Bab 31

1563 Words
Sinar mentari sudah nenampakan dirinya di atas langit yang tinggi, namun gadis tersebut masih terlelap dalam tidurnya karena hari ini weekend ia ingin tidur lebih lama untuk hari ini saja walau waktu sudah menunjukkan siang hari, ketukan pintu membuat ia mengeriyep. "Siapa?!" teriak Tia dengan lantang, matanya masih terpejam. "Woi kebo betina bangun, lu enggak inget hari ini bang Rey pulang," teriak Revan dibalik pintu, gadis tersebut sontak terduduk di kasurnya dan membuka mata dengan sempurna. "Astaga kenapa bisa lupa kalau hari ini bang Rey pulang," kata Tia dengan gusar. Revan mengetuk kembali pintu sang adik dengan sngat kencang hingga membuat gadis tersebut mendengus kesal, ia beranjak turun dari kasur king sizenya lalu melangkah perlahan ke arah pintu kamarnya. "Kenapa si Bang, berisik tahu enggak," ujar Tia ketika membuka pintu. Laki-laki yang ada di hadapanny kini tertawa pelan membuat Tia mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Kenapa lu ketawa?"  "Muka lu, kenapa gitu amad si ya Allah," ucap Revan, jelas gadis tersebut menekuk bibirnya atas ledekan sang abang. Tia menyela, "Lu kalau mau ngledek doang, mending minggat dari kamar gue." "Dih gitu aja ngambek, maaf deh maaf," kata Revan dengan cengiran khasnya, ia mengacak-ngacak gemas rambut sang adik. Tia berteriak, "REVAN ISH!!" Revan kini menyengir kuda saja lalu berkata, "Mandi sana, gue mau jemput bang Rey di bandara." "Sebentar." Tia langsung menutup pintu kamarnya yang membuat Revan terkejut, gadis tersebut kini berlari ke kamar mandi untuk membersihkan dan menyegarkan tubuhnya. Revan berteriak, "Gue tunggu di bawah, jangan lama!" Ia lalu melangkahkan kakinya pergi dari kamar sang adik. 10 menit kemudian, Tia kini telah selesai dengan segala aktifitasnya setelah mandi, ia mengambil tas selempang kesayangannya ia memasukkan handphonenya, sebelum melangkah keluar kamar ia menyemprotkan sedikit minyak wangi di bajunya. "Mumpung bang Rey pulang, sekalian kita tarik ke mall," kata Tia dengan raut wajah semeringahnya. Gadis tersebut kini menatap telapak tangan kanannya yang terbalut beberapa hansaplast untuk menutupi luka goresan gelas kemarin. "Semoga bang Rey enggak nanya apapun soal ini," gumam Tia pelan, ia kini kembali menatap kaca ia menarik nafasnya dalam-dalam lalu melangkah keluar kamar dengan senyuman senang. Caca dan Rifan yang sedang bersantai di ruang keluar sambil menikmati cemilan serta minuman yang tersedia menoleh secara bersamaan ketika mendengar dendangan dari arah tangga yang ternyata anak gadisnya. "Selamat siang Ayah, Bubu," kata Tia sambil menghampiri kedua orang tuanya. "Mau kemana kamu?" tanya Rifan to the point. Tia mengecup pipi kedua orangtuanya yang membuat kedua orangtuanya mengerutkan keningnya. "Kenapa si kamu? Mau minta uang jajan? Tumben kayanya bahagia banget," ujar Caca. "Ish, Tia mah selalu bahagia dong," ucap Tia sambil tersenyum manis dan menaikkan kedua alisnya. Rifan berkata, "Ayah transfer ya uang jajannya." "No! Tia masih ada uang jajannya kok, masih cukup untuk setahun kedepan," kata Tia dengan santainya. Revan yang habis memanasi mobil menghampiri mereka yang sedang berbincang. "Udah?" tanya Revan. "Oh kamu mau ikut Revan jemput Bang Rey?" tanya Caca, Tia hanya mengangguk dengan antusias, senyum manisnya tak luntur dari bibirnya. "Kirain kamu mau minta uang jajan," kata Rifan. "Revan mau kok Yah," sela Revan sambil menyengir kuda. Caca berkata, "Kamu mah udah sering minta." "Nanti Ayah transfer," kata Rifan, mereka berdua lantas berpamitan kepada kedua orang tuanya dan melangkah keluar dari rumahnya. Tia berkata, "Bang, sebelum ketemu bang Rey gue cuman mau ingetin jangan bilang apapun soal luka di tangan gue." "Iya gue udah tahu," balas Revan. Gadis tersebut tersenyum manis membuat Revn hanya memutar bola matanya dengan jengah lalu berkata, "Tapi kalau lu terusan luka kaya gini, bang Rey bisa curiga dan dia pasti akan cari tahu sendiri," jelas Revan, lalu masuk ke dalam mobil. Tia terdiam sejenak mendengar perkataan abang keduanya, Revan jelas mengerutkan keningnya ketika sang adik hanya diam saja. "De, ayuk!" Gadis tersebut tersadar dari diamnya, lalu masuk ke dalam mobil. "Kebiasaan lu ngelamun mulu," cetus Revan sambil memasang seatbeltnya. "Ngelamun itu enak, apalagi ngelamunin artis korea," kata Tia dengan senyuman, ia juga lantas memasang seatbeltnya. Revan melajukan mobilnya keluar dari perkarangan rumahnya, sedangkan Tia kini mengutak-ngatik untuk mencari lagu yang enak di dengar. "Bang, lu suka sama Siska?" tanya Tia to the point. Laki-laki tersebut yang sedang fokus menyetir sontak menoleh ke arah sumber suara, Tia lantas menoleh juga ke arah sang abang sambil menaikkan kedua alisnya. "Kenapa lu tiba-tiba nanya gitu?" tanya Revan. "Nanya aja, emang enggak boleh?" Revan menjawab, "Iya boleh aja si, cuman tumben banget." "Ya gue si setuju kalau lu sama Siska, dia juga suka sama lu kok, jadi tenang saja perasaan lu bakal berbalas kok," kata Tia, Revan yang mendengar hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum tipis namun tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Revan. 20 menit kemudian, mereka telah sampai di bandara untuk menjemput Reyfand yang pulang dari dinas keluar kotanya. Mereka turun dari mobil dan berjalan ke loby bandara untuk menunggu kedatangan, Revan mengecek handphoennya terus untuk memantau keberadaan sang abang. "Bang Van, nanti pulang beli ramen yuk," kata Tia dengan raut wajah merajuk. Revan menoleh ke arah sang adik yang memasang wajah menggemaskan. "Yeuh, lu mau ikut jemput pasti ada maunya," cetus Revan membuat Tia kini menyengir kuda karena ketahuan. "BANG REY!" teriak Tia sambil melambaikan tangannya, Rey yang tadi celingak celinguk kini tersenyum tipis sambil melambaikan tangannya kepada adik perempuannya. "Toa lu masih aktif ya ternyata," kata Revan. Rey melangkahkan kakinya mendekat ke arah kedua adiknya, aura ketampanannya Rey tidak perlu di ragukan lagi, para wanita bahkan staf bandara wanita menatapnya tiada henti bahkan tak berkedip. "Halo Queennya abang," kata Rey, Tia sontak langsung memeluk abang pertamanya ketika direntangkan tangannya. "Kangen banget sama adik abang yang bawel ini," kata Rey sambil mengelus kepala sang adik. Revan menyela, "Ama gue enggak? Astaga padahal gue yang disuruh jemput." Rey yang mendengar sontak tertawa pelan lalu memeluk Revan juga. Tia berkata, "Irian aja dasar." "Ini kemauan sendiri atau paksaan dari Revan?" tanya Rey kepada adik perempuannya. Gadis tersebut hanya menyengir saja membuat Rey mengerutkan keningnya. Revan menyela, "Ikut karena ada maunya Bang." Rey lamtas menatap lekat ke arah adik perempuanya dengan penuh tanda tanya, Tia kembali menyengir sambil menggandeng lengan Rey. "Mau ramen bang," kata Tia sambil mengedipkan kedua matanya. Rey tersenyum tipis sambil mengelus pelan pucuk rambut gadis tersebut. "Oh ternyata ada maunya ngejemput abang sendiri," sindir Rey membuat Tia memanyunkkan bibirnya lalu berkata, "Ish enggak gitu kok." "Yasudah kita makan ramen," kata Rey membuat Tia membinarkan matanya, raut wajahnya senang membuat kedua abangnya hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya pelan. Mereka bertiga lalu melangkahkan kakinya menuju parkiran tempat mobil Revan di parkirkan. "Sini bang gue aja yang bawa," kata Revan sambil mengambil koper yang di bawa sang abang. "Tumben banget lu baik," cetus Tia. Rey berkata, "Nanti gue transfer uang buat belanja lu." Revan kini menaikkan kedua alisnya dengan senyum tipis kesenangan. "Oh senangnya, punya keluarga tajir melintir," ujar Revan membuat Rey dan Tia tertawa pelan melihatnya. Revan memasukkan koper ke dalam bagasi mobil, setelah itu ia melangkah ke pintu pengemudi untuk melajukan mobilnya. "Gue aja sini yang nyetir," kata Rey. "Eits enggak usah, lu kan habis pulang, duduk manis aja terus nanti traktir kita," kata Revan sambil memasang seatbelt-nya, Rey yang duduk di kursi sebelahmya hanya tersenyum tipis. Tia bertanya, "Bang perasaan waktu pergi enggak bawa apa-apa, kok pulang-pulang bawa koper." "Oleh-oleh," balas Rey. "Wah, serius?" Rey hanya mengangguk dengan senyuman tipisnya sambil menoleh kebelakang sebentar melihat adik perempuannya. Revan bertanya, "Pesanan gue adakan?" Sambil menaikkan kedua alisnya. "Sudah semua," balas Rey. 18 menit kemudian mereka telah sampai di salah satu restauran ramen yang tidak pernah sepi pengunjung, Revan memarkirkan mobilnya dengan sempurna lalu mereka bertiga kini turun secara bersamaan. Tia dengan manjanya menggandeng tangan kedua abangnya, Revan dan Rey lantas hanya tersenyum tipis saja melihat sang adik.  Mereka kini memasuki restauran yang tentunya di sambut hangat oleh pelayan disana, mereka bertiga melangkah ke arah meja yang dekat kaca menghadap ke jalanan. "Mbak." Revan memanggil pelayan sambil mengangkat tangannya, satu pelayan restauran tersebut menghampiri meja mereka. Para pengunjung restauran tersebut yang kebanyakan wanita tak ada hentinya menatap ke arah mereka, tak jarang ada juga yang memfoto mereka karena sangat di sayangkan kalau tidak di abadikan, terlebih sebagian dari mereka mengetahui siapa Rey, laki-laki yang terus terpampang di majalah dan billboard besar atas kesuksesannya di usia muda. "Kamu mau pesan apa?" tanya Rey. Tia melihat buku menunya untuk melihat-lihat ramen dan beberapa cemilan yang akan ia pilih. "Ramen beef aja deh, minumnya es lemon tea ya," kata Tia sambil memberikan buku menu kepda abangnya kembali. "Pilihin saya sushi yang best seller," ujar Rey, pelayan tersebut lantas menulis kembali pesanannya. Tia berkata, "Lama banget lu." "Saya ramen pedas ayam saja," kata Revan, pelayan tersebut kembali menulis. "Minumannya samain saja mbak," ujar Rey. Pelayan tersebut lalu mencatat kembali dan berkata, "Baik, silahkan ditunggu pesanannya ya Kak." Tia tersenyum tipis menanggapinya. Rey mengambil handphonenya lalu memotret adik perempuannya yang sedang menatap ke arah jalanan, laki-laki tersebut sontak mengupload fotonya di stroy sosial medianya, yaps Rey termasuk aktif di sosial medianya ia bahkan sudah bercentang biru diikuti oleh para orang luar negeri.  Laki-laki tersebut kini menaruh handphonenya setelah membuat story, ia menatap sang adik dengan lekat namun sorot matanya kini mengarah ke telapak tangan Tia, tanpa pikir panjang ia langsung menarik tangan gadis tersebut yang membuat Tia sontak terkejut. "Tangan kamu kenapa? Kenapa banyak hansaplast, terus merah-merah gini?" tanya Rey dengan penuh selidik. Gadis tersebut sontak terdiam sejenak, ia bingung akan menjawab apa atas pertanyaan abang pertamanya, Revan sontak menatap terkejut karena pertanyaan sang abang. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD