Bab 23

2273 Words
Sinar mentari menyerbak masuk begitu saja melalui celah jendela kamar gadis cantik yang masih tertidur nyenyak dibawah selimut dan memeluk guling, alarmnya berbunyi membuatnya terusik hingga membuka matanya perlahan dengan tangan yang meraba untuk sampai ke meja nakas. Ia mematikan alarm tersebut lalu memposisikan dirinya duduk di kasur king size, ia merentangkan tangannya lalu membuka matanya secara sempurna. "Pagi kenapa cepat banget ya," kata Tia. Tia kini beranjak turun dari kasurnya dan bergegas menuju kamar mandi, karen jam sudah semakin berlalu. Di sisi lain, keluarga dengan marga Ardiansyah sedang berkumpul diruamg keluarga. "Bu, tahu enggak kemarin Bang Rey nonton sama cewek," ucap Revan. "Udah biasa, abangmu kan playboy cap kadal," balas Caca yang tidak kaget lagi ketika mendengar anak pertamanya berkencan dengan seorang wanita. Rifan bertanya, "Oh ya? Menurut kamu gimana?" "Cantik si Yah, baik juga kayanya, penampilannya juga biasa aja enggak neko-neko, ya no bad lah," balas Revan. Caca yang mendengar penilaian sang anak kedua lantas terdiam sejenak memperhatikan Rey yang kini sedang menyuapkan makanan ke mulutnya. "Kenalin ke Bubu secepatnya!" Rey yang mendengar sontak terkejut, bahkan Revan memberikan minuman untuk sang abang yang hampir tersedak. Rey bertanya, "Kenalin ke Bubu?" "Iya dong, penilaian Revan enggak mungkin salah," balas Caca yang membuat Revan kini menaikkan kedua alisnya dengan bangga. "Nanti Bu, dia belum siap kayanya," ujar Rey. "Kayanya menarik," kata Caca sambil tersenyum manis. Sedangkan Tia kini sudah rapih dengan seragam sekolahnya, tidak lupa ia mengoleskan sedikit lip balm dibibirnya setelag selesai ia mengambil tasnya, hdan menggenggam handphonenya. Gadis tersebut kini menuruni anak tanggan dengan raut wajah senang, sambil sesekali berdendang. "Selamat pagi kesayangan," kata Tia sambil melangkah mendekat ke keluarganya. Keempat orang tersebut lantas mengerutkan keningnya menatap heran. "Kamu kenapa? Kayanya lagi senang banget?" tanya Caca. "Enggak Bu, kan biasanya emang Tia selalu senang," balas Tia dengan senyuman, ia kini menarik bangku untuk duduk dan sarapan bersama. Revan menyela, "Gimana enggak senang kemarin abis di pegang tangannya sama Alex." Kedua orang tuanya lantas menatap ke arah anak gadisnya. "Kamu jalan sama Alex?" tanya Rifan. Gadis tersebut menatap sengit ke arah abang keduanya yang kini tersenyum meledek. "Bukannya kamu sama Bang Rey?" tanya Caca. "Kita enggak sengaja ketmu Revan dkk Bu, dan kebetulan Alex juga ikut ternyata," jelas Rey, kedua orang tuanya ber Oh ria lalu tersenyum manis. "Jodoh banget ya kalian ternyata," kata Rifan. Tia menyela, "Ish apaan si ayah." Rifan hanya tersenyum geli saja ketika mendengarnya, terlebih raut wajah anak gadisnya merah karena malu. Setelah selesai sarapan semua berpamitan untuk kegiatan masing-masing, Tia dan Revan seperti biasa melajukan motornya secara beriringan keluar dari perkarangan rumah mereka. "No, balapan!" seru Revan sebelum Tia berkata. Gadis tersebut menghela nafasya gusar lalu berkata, "Ah cemen lu Bang." Mereka saling beriringan hingga kini lampu merah yang membuatnya berhenti, deruan motor dari samping kakan kirinya membuat abang beradik tersebut menoleh. "Kalian!" seru Tia ketika keempat motor tersebut menoleh lalu membukakan kaca helm fullface-nya. Revan bertanya, "Lu semua kok dari arah sini juga?" "Kebetulan," balas Alex, Tia yang mendengar hanya mengerutkan keningnya menatap bingung. Laki-laki tersebut kini mendongak untuk melihat lampu merah, beberapa detik kemudian ia menatap lurus dan menutup helm fullface-nya. Tia bergumam, "Aneh." Lampu sudah hijau, mereka melajukan motornya seraya berlomba untuk cepat sampai terutama Alex dan Tia yang kini saling menyalip untuk mendahului. "Ish Alex!" seru Tia menatap kesal ke laki-laki yang kini sengaja menyalip dengan deruan gas yang ia pamerkan, Tanpa pikir panjang Tia menambahkan kecepatan hingga berhasil mendahului Alex, laki-laki tersebut tersenyum tipis di balik helm fullfacenya. 15 menit kemudian Alex dan Tia secara bersamaan memasuki gerbang sekolah, semua yang melihat jelas menatap kaget bagaimana tidak mereka menyaksikan dengan kedua mata mereka kedua insan yang digadang-gadang sudah menjalin asmara tersebut beriringan dengan motor sportnya. "Gue akuin mereka keren banget." "Dia udah jadi princessnya the boy's, gue iri parah." "Mereka pacaran enggak si? Kok gue ngship mereka berdua ya." "Kalau kaya gini, kalah saing gue udah." Tia melepaskan helam fullfacenya lalu turun dari motornya, begitu juga dengan Alex. "Boleh juga kecepatan lu," kata Alex. Gadis tersebut menatap sekilas Alex yang kini melepas helm fullface-nya, wajah tampan saat melepas helm terlihat jelas di mata Tia, beberapa detik kemudian Tia mengalihkan pandangannya ke spion motornya lalu memebenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. "Lu juga hebat," balas Tia dengan senyuman tipis, ia lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Alex yang terdiam dan mengembangkan senyum di bibirnya. Keempat sahabatnya baru saja tiba dan langsung memarkirkan motor mereka masing-masing, karena jujur saja mereka ketinggalan sedikit jauh tadi ketika ia fokus melaju motor beriringan dengan Tia. "Woy! Senyam senyum aja lu," teriak Bary ketika melihat sahabatnya senyam-senyum. Revan menimbrung, "Apa yang di lihat si lu?" "Tau nih, kayanya senang banget beriringan sama Tia," cetus Rega sambil menaikkan kedua alisnya. Bary yang melihat lantas bernyanyi, "AKU JATUH CINTA, KEPADA DIRINYA SUNGGUH-SUNGGUH CINTA OH APA ADANYA." Sambil tangan yang seolah menghayati lagu tersebut, ketiga sahabatnya hanya tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya. "Udah bakat lu emang jadi tukang sambel," ujar Riko. Alex yang melihat hanya menggelengkan kepalanya lalu melangkah lebih dulu meninggalkan mereka berempat yang kini tanpa pikir panjang menyusul. "Mas Alex, tunggu aku," kata Bary. Sepanjang koridor para siswi tiada henti menatap kehadiran mereka, terlebih kelima laki-laki tersebut tertawa yang semakin menambah kesan ganteng di mereka. Langkah kaki mereka terhenti ketika Alex juga berhenti di depan kelas, keempat sahabatnya mengerutkan keningnya menatap heran. "Ngapain Lex?" tanya Riko. "Inikah kelas Tia," kata Rega. Bary memperhatikan kelasnya lalu melihat ke arah dalam kelas yang ternyaat benar saja ini kelas Tia. Tia yang sedang asik mengobrol dengan ketiga sahabatnya menoleh ketika di beri kode oleh Rayna. "Alex tuh," bisik Rayna, Siska dan Rima lantas menoleh ketika mendengar nama tersebut. Alex hanya menampilkan senyumnya untuk di lihat gadis tersebut, setelahnya ia melanjutkan langkah kakinya yang membuat keempat sahabatnya melongo. "Udah gitu doang? Enggak nyapa gitu?" tanya Bary bingung. "Ini sebaiknya gue restuin apa enggak si mereka?" tanya Revan. Riko menggelengkan kepalanya lalu berkata, "Tia yakin kuat sama dia?" "Gue si yakin, tapi palingan kita yang kesel," balas Rega. Mereka bertiga mengangguk seraya membenarkan perkataan Rega, mereka lalu melangkah kembali menyusul Alex namun sebelum itu mereka berempat mengangkat tangannya seolah berpamitan kepada Tia dkk. Siska berkata, "Cie di senyumin sama calon pacar." "Simpel si, cuman bikin klepek-klepek," nimbrung Rima. Tia menyela, "Apaan si ah. Lagi tuh orang enggak jelas banget si." Dengan raut wajah jengahnya, ketiga sahabatnya saling menatap satu sama lain seraya meledek Tia. "Kenapa lu pada? Cacingan?" tanya Tia. "Enggak jelas enggak jelas tapi di lihatin mulu, padahal orangnya udah enggak ada," sindir Siska. Tia yang mendengarnya jelas terdiam, mereka bertiga lantas tertawa melihat salah tingkahnya sahabatnya, Rayna menyenggol Tia sambil menaikkan kedua alisnya. "Udahlah, enggak usah gengsi sama kita, pesona dia udah masukkan di hati lu," kata Rayna. "Ya pastilah," balas Rima. Siska menyela, "Mana ada yang bisa nolak pesona seorang Alex Dirgantara." Dengan nada dramatis, gadis tersebut hanya memutar bola matanya dengan jengah. Bell masuk berbunyi, semua para siswa-siswi yang berada diluar kelas berhamburan untuk masuk ke kelas. Mereka semua mengikuti pelajaran dengan sangat serius, walau ada pasti oknum-oknum yang membuat kelas heboh dan ramai. "Ada yang mau bertanya?" tanya Sang Guru, semua hanya terdiam saja ketika ditanyai. Pelajaran berlalu bergitu saja, kini bell istirahat berbunyi membuat semua siswa-siswi berhamburan untuk segera ke kantin atau melepas penat dengan tidur di kelas. "Ti, kantin ayuk," ucap Siska. Tia hanya terdiam saja namun beranjak dari bangkunya, ia melangkah tanpa berkata apapun membuat ketiga sahabatnya menggelengkan kepalanya, Rayna menaikkan kedua alisnya seraya mengkode sedangkan kedua sahabatnya mengerti. "HOI!" seru mereka bertiga sambil merangkul Tia. "Astaga kalian tuh," cetus Tia sedikit terkejut, ia hampir terjatuh karena rangkulan ketiga sahabatnya. Mereka berempat lalu tertawa bersama membuat para siswa-siswi yang berada di lorong koridor memusatkan perhatiannya ke mereka, pujian sedikit terdengar ditelinga mereka, kecantikan mereka jelas di akui. Keempat cewek tersebut sudah berada dikantin, mata mereka lantas melihat ke kedai-kedai yang berjejer. "Gue lagi pengen gado-gado nih," kata Tia. "Tumben banget, lagi ngidam lu?" tanya Rima. Tia bermenye-menye lalu menjawab, "Iya, anak cacing mau makan nih." Ketiga sahabatnya lantas tertawa yang membuat Tia juga tertawa, mereka memesan masing-masing dan bertemu kembali ditengah. "Udah?" tanya Tia, ketiga sahabatnya hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Mereka berempat kini melangkah berjalan untuk duduk di meja yang masih kosong. "Eh iya Ti, bdw cafe` yang lu sama the boy's datangin kan cafe` hits di sosial media," kata Siska. "Oh ya? Gue baru tahu, berarti berhasil si Rega ngembangin cafe` nya," balas Tia. Rima menyeka, "Cafe` itu punya Rega?" Dengan nada bertanya, Tia hanya mengangguk saja. "Keren juga tuh bocah," ujar Rayna. Tia tersenyum tipis sebelum menjawab, "Dia join sama teman-temannya juga si, kan dia sekolah." "Eh eh ayuk kita kesana," kata Rima dengan heboh. Ketiga sahabatnya hanya memandang heran saja kepada sahabatnya. "Biasanya lu paling mager kalau di ajak ke cafe`," ucap Rayna. "Kali ini enggak, asal cafe` Dragons." Siska menyela, "Itu mah lu modus, bilang aja mau lihat Rega pas lagi ngelayanin kita nanti." Rima yang mendemgar perkataan sahabatnya hanya menyengir kuda saja membuat Tia yang melihat hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum tipis. Tak lama kemudian makanan yang mereka pesan satu persatu datang. "Lu enggak pakai nasi?" tanya Siska ketika melihat Tia hanya memesan gado-gado. "Lagi musuhan sama nasi," balas Tia lalu melahap perlahan gado-gado yang ia pesan, tidak lupa kerupuk warna-warni yang menambah kesan enak. "Jadi nanti kita ke cafe` ya?" tanya Rima membuat ketiga sahabatnya yang sedang melahap makanan menatap ke arahnya dengan mulut yang penuh makanan. Rima hanya menyengir saja ketika mendapat tatapan sengit dari para sahabatnya. "Hehe maaf, yaudah lanjutin," kata Rima. "Nanti kita ke cafe` lu enggak usah nanya lagi, dibanding kita berubah pikiran nanti," cetus Siska, Rima lantas meragakan seolah mulutnya dikunci yang membuat ketiga sahabatnya hanya tersenyum geli. Tiga siswa yang diketahui adalah senior tiba-tiba nenghampiri meja kelima sahabat tersebut, rambutTia tiba-tiba di jambak hingga membuat gadis tersebut meringis. "Kak, lepasin teman gue," ucap Rayna yang terkejut. "Eh diam aja lu berdua!" seru Eri. Tia berkata, "Salah apa lagi gue kali ini." Dengan nada meringis karena jambakan tersebut. Sedangkan disisi lain kelima cowok mostwanted yang sedang bercanda sambil menikmati minuman mereka terhenti sejenak ketika melihat keributan yang terjadi. "Van, Tia Van," ucap Rega. Revan lantas berdiri ketika melihat sang adik diperlakuin kaya gitu, ia ingin melangkah membela sang adik namun tangannya di tahan oleh Rega. "Tahan dulu Van, lu tahu kalau lu bertindak semua bakal tahu," ucap Rega. "Tapi Tia adik gue Ga! Lu tahukan gimana nekatnya Fiona," ujar Revan dengan nada yang memburu. Rega mengangguk untuk meyakinkan sahabatnya, Revan yang menatap sahabatnya kini perlahan kembali duduk dan mengatur nafas. "Kita lihatin dulu," kata Rega, Alex sedari tadi hanya menatap ke arah gadis tersebut, rasanya ingin membantu namun ia juga tidak boleh mendahului Revan sebagai abang Tia. Sedangkam di sisi lain, Gadis tersebut tersenyum miring dengan tatapan sengit membuat ketiga sahabatnya yang melihat hanya bergedik ngeri, ia meraih tangan Fiona - orang yang menjambaknya. Tia mencengkram tangan Fiona hingga membuat ia melepas jambakannya dari rambut Tia. "Gue heran, satu hari aja enggak ganggu hidup gue tuh kenapa si? Kemarin Rika dan antek-anteknya, sekarang lu!" seru Tia. Sorot mata gadis tersebut menajam dengan tangan yang masih mencengkram tangan Fiona, jelas Fiona memberontak namun sangat di sayangkan tenaganya tak cukup kuat untuk terlepas dari cengkraman Tia. Fiona mengkode ke arah kedua sahabatnya untuk membantunya. "Kenapa? Lu mau ngerasain juga?" tanya Tia dengan tangan satunya yang mencengkram leher Eri, ia lalu mendorongnya hingga Eri terbentur meja kantin. Gadis tersebut sama sekali tidak berkedip menatap tajam Fiona. "Lu enggak tahu gue siapa?" tanya Fiona dengan terbata. "Gue enggak perlu tahu siapapun yang ganggu gue," balas Tia, Fiona kini mencengkram leher Tia dengan satu tangannya. Tia perlahan melepaskan cengkraman tangannya membuat Fiona menatap sengit dan tersenyum kemenangan, wajah Tia sudah memerah hampir kesusah nafas. "Ini akibatnya lu berani lawan gue," ujar Fiona. "Lu junior enggak usah belagu, kegatelan banget segala mostwanted lu deketin, lu tuh enggak pantes!" seru Fiona dengan lantang, Alex yang mendengarnya jelas emosi. Laki-laki tersebut beranjak berdiri namun ditahan oleh Bary dan yang lainnya. Alex berkata, "Itu Tia! Gue enggak bisa lihat dia digituin!" Dengan nada seru, Revan memegang bahu sahabatnya. "Percaya sama Tia," ujsr Rega, Alex hanya menghela nafasnya gusar. Tia kini mengeluarkan smirknya tanpa pikir panjang kini mencengkram leher Fiona hingga membuat Fiona tercekat dan melepas cengkraman tangannya. "Lu pikir kalau gue junior gue takut sama lu? Kita cuman beda tingkat, bukan beda nyali!" seru Tia dengan tatapan yang sengit. Siska mendekat ke arah sahabatnya lalu berkata, "Ti, udah Ti." "Tia!" Rayna berteriak dengan lantang. Rima lalu membantu agar Tia melepas cengkraman tangannya dari Fiona, dan untungnya itu berhasil. Fiona memegang lehernya yang membekas telapak tangan Tia. "Gue pastiin di luaran sana lu enggak akan lepas!" seru Fiona dengan sorot mata yang tajam. "Cabut." Fiona dkk lalu beranjak pergi dari mereka. Tia hanya memandang jengah dengan senyuman smirknya, ketiga sahabatnya kini menenangkan Tia. "Kenapa si enggak bisa gitu gue hidup tenang di sekolah ini! Kemarin gue di gosipin, di hina, di caci, sekarang gue dimusuhin sama kakak-kakak kelas yang jelas-jelas gue enggak tahu apa masalahnya! KENAPA LU SEMUA ENGGAK SEKALIAN AJA BUNUH GUE! LU PIKIR TINDAK BULLYING KAYA GINI JADIIN LU PADA JAGOAN! HAH?!" seru Tia dengan nada emosi, nafasnya benar-benar memburu semua yang berada di kantin jelas mendengarnya. "Gue cuman enggak mau amarah gue enggak ke kontrol, karena kalian bahkan gue enggak akan bisa melawannya," lanjut Tia membatin. Rima berkata, "Ti, sabar. Tarik nafas lu." "Jangan kaya gini lagi ah," ujar Rayna. "Ti, kita bakal selalu ada buat lu," kata Siska lalu memeluk sahabatnya, begitu juga dengan Rayna dan Rima yang ikut memeluk Tia dengan tulus. Gadis tersebut tersenyum tipis ketika mendapatkan pelukan dari sahabatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD