudah pulang? Inikan belum jam pulang sekolah?" Tia yang mendengar pertanyaan berentet jelas langsung menatap ke arah sang Ibu yang kini melangkah ke arahnya.
Tia lalu merentangkan tangannya dan memeluk samg Ibu lalu memanggil manja, "Bubu sayang." Membuat Caca hanya menggelengkan kepalanya pelan lalu tersenyum tipis.
"Non, Nyonya, Bibi buatin minum dulu ya," ucap Bi Sani lalu melangkah ke arah dapur kembali.
Caca melihat laki-laki tampan yang menggunakan baju bebas, namun sepertinya sepantaran kedua anaknya. "Kok ada brondong disini?" tanya Caca yang membuat Tia menatap malu ke sang Ibu.
"Ish Ibu apaan si," cetus Tia.
"Halo Tan, saya Alex temannya Tia dan Revan," ujar Alex sambil bersalaman kepada Caca.
Wanita paruh baya tersebut mengangguk-angguk sambil tersenyum. "Yah saya kira calon mantu, ternyata cuman teman," ungkap Caca yang membuat Tia melotot tidak percaya.
"Kalau anak Tante mau, saya bersedia," balas Alex yang membuat Tia kini melotot ke arahnya.
Tia menyela, "Apaan? Enggak ada. Mau apaan, enggak! Udah gue mau ganti baju dulu." Setelah itu ia melangkah untuk menaiki anak tangga, Caca yang melihat menggelengkan kepalanya.
"Msafin Queen ya," ucap Caca.
"Enggak papa Tan, saya paham sifatnya," balas Alex.
Caca tersenyum tipis lalu berkata, "Eh berdiri aja, ayuk duduk anggap saja rumah mertuamu." Sambil tersenyum geli, Alex pun mengangguk lalu mengikuti langkah untuk duduk di sofa ruang keluarga tersebut.
"Kalian kenapa kok enggak sekolah?" tanya Caca, Alex jelas terdiam sejenak karena tidak tahu harus jujur atau bagaimana.
"Ti–"
"Ayuk," ajak Tia dengan tiba-tiba yang membuat mereka berdua menoleh ke arah sumber suara.
Caca memandang heran lalu berkata, "Kamu bukan manusia ya? Ganti baju kok cepat banget, Bubu kan masih mau nanya-nanya calon menantu Bubu." Tia yang mendengar perkataan sang Ibu hanya memutar matanya dengan malas.
"Plis deh Bu, dia teman Tia bukan calon menantu, Tia juga masih sekolah keles," balas Tia.
Caca berkata, "Yakan enggak papa, siapa tahu jadi kenyataan."
"Ayuk Lex!"
Alex lantas beranjak berdiri yang membuat wanita paruh baya tersebut juga berdiri. "Tan, kalau gitu aku ijin ya buat ajak Tia keluar," ucap Alex.
"Yasudah, hati-hati kalian ya berdua, jangan macem-macem pacarannya," cetus Caca.
Tia menyela, "Plis deh Bu!" Yang membuat wanita paruh baya tersebut hanya menyengir geli ke arah sang anak.
Alex lalu berpamitan, begitu juga dengan Tia. Caca hanya mengangguk sambil tersenyum memperhatikan mereka berdua yang melangkah keluar.
"Ibu mertua gue asik juga," ujar Alex yang membuat Tia menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah laki-laki yang kini menaikkan kedua alisnya.
Tia bertanya, "Ngomong apaan lu barusan?" Alex jelas mengerutkan keningnya lalu berkata, "Ibu mertua."
"Enggak ya, sejak kapan?! Jangan ngadi-ngadi lu!" seru Tia yang membuat Alex hanya terdiam sejenak lalu tersenyum tipis ketika gadis tersebut kembali melangkah ke arah motornya.
Alex menyela, "Maaf deh, jangan marah." Tia yang mendengar hanya berdehem saja.
"Tapi itukan doa, jadi kalau gue aamiin'n enggak papa lah," cetus Alex yang membuat Tia hanya memutar bola matanya dengan jengah.
Tia berkata, "Kalau lu masih bacot, mending lu pergi sendiri aja dah!" Lalu melangkah, namun langkahnya terhenti ketika tangannya di genggam erat oleh Alex.
"Maaf, jangan marah." Tia menghela nafasnya, lalu berbalil badan dengan raut wajah yang masih cemberut.
Setelah itu David laku melajukan motornya dengan kecepatan standar keluar dari perkarangan rumah sang gadis tersebut. Langit cerah menemani mereka, Alex tiada hentinya tersenyum dibalik helm full facenya, sedangkan Tia hanya menatap ke arah jalanan dan kendaraan yang melintas.
"Lex, kita mau kemana si sebenarnya?" tanya Tia.
Alex berkata, "Nanti juga lu tahu."
30 menit kemudian, laju motornya berhenti diparkiran taman yang membuat Tia turun sambil mengerutkan keningnya. "Lu ngajak gue ke taman?" tanya Tia.
Alex melangkahkan kaki setelah melepas helm fullface-nya, Tia hanya mengikuti saja langkah kaki Alex sambil mengerutkan keningnya keheranan, namun tak selang berapa lama ia tersenyum kagum melihat keindahan taman yang juga ada taman bermain disekitarnya, banyak anak kecil yang juga bermain.
Laki-laki tersebut juga tersenyum karena melihat gadis tersebut tersenyum. "Lu cantik kalau senyum gini, jadi jangan keluarin lagi air mata buat hal yang enggak penting," ujar Alex yang membuat Tia kini terdiam sejenak menatap mata indah Alex.
Tia memutuskan kontak mata lalu melanjutkan langlah mendahului Alex. "Gue enggak peduli sama hal lain Lex, tapi mereka bertiga itu sahabat gue," ucap Tia dengan senyuman sendunya.
"Biasanya Rega yang temanin gue saat keadaan kaya gini," lanjut Tia dengan senyuman tipisnya.
"Ti," panggil Alex yang membuat Tia menoleh sambil mengangguk ke atas seraya bertanya.
Mereka melangkah menyusuri jalan taman tersebut, Tia sesekali menatap ke langkah kakinya. "Boleh gue gantiin posisi Rega, untuk temanin lu dalam keadaan apapun," jelas Alex yang membuat Tia menghentikan langkahnya, Alex jelas terdiam menatap Tia.