Bab 22

2140 Words
Gadis dengan paras cantik kini berada di depan mobil sang abang, ia bersedikap membuat Rey memandang frustasi. "Queen, maafin abang ya, kita jadi nonton kan," ucap Rey selembut mungkin. Tia hanya diam membisu saja, ia kini berjalan ke arah pintu penumpang. "Queen jangan gini kek, apa perlu abang banting hape biar kamu enggak ngambek lagi?" Gadis tersebut hanya berdiam diri saja, sedangkan dering telepon membuat Rey ragu untuk mengangkatnya terlebih ketika sang adik melirik ketus. "Angkat aja, kan penting," kata Tia. Rey memandang sang adik, namun tak berapa lama kemudian ia mengangkat teleponnya sedangkan Tia kini bersender di mobil. "Halo, saya di parkiran luar, adik saya ngambek." Sambil melirik ke arah sang adik, Tia hanya mengernyitkan dahinya . "Yasudah saya ke parkiran saja." "Maaf ya ngerepotin, saya tunggu." Rey lalu mematikan teleponnya secara sepihak membuat gadis tersebut yang tadi menguping kini mengalihkan pandangannya. Rey berkata, "Queen, tunggu orang dulu ya, habis itu kita pulang biar kamu enggak ngambek lagi." Tia hanya berdehem saja, kini ia menyibukkan dirinya dengan memainkan handphonenya. "Gimana abang mau punya pacar kalau kamu kaya gini Queen," gumam Rey. "Emang selama ini pacar ada yang benar?" tanya Tia dengan sedikit ketus yang membuat Rey bungkam, pasalnya adik perempuannya ini hapal betul wanita apa saja yang mendekati sang abang. Tia berkata, "Selama enggak ada yang tulus, Tia enggak bakal ngrelain abang sama wanita manapun, yang ada bangkrut nanti kalau di biarin." Rey yang mendengar kini menatap lekat ke arah sang adik, jelas itu membuat Tia bingung keheranan. "Kenapa?" tanya Tia ketus. Rey kini mendekat ke arah sang adik lalu mengelus pelan pucuk rambut Tia sebelum menjawab, " Enggak papa, abang lebih suka kamu bawel dibanding diam seribu bahasa." Gadis tersebut hanya memutar bola matanya dengan jengah. Wanita dengan rambut sebahu kini berada di depan loby mall, ia celingak celinguk mencari seseorang namun beberapa detik kemudian ia menemukan seseorang yang ia cari, seseorang yang membuat janji bertemu dengannya, ia menghampiri dengan perlahan. "Hai," ucap wanita tersebut. "Hai, maaf ya jadi ngerepotin sampai turun kesini." Tia jelas mengerutkan keningnya ketika sang abang berbicara dengan seseorang, ia melirik sejenak namun perlahan menampakkan wajahnya. "KAK NINA! KAK NINA KAN?" tanya Tia dengan sedikit heboh. Nina wanita cantik yang berlaku baik saat ia berbelanja dan di tuduh yang tidak-tidak oleh pegawai lain. "Hai cantik, ketemu lagi kita," ucap Nina dengan senyuman, gadis tersebut tanpa pikir panjang berlari pelan lalu menghampiri wanita baik tersebut. "Kakak janjian sama Bang Rey?" tanya Tia sambil menatap ke arah abangnya, Rey kini menggaruk tengkuk lehernya sambil menyengir kuda. Tia melepas pelukannya lalu menunjuk sang abang sebelum berkata, "Jangan bilang abang dari tadi fokus ke handphone dan cuekin aku gara-gara chatan sama Kak Nina." "Oh kamu ngambek gara-gara dia fokus ke handphonenya?" tanya Nina sambil merangkul gadis tersebut. "Iya Kak, gimana aku enggak ngambek kalau dia ngajak nonton tapi fokusnya ke handphone terus," cetus Tia dengan cemberut. Nina kini mengelus pelan rambut gadis tersebut. "Loh, kok jadi ngadu si," ujar Rey. "Biarin," balas Tia. "Jadi sekarang mau nonton bareng aku enggak?" tanya Nina dengan senyuman manisnya. "MAU!" seru Tia, Rey yang mendengar seruan tersebut lantas menatap melongo. Rey menyela, "Loh, tadi abang bujuk enggak mau, kok sekali ajakan Nina kamu mau." Tia hanya menatap sengit ke arah abangnya yang membuat wanita yang sedang merangkulnya hanya tertawa pelan menggelengkan kepala. "Yasudah ayuk masuk, nanti kita kehabisan tiketnya loh," kata Nina, Tia hanya mengangguk. Mereka berdua kini melangkah untuk memasuki kembali mall tersebut, sedangkan Rey menatap bingung sambil mencetus, "Kok malah gue yang di tinggal." Tak mau pikir panjang ia lalu menyusul kedua wanita tersebut yang sudah mendahului masuk ke mall. "Kakak ada hubungan apa sama Bang Rey?" tanya Tia sambil menatap wanita di sampingnya. Nina mengerutkan keningnya lalu berkata, "Hubungan? Enggak ada hubungan apa-apa kok. Kenapa kamu nanya gitu?" "Ya enggak papa si Kak, cuman enggak biasanya Bang Rey itu lihatin handphone sefokus itu," balas Tia. Nina berkata, "Oh ya?" Gadis tersebut mengangguk dengan yakin membuat Nina hanya tertawa pelan. Rey kini sudah berada di samping kedua wanita tersebut. "Kenapa kok abang di tinggal?" tanya Rey. "Ngapain nungguin abang," balas Tia. Mereka bertiga lalu menuju lantai atas tempat bioskop berada, tanpa pikir panjang mereka kini mengantri untuk memesan tiket bioskop.  "Mbak satu teater ya," ucap Rey dengan santainya ketika sudah berada di depan loket tiker, jelas penjaga loket tiket tersebut melongo selain karena ketampanannya laki-laki tersebut, ia juga terkejut atas pesanannya. Tia menyela, "Abang!" Rey menoleh lalu mengangguk seraya bertanya. Nina berkata, "Kita pesan 3 tiket saja Mbak." Rey memandang heran kepada wanita tersebut sebelum berkata, "Kenapa? Kamu kira saya enggak mampu." Sedang Tia hanya menepuk jidatnya melihat kepameran abangnya tersebut. "Ya Allah Bang, Tia mau banget berkata kasar tapi nanti dimarahin," ujar Tia. Nina menghela nafasnya dengan gusar lalu memutar bola matanya dengan malas, wanita tersebut lalu sedikit menjauh dari mereka berdua membuat Rey mengerutkan keningnya. "Udah mbak 3 aja, film horor nih," ucap Tia lalu menunjuk bangku yang akan mereka tempati. "Cash, atau debit kak?" tanyanya. Gadis tersebut lalu menyenggol abangnya yang membuat Rey menaikkan kedua alisnya, Tia hanya memberi kode melalui matanya tak pikir panjang laki-laki tersebut memberikan 2 lembar uang. "Makasih ya Mbak," ujar Tia lalu mengambil tiket bioskop tersebut. "Kenapa enggak pesan satu teater aja si," cetus Rey. Tia memutar bola matanya dengan malas lalu berkata, "Enggak ada sensasinya kalau kita nonton bertiga doang, mana horor pula." "Kamu pesan film horor?" tanya Nina, gadis tersebut hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan tersebut. Rey bertanya, "Kenapa emang? Kamu mau ganti film?" Wanita tersebut diam sejenak sebelum menjawab, "Enggak usah, tapi aku enggak nonton ya." "No! Harus nonton, ini udah pesan 3 loh," balas Tia lalu menunjukkan tiketnya. Nina hanya menatapnya pasrah saja. "Pegang saya saja nanti biar enggak takut," ucap Rey yang membuat Tia memandang aneh ke sang abang. "Modus," cetus Tia. Sedangkan di satu sisi, kelima laki-laki tersebut baru saja tiba di mall yang sama dengan Tia, Rey, namun mereka tidak janjian. "Eh kita nonton yuk, katanya ada film seru," kata Bary. Mereka berempat lantas terdiam sejenak sebelum menjawab, "Oke." "Nah gitu dong kalau di ajak oke oke aja jangan nolak mulu," cetus Bary sambil menaikkan kedua alisnya. Mereka berlima lalu melangkahkan kakinya menuju tempat bioskop berada. "Siapa nih yang bayarin kali ini?" tanya Riko. Tanpa pikir panjang Alex melangkah lebih dahulu ke loket tiket dan membayar semua tiket keempat sahabatnya, namun tentu saja ia memilih film sesukanya. "Emang lu doang Lex sobat gue, yang lain mah sodara," kata Rega. "Emang the best banget ini sahabat gue," cetus Bary. Riko menimbrung, "Alhamdulillah punya teman sultan semua." "Lex nanti gue tf ya," ujar Revan. "Enggak usah, santai," kata Alex. Revan berkata, "Kalau gitu gue yang beli makanan aja." "Nah bagus itu," cetus Rega. "Ya Allah rejeki anak soleh," ujar Bary. Riko menyela, "Lah kan lu anaknya Pak Samsul." Bary yang mendengar lantas memutar bola matanya dengan jengah lalu berkata, "Yeuh mulai bawa nama bapak gue." Mereka yang melihat perdebatan mereka hanya menggelengkan kepalanya, sedangkan Revan kini melangkahkan kakinya membeli cemilan untuk dinikmati nanti. "Duh mau buat status tapi takut di kata alay," ucap Bary. "Emang sejak kapan lu enggak alay?" tanya Alex. "Benar tuh, kan yang alay di antara kita ya cuman lu," balas Riko. Bary memandang cemberut ke arah mereka semua yang kini tertawa pelan. "Eh udah tuh," ujar Rega ketika mendengar teater yang mereka tempati telah di buka. "Bawain nih," ucap Revan, Riko dan Bary lantas mengambil cemilan yang berada di pegangan sahabatnya. Mereka berlima lalu memasuki teater dan mencari tempat duduk sesuai dengan tiket yang berada di tangan mereka. Alex berjalan lebih dulu untuk duduk dibangku ke empat dari pojok, karena 3 bangku kesana sudah terisi. "Kaya gue kenal tuh orang," ucap Revan ketika melihat laki-laki di pojok barisan bangkunya. "Bang Rey?!" "Loh Revan? Kamu nonton?" tanya Rey sedikit terkejut mendapatkan sang adik keduanya. Revan memandang wanita yang berada di samping Rey. "Siapa? Pacar lu?" tanya Revan. "Calon istri," balas Rey yang membuat Nina menoleh dengan raut wajah terkejut, tak dipungkir degup jantungnya tak bisa di hindari. Semua teman-teman Revan jelas menyapa Rey satu persatu, begitu juga dengan Alex. "Tumben lu enggak pesan satu teater," ujar Revan. "Dia enggak mau," balas Rey yang membuat adik keduanya hanya manggut-manggut saja. Rey berbisik, "Adik kedua saya, namanya Revan." Nina yang mendengar hanya menatap Revan yang menatap sambil tersenyum sopan ke arahnya. Gadis cantik kini sudah selesai dengan aktifitas di toiletnya, kini ia melangkah memasuki teater dan mencari bangku. "TIA!" seru Rega ketika melihat gadis tersebut menaiki tangga ke arah bangkunya. "Loh, lu ikut juga dek?" tanya Revan. Gadis tersebut jelas di buat terkejut atas kehadiran mereka yang tiba-tiba duduk sederetan dengan bangkunya. Tia bertanya, "Lu pada ngapaim disini?" "Lagi kerja Ti, ya nonton lah," balas Bary. "Lu gangguin bang Rey pacaran aja," cetus Revan. Tia menyela, "Enak aja, gue yang di ajak." Gadis tersebut lalu melangkah masuk melewati mereka untuk duduk di bangkunya, raut wajahnya sedikit terkejut ketika ada laki-laki yang ia kenal sekaligus yang dijodohkan olehnya. Alex tersenyum tipis, lalu menoleh ke arah gadis yang telah duduk di sampingnya. "Bang Revan dkk kok bisa disini?" tanya Tia sedikit berbisik ke arah Rey. Rey yang mendengar pertanyaan sang adiknya hanya menghendikkan bahunya lalu menjawab, "Abang juga kaget." "Bukan abang yang kontek?" tanya Tia, Rey hanya menggelengkan kepala pelan. Gadis tersebut kini bersandar di bangku, ia mengerutkan keningnya lalu menatap ke arah mereka yang duduk berjajar disampingnya. Bary berkata, "Emamg jodoh banget lu sama berdua, tanpa janjian diketemuin di bioskop, bangku satu deret, samping sampingan pula." "Takdir tuhan," cetus Riko. Rega menimbrung, "Coba kalau tadi lu nolak di ajak ke mall, mana bisa ketemu ayang beb." Alex hanya mendengar saja ocehan-ocehan sahabatnya. "Terimakasih lu sama gue, Lex." Bary berkata dengan bangga sambil menaikkan kedua alisnya. Alex hanya berdehem saja mendengarnya, matanya hanya fokus ke menatap iklan yang berada di layar lebar tersebut. Film di mulai, adegan demi adegan menegangkan membuat penonton menjerit terutama ketika ada jumpscare, Tia yang menantang dirinya juga takut ia bahkan tidak sengaja memegang tangan Alex dengan erat yang membuat laki-laki tersebut tersenyum tipis. "YA ALLAH ITU SETAN KENAPA NONGOL SI!" seru Bary. Alex kini menggenggam erat tangan gadis tersebut, gadis tersebut jelas terkejut, ia berusaha untuk melepasnya namun Alex semakin mengeratkan tangannya. "Biarin kaya gini," ucap Alex pelan, namun ketika Tia ingin membalas perkataan Alex, jumpscare tepat memenuhi layar bioskop tersebut yang membuat gadis tersebut enggan untuk melepas genggamannya. "Bisa jantungan gue kalau jumpscare terus," cetus Rega. Revan yang mendengarnya hanya menggelengkan kepalanya terlebih ketika melihat Bary yang menutup matanya namun mengintip lewat ruas jarinya. 1 jam 35 menit berlalu, film telah selesai. Penonton dibuat histeris ketika menontonnya tadi, lampu teater sudah kembali di nyalahkan dan mereka sontak melihat ke arah tangan kedua insan yang tergenggam satu sama lain. "Benarkan kata gue," ucap Bary. Tia yang tersadar lantas melepas genggaman tangan tersebut lalu berkata, "Maaf." "Gimana si kamu, kamu yang milih tuh film tapi kamu yang takut," ujar Rey. "Mana aku tahu kalau ada jumpscarenya gitu," jawab Tia. Rey beranjak berdiri denganterus menggenggam tangan Nina. "Udahlah besok gue bawa pasangan aja," cetus Bary. "Emang lu punya?" tanya Riko. Rega menyela, "Oh yang kemarin video call sama lu ya." "Itu udah putus," balas Bary. "Anjrot! Lu baru pacaran udah putus aja," kata Revan. Rey menyela, "Kalian masih mau ngobrol disini?" Mereka lantas menyengir kuda lalu beranjak berdiri yang membuat Rey hanya menggelengkan kepalanya pelan. Mereka lalu melangkah keluar dari teater tersebut secara beriringan. Alex menahan perih di tangannya ketika melihat ada bekas luka kuku, Tia yang melihat sekilas hanya mengerutkan keningnya. "Lu kenapa?" tanya Tia. "Enggak papa," balas Alex dengan senyuman, Tia hanya manggut-manggut saja. Riko yang berada di belakang kedua insan tersebut hanya mengerutkan keningnya ketika melihat luka d tangan sahabatnya. "Lex? Tangan lu kenapa?" tanya Riko yang membuat Alex memejamkan matanya sejenak, Tia yang mendengar lantas terdiam sejenak lalu menarik tangan laki-laki disampingnya. "Astaga! Lu kenapa enggak bilang kalau gue buat luka," cetus Tia sambil melihat tangan laki-laki tersebut. Alex menjawab, "Gue enggak papa kok." "Tapi ini luka, sakit ya pasti?" tanya Tia dengan raut wajah khawatir, Alex yang melihat hanya tersenyum tipis. "Kenapa si? Lu kok pada ngumpul disini?" tanya Rega sambil mengangguk ke atas. Riko menoleh lalu menjawab, "Tuh tangan Alex kena cakar." Mereka yang mendengar lantas mengerutkan keningnya, lalu melihat ke arah tangan sahabatnya. "Siapa yang buat itu?" tanya Bary. Revan menyela, "Astaga! Dek, lu apain itu tangan teman gue." Gadis tersebut menatap abang keduanya sambil cemberut lalu berkata, "Enggak sengaja gue." "Bukan salah Tia kok Van," balas Alex. "Macan betina," ujar Revan. "Lu tuh macan liar," balas Tia dengan tatapan sengit. Alex berkata, "Udah jalan lagi." "Tap–" "Gue enggak papa," balas Alex. Tia hanya terdiam sejenak ia menatap laki-laki tersebut dengan penuh rasa bersalah, sedangkan Alex hanya tersenyum sambil melanjutkan melangkah keluar bioskop tersebut yang tentu diikuti yang lain, Rey dan Nina sudah lebih dulu keluar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD