Bab 18

2160 Words
Sejak pulang sekolah Tia hanya merebahkan tubuhnya di kasur king sizenya, mencari posisi nyaman namun tak kunjung ketemu juga, frustasi karena tak bisa memejamkan matanya untuk tertidur di siang hari gadis tersebut memposisikan dirinya untuk duduk di atas kasur king size. "Astaga! Ini kenapa boring banget si," cetus Tia. Tia kini mengambil handphonenya yang berada di atas bantal, ia menscroll sosial medianya entah apa yang ia cari, namun jarinya terhenti di postingan cafe` Dragons gadis tersebut tersenyum tipis lalu beranjak turun dari kasurnya, ia menuju lemari besar miliknya untuk mengganti bajunya. Celana levis hitam, baju putih polos, serta jaket kulit hitam perpaduan yang sangat cocok ketika ia gunakan, setelah berganti pakaian ia keluar kamar lalu menuruni anak tangga.  "Kamu mau kemana sayang?" tanya Rifan, ketika melihat anak gadisnya sudah rapih. Caca yang mendengar pertanyaan sang suami lantas menoleh ke arah anak gadisnya, melihatnya dari atas hingga bawah. "Mau kemana kamu? Jalan sama brondong ya?" tanya Caca sambil menaikkan kedua alisnya. "Bubu nih, brondong mulu pikirannya," ujar Tia yang membuat Rifan lantas melirik tajam ke arah sang istri. "Terus kamu mau kemana?" tanya Caca penuh selidik, wanita paruh baya tersebut kini mendekat ke arah sang suami sambil membawa minuman yang menyegarkan. Tia membalas, "Tia mau pergi ke cafe`, bosen dirumah." Wanita paruh baya tersebut menatap penuh curiga yang membuat Tia jelas mengerutkan keningnya. "Yakin ke cafe`? Enggak macem-macem kan?" tanya Caca. "Enggaklah Bu, emang aku anak apaan macem-macem segala," balas Tia dengan yakin. Rifan berkata, "Ayah anterin ya." Gadis tersebut memandang cemberut ke arah sang ayah lalu berkata, "Ah Ayah, Tia mau naik motor aja, udah kece gini masa enggak di pamerin si." Orang tuanya yang mendengar lantas menatap satu sama lain mendengar perkatan sang anak gadisnya. "Udah Mas biarin saja, lagipula dia kan punya kendaraan sendiri, punya SIM pula," balas Caca yang membuat Rifa menatap tidak terima, namun melihat wajah sang istri yang tersenyum dengan manis ia menghela nafasnya dengan pasrah. "Yasudah, Ayah enggak bisa nolak kalau sudah Bubu kamu yang minta," kata Rifan yang membuat Tia kini tersenyum senang, tanpa pikir panjang ia langsung memeluk sang ayah begitu juga dengan sang ibu. Tia berkata, "Kalau gitu Tia berangkat ya Yah, Bu." Kedua orang tuanya mengangguk, namun sebelum melangkahkan kakinya keluar rumah ia mengecup punggung tanggan kedua orangtuanya. Rifan dan Caca hanya menggelengkan kepalanya tipis sambul tersenyum melihat anak gadisnya yang melangkah keluar rumah. "Persis banget nurunin kamu," gumam Rifan. "Iya dong kan anak gadis aku," balas Caca dengan senyuman kini ia merebahkan kepalanya di tubuh bidang sang suami yang membuat Rifan mengelus pelan pucuk rambut sang istri. Sedangkan gadis cantik yang mengikuti paras sang ibunya kini menaiki motor sport pemberian sang abang, ia memakai helm fullface-nya, tidak lupa ia memakai airpods untuk menemani didalam perjalanan. "Let's go babyblack," gumam Tia sambil menggeber motornya. Bodyguard yang menjaga gerbang rumahnya lantas membuka gerbang sebelum anak majikannya menyuruh, Tia memberi klakson sebagai tanda terima kasih yang membuat bodyguard tersebut menunduk hormat. Gadis tersebut melajukan motornya sambil memainkan tali gas menjauh dari perkarangan perumahannya. Semua mata tak luput dari gadis tersebut yang terlihat sangat menawan ketika mengendari motor tersebut.  Hanya butuh waktu 20 menit untuk ia sampai di cafe` Dragons tempat muda-mudi nongkrong, cafe` tersebut juga ada milik Rega dan beberapa temannya di luar sekolahnya. "Hello everyone," kata Tia dengan lantang ketika memasuki cafe` tersebut, lantas semua menoleh termasuk para pengunjung yang sedang menikmati menu cafe` tersebut. "Masya Allah Nona Dragons kemana aja?" tanya Budi, barista di cafe` tersebut. Tia hanya tersenyum manis sambil melangkahkan kakinya mendekat ke arah para pelayan cafe` yang tampan-tampan tersebut. "Es cappucino dong," ujar Tia. "Siap laksanalan Nona," balas Budi yang membuat Tia hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum. Tia bertanya, "Rega belum kesini?"  "Belum, kayanya lagi dijalan," balas Fijo. "Eh buseh, kemana aja Jo? Baru nongol lagi," cetus Tia, Fijo yang mendengar hanya tertawa pelan sebelum menjawab, "Biasalah, sembunyi dari peradaban dulu." Para pengunjung yang kebanyakan wanita jelas menatap iri kepada Tia ketika gadis tersebut sedekat itu dengan para pelayan laki-laki cafe` Dragons tersebut. Gadis tersebut kini melangkah untuk duduk sambil menunggu pesanananya datang. "Silahkan diminum Nona," ucap Husen yang mengantar minuman ke meja Tia. "Thank you Sen," balas Tia dengan senyuman. Husen berkata, "Ini sekalian menu terbaru cafe` kita, cobain kalau enak jangan lupa bintang limanya kakak." Tia lantas menoleh ke arah makanan ringan yang disuguhi oleh Husen. "Kalau enggak enak gue kasih 1 bintang ya," balas Tia meledek. "Anjirt, lu mah mau ngerusak citra cafe` kita itu," cetus Husen yang membuat Tia tertawa pelan. Husen berkata, "Gue kesana dulu." Tia menoleh ke arah jari telunjuk laki-laki tersebut lalu mengangguk sambil mengaduk-ngaduk minumannya. "Selamat datang Kakak di cafe` kita." Husen berkata sambil melangkah dengan buku menu yang ia bawa. Segerombolan motor terparkir rapih didepan cafe` tersebut, tanpa pikir panjang mereka memasuki niat hati ingin menikmati minuman dan makanan yang tersedia di cafe tersebut. "Woy mau pesan gue!" teriak seseorang, jelas membuat mereka yang berada disana menoleh ke arah sumber suara, begitupun juga dengan Tia menatap dengan tatapan kesal namun ia mencoba untuk tidak menggubrisnya. Fijo kini menghampiri segerombolan laki-laki tersebut sambil memberikan buku menu. "Mon, cewek cantik tuh," ujar seseorang, orang yang dipanggil 'Mon' tersebut mengikuti arah tatapan temannya, Fijo jelas mengikuti juga dan tatapan tersebut mengarah ke arah Tia. "Hajar Mon, gue yakin sekali kedip bisa takluk tuh cewek." "Jangan panggil Demon kalau gue enggak bisa naklukin tuh cewek," ucapnya dengan bangga, Fijo yang mendengar lantas menahan ketawanya yang membuat mereka yang melihat menatap tajam. Demon berkata, "Kenapa? Ada yang lucu?!"  "Enggak, silahkan pilih menunya," balas Fijo. "Kalian pesan, gue mau nyamperin dulu dia," ujar Demon yang membuat beberapa temannya mengangguk sambil tersenyum senang. Laki-laki tersebut kini melangkahkan kakinya menuju gadis yang masih setia menscroll handphonenya sambil sesekali menyeruput minumannya. "Hai." Tia menghentikan aktifitas menscrollnya lalu melirik sekilas ke laki-laki yang kini menaikkan kedua alisnya. Gadis tersebut kini kembali melanjutkan aktifitasnya, laki-laki tersebut jelas menatap bingung karena ia tidak pernah diabaikan oleh cewek manapun. "Boleh minta nomornya enggak?" tanya Demon. "Gak." Jawaban singkat membuat Demon merasa di remehkan dan diabaikan, ia menatap kesal ke gadis tersebut. Demon menyela, "Sombong banget si, berapa emang harganya?" Tia yang mendengar menyeringai tipis yang membuat laki-laki tersebut jelas keheranan, gadis tersebut kini menatap datar ke Demon. "Lu yakin mampu bayar gue?" tanya Tia yang membuat Demon terkejut mendengarnya, bukannya marah gadia tersebut malah bertanya. Laki-laki tersebut kini mengeluarkan dompetnya, para pelayan yang berada di meja pemesanan jelas mengerutkan keningnya menatap bingung. Demon mengeluarkan beberapa kartu atm-nya lalu berkata, "Masing-masing di kartu ada 1M." Gadis tersebut lantas tersenyum miring yang membuat Demon merasa bangga terlebih ketika Tia memegang kartu atm-nya. "Masih belum mampu kalahin isi rekening gue," ujar Tia dengan entengnya, mereka yang mendengae jelas menahan ketawanya ketika gadis tersebut mempermalukan laki-laki tersebut. Budi berbisik, "Mampus." "Main-main sama Nona Dragons," bisik Husen menimpali bisikan Budi yang sedang membuat minuman, Demon jelas menatap ke arah mereka semua bahkan para pengnjung yang mendengar perkataan gadis tersebut. Laki-laki tersebut mengepalkan tangannya menatap tajam ke arah Tia, tanpa pikir panjang ia mencengkram pipi Tia. Jelas mereka yang mengenal Tia tidak terima, namun tangan Tia memberi kode untuk tidak ikut campur. "Lu tinggal sebutin harga lu biar gue bayar lu?!" seru Demon dengan emosi. Tia sempat-sempatnya tertawa mendengar perkataan tersebut, gadis tersebut dengan reflek meludah ke muka Demon. "Cewek siyalan!" seru Demon yang lalu semakin mencengkram pipi Tia. Rega yang baru saja tiba dan mendengar suara teriakan dari para pengunjung cafe` lantas berteriak, "ADA APA INI?!" Ketika masuk ke cafe`nya tersebut. Pandangan mata Rega kini mengarah ke arah gadis yang ia kenal sedang dicengkram, tanpa pikir panjang laki-laki tersebut sedikit berlari menghampirinya. "Lepasin tangan lu dari dia?!" seru Rega, Demon yang mendengar lantas menoleh ke arah sumber suara. Rega bergumam, "Demon!" "Wah, sangat kebetulan banget ketemu pahlawan kesiangan disini," kata Demon meremehkan. "Lu enggak malu lawan cewek? Atau frustasi gara-gara kalah mulu kalau duel sama gue?" tanya Rega meremehkan, Demon jelas menatap tajam hingga membuat ia menghempaskan Tia hingga terdorong kesandaran sofa. Laki-laki tersebut kini mengarahkan tatapan tajamnya ke Rega, tanpa pikir panjang ia langsung mencengkram baju lawan bicarannya. Rega yang mendapat perlakuan tersebut hanya tersenyum miring, tatapannya jelas meremehkan yang membuat semakin Demon emosi. "Mending lu pergi deh, kalau niatnya cuman mau bikin keributan doang," ujar Tia. Segerombolan teman-teman Demon jelas menghampiri yang membuat Rega memberi kode agar teman-temannya tidak ikut campur. Tia hanya mengangguk ke arah 5 orang tersebut seolah turuti saja perintah Rega. "Kebiasaan buruk lu enggak pernah berubah ternyata," cetus Rega. Tanpa pikir panjang Demon lalu memberikan bogeman keras di pipi Rega, hingga membuat laki-laki tersebut tersungkur dan mengeluarkan darah di sudut bibirnya. "Gue udah peringatin lu buat keluar ya, tapi lu malah mukul Rega," cetus Tia yang kini berdiri dengan tatapan tajam. Demon berbalik badan sambil tersenyum miring menatap gadis tersebut, ia menampar hingga membuat memar di sudut bibirnya. "Lu enggak usah ikut campur?!" Rega beranjak berdiri lalu berteriak, "DEMON!"  "Jelas gue harus ikut campur?! Rega itu teman gue," cetus Tia dengan lantang. "Mon, keluar selagi lu enggak gue kasarin! Jangan buat pengunjung cafe` gue enggak nyaman gara-gara lu," ujar Rega. Demon menyela, "Kalau gue enggak mau, gimana?" Ia lalu tertawa, begitu juga dengan beberapa temannya. Rega berbalik badan lalu berkata, "Kak, mohon maaf atas ketidaknyamanannya, cafe` ini kita akan tutup, jadi kakak sekalian bisa keluar lebih dulu." Semua pengunjung lantas keluar tanpa protes, terlebih kini Demon mengeluarkan pisau lipat dari hoodienya. Rega kini menatap Budi lalu mengangguk, Budi yang mengerti lantas mengangguk lalu menekan tombol yang mebuat cafe` tersebut kini tertutup rapat. Demon kini mengarahkan pisau tersebut ke arah Tia, namun dengan sigap Tia dapat mencengkram tangan Demon dan pisau kini berada di tangan Tia.  "Gue udah peringatin lu baik-baik ya," cetus Tia. Rega berkata, "Ti, kontrol!" "Jangan macem-macem Ti," ujar Husen. Beberapa teman Demon lantas tidak berani melawan akrena pisau tersebut ada di leher temannya yang sekaligus Ketua Gengster dari D'Blue. "Gue dari tadi diam aja diremehin, tapi lu makin bertingkah," bisik Tia dengan mata yang menajam, Rega yang melihat jelas khawatir. "L-lu berani-beraninya sama gue," kata Demon terbata-bata. Tia menyela, "Jadi malaikat maut buat lu detik ini juga bisa gue." Perkataannya datar, namun itu membuat siapapun yang mendengarnya bergidik ngeri. "Ti, buang, biar Demon gue yang urus," ujar Rega pelan, Tia menatap tajam ke arah laki-laki tersebut lalu mendorong Demon hingga berada di tangan Rega. Rega berkata, "Mending lu keluar, gue enggak mau ada pertumpahan darah di cafe` gue." Demon dan beberapa temannya lantas keluar sambil menatap horor gadis tersebut. "Perasaan belum di apa-apain, kok kabur," cetus Tia yang kini kembali duduk dan menyeruput minumannya. Gadis tersebut melirik ke arah tangannya yang tergores sedikit terkena pisau lipat yang ia ambil alih. "Kepala lu minggir semua," ucap Tia tanpa menoleh ke arah lima orang yang menatapnya dengan bingung, namun mereka mengikuti saja. Pisau tertancap sempurna di titik merah yang biasa buat minan memanah mereka, kelima orang tersebut jelas berdecak kagum sekaligus bergidik ngeri menatapnya. "Gila, gila, untuk gue nurutin kata lu," cetus Husen. Budi menimbrung, "Jantung gue berdebar-debar." "Mau mati kali lu," ujar Tia membuat mereka yang mendengar jelas tertawa, sedangkan Budi hanya menatap kesal. Rega berkata, "Buka lagi." Fijo mengangguk, lalu menekan tombol untuk membuka cafe` Dragons kembali. Laki-laki tersebut kini duduk tepat dihadapan gadis tersebut. "Kenapa?" tanya Tia ketika mendapat tatapan dari Rega. "Untung lu enggak kelepasan," balas Rega. "Kalau kelepasan juga enggak masalah buat gue," ujar Tia dengan santainya. Rega yang mendengar jelas menghela nafasnya gusar. "Iya lu enggak masalah, cuman masalah buat kita semua," cetus Rega yang membuat Tia hanya tersenyum tipis saja, ia paham maksud dari lawan bicaranya tersebut. "Maaf," kata Tia yang membuat Rega hanya menyentil dahi gadis tersebut lalu berkata, "Lain kali jangan begitu ya." "What the fak men!" seru mereka berlima, lantas membuat Tia dan Rega menoleh lalu tertawa. Pengunjung cafe` mulai berdatangan kembali dan semua sibuk melayani begitu juga dengan Rega yang sudah berganti baju hitam polos berlambangkan cafe` tersebut, Tia masih setia duduk sambil menscroll handphonenya. Dering telepon membuatnya langsung mengangkat teleponnya. "Halo." "Lu dimana?" "Cafe` Dragons." "Sama siapa? Ada Rega?"  "Sendiri, ada lagi ngelayanin tuh." Rega yang mendengar lantas mengerutkan keningnya lalu menganggguk ke atas seraya bertaya. "Revan," kata Tia, Rega yang membaca gerak bibir gadis tersebut hanya ber Oh ria saja lalu melanjutkan melayani pengunjung cafe` tersebut. "Gue otw kesana sama bocah." Tia hanya berdehem saja lalu mematikan teleponnya secar sepihak yang membuat Revan kini menatap kesal ke layar handphonenya. Revan berkata, "Ya Allah jadi abang enggak ada harga dirinya banget kalau sama Queen." "Kenapa Van?" tanya Riko. "Main matiin aja teleponnya," jawab Revan yang membuat kedua sahabatnya tertawa kecualo Alex yang hanya tersenyum tipis saja. Alex bertanya, "Kemana?" "Cafe` Dragons," balas Revan lalu menaiki motornya, begitu juga dengan ketiga sahabatnya. Riko berkata, "Itu cafe` kan terkenal banget, boleh tuh." "Katanya banyak cewek cantik yang kongkow disitu," ujar Bary, Revan hanya menggelengkan kepalanya lalu melajukan motornya meninggalkan mereka terlebih dahulu, Alex menyusul. Bary berkata, "Eh tungguin kupret!" Lalu melajukan motornya menyamain laju motor ketiga sahabatnya tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD