Keempat gadis tersebut kini sudah berada di area kantin yang cumup ramai, mereka beremoat sempat nenghentikan langkah kakinya sejenak lalu memperhatikan keadaan kantin tersebut. "Aishh ramai sekali kawan," ucap Siska.
"Kalau sepi ya kuburann," cetus Tia yang membuat Siska menoleh dengan sorot mata terkejut. "Iya gue juga tahu maemunah," kata Siska sambil memutar bola matanya jengah, Tia yang mendengar jelas terkekeh pelan.
Rima menimbrung, "Lagi lu kalau udah tahu ngapain ngomong ramai."
"Otaknya kan setengah," cetus Rayna yang membuat Siska sonfak memandang dengan kesal, mereka bertiga hanya tertawa pelan melihat raut wajah kesal sahabatnya. "Siyalan lu bertiga, sahabat gue bukan si?!" seru Siska sambil bertolak pinggang membuat ketiga sahabatnya hanya menatap satu sama lain.
Mereka dengan kompak berkata, "Bukan!" Lalu tertawa terbahak membuat ketiga Siska yang mendengar sontak melotot tidak percaya, terlebih ketika ia ditinggal begitu saja. "Astagfirullah malah gue ditinggal," kata Siska yang kini menyusul ketiga sahabatnya.
Tia kini mengantri disalah satu kedai yang berada dikantin sekolahnya, ia melihat-lihat menu yang tertera di kedai tersebut. "Mau pesan apa?" Pertanyaan tersebut sontak membuat Tia menoleh ke arag sumber suara yang ternyata itu adalah Alex yang berdiri tepat di belakangnya.
"Astagfirullah! Lu kenapa tiba-tiba ada dibelakang gue?" tanya Tia dengan terkejutnya, Alex menatap lekat ke arah gadis dihadapannya dengan senyuman sambil berkata, "Emang enggak boleh?" Sambil menaikkan kedua alisnya dengan senyum tipis di bibirnya.
Gadis tersebut sontak kembali menoleh ke arah kedai yang ada di hadapannya sambil memutar bola matanya jengah, Alex hanya tersenyum tipis memperhatikan sang gadis dan tanpa sadar semua yang berada disana melihat bagaimana Alex menatap dengan tulus, tak jarang banyak yang iri kepada Tia. "Bu, saya mau bakso satu ya pakai bihun sama sayuran saja," kata Tia ketika ia sudah berada didepan penjualnya.
"Oke Neng, kamu sekalian enggak?" tanya Sang Ibu penjual kepada Alex yang berdiri tepat di belakang Tia, gadis tersebut jelas menoleh. Baru saja ingin berkata Alex sudah keburu menyela, "Samain saja Bu, sekalian es teh manis 2 ya."
Tia menoleh dengan sorot mata heran kepada laki-laki yang berada di belakangnya, Alex kini menyodorkan uang 1 lembar seratus ribuan. "Ini bayar sendiri atau sekalian bayarnya?" tanya Ibu penjual.
Alex berkata, "Sekalian Bu."
"Enggak, enggak, saya bayar sendiri Bu," cetus Tia yang kini mengambil uang di saku seragamnya. "Sudah Bu pakai uang saya saja," kata Alex sambil mengangguk membuat Ibu penjual tersebut sontak langsung tersenyum manis
"Bu– lah ibunya mana?" tanya Tia bingung ketika sang Ibu penjual kini sudah tak ada dipandangannya, gadis tersebut menoleh ke arah Alex dengan sorot mata yang sengit. "Nih buat makanan gue," kata Tia sambil memberikan selembar lima puluh ribu, laki-laki tersebut sontak menoleh ke arah gadis tersebut lalu ke arah duit yang sedang digenggam.
"Enggak usah," ucap Alex yang membuat Tia sontak mendongak ke arah laki-laki tersebut. "Ambil enggak?! Atau gue marah!" seru Tia yang membuat Alex hanya tersenyum tipis.
"Ini pesanannya," kata sang Ibu penjual yang membuat Alex kini mengambil nampan berisi pesanan mereka berdua, laki-laki tersebut berlalu dari hadapan Tia yang masih melongo memegang uang lima puluh rebu. "Loh kok pergi, neng ini kembalian pacarnya," kata Ibu penjual yang memberikan kembalian Alex.
Tia melongo lalu mengambil kembalian Alex lalu berkata, "Ah terimakasih ya Bu." Gadis tersebut lalu melangkah menyusul keberadaan laki-laki yang sudah duduk di bangku kosong.
"Ninggalin aja anjirt! Nih kembalian lu," kata Tia yang kini duduk tepat di hadapan laki-laki tersebut sambil memberikan kembalian kepada Alex.
Laki-laki tersebut terdiam sejenak menatap lekat ke arah gadis yang kini mengambil mangkuk baksonya. "Jangan banyak-banyak sambelnya," kata Alex memperingati ketika melihat gadis tersebut sedang menuangkan samble ke mangkuk baksonya.
"Gue mau pedas, gimana dong?!" kata Tia seraya meledek yang membuat laki-laki tersebut kini mengambil sambel yang berada di hadapan gadis tersebut. Tia mendongak menatap kesal sambil berkata, "Ish! Sini sambelnya, gue kurang Lex!" Dengan nada sedikit merajuk.
Alex hanya terdiam saja mendengar ocehan sang gadis. "Kenapa si? Ribut mulu," kata Revan ketika sampai di meja tersebut dan mendengar sang adik seraya kesal.
"Gue mau sambel Van! Tapi teman lu resee banget!" seru Tia mengadu, Revan menoleh ke arah Alex yang kini sedang menikmati semangkuk baksonya. "Gue enggak mau dia sakit perut," ujar Alex.
Rega menimbrung, "Yeuh Lex malah kebalik, dia kalau kaga makan sambel malah sakit perut." Sambil tertawa setelahnya membuat Tia hanya menatap datar saja, Alex tetap tidak memberikannya mmebuat Tia akhirnya menghela nafasnya pasrah sambil mengaduk-ngaduk baksonya.
"Lex, satu sendok lagi deh," kata Tia dengan sorot mata yang membinar membuat Alex kini mendongak menatap gadis tersebut. "No," jawab Alex dengan paten membuat Tia kembali menghela nafas gusarnya, sedangkan Revan hanya terkekeh pelan sana melihat kedua insan tersebut.
Rega berkata, "Enggak ngebayangin si kalau ku berdua benaran nikah gimana jadinya." Sambil menggelengkan kepalanya pelan lalu beranjak duduk tepat sejajar dengan Alex.
Meja yang tadinya hanya ada mereka beremlat kini sudah penuh akan sahabat-sahabat mereka yang sudah membawa pesanan makan mereka. "Ada rencana kemana nih liburan?" tanya Bary yang seolah membuka obrolan.
Rayna menyela, "Liburan juga masih lama kali."
"Ya seenggaknya kita ngrencanain gitu," balas Bary yang mmebuat Rayna hanya menatapnya datar saja.
"Camping enak si kayanya," ujar Riko yang membuat mereka terdiam sejenak menoleh ke arahnya. "Camping dimana?" tanya Tia yang kinu mulai tertarik.
Rega berkata, "Gue ada tempat camp, enak dekat sama air terjun juga. Gimana?"
"Kalau lu yang recommend si gue percaya," kata Tia dengan santainta sambil menyuapi bakso ke mulutnya.
"Yang lain?" tanya Revan sambil menoleh ke arah mereka yang belum berkata.
"Boleh si." Mereks serempak menjawab sambil manggut-manggut, namun Alex terdiam dan fokus memakan baksonya yang membuat Revan bertanya, "Lu gimana Lex?"
Alex mendongak lalu berkata, "Gue ikut saja."
"Berarti kalau ke jurang lu ikut juga?" tanya Tia dengan sedikit sarkas yang membuat Alex kini menatap lekat lalu menjawab, "Kalau mereka yang nyuruh pikir dua kali."
Bary menyahut, "Kalau Tia yang nyuruh?" Dengan nada bertanya.
"Sama mikir dua kali juga," kata Alex dengan santainta yang membuat keempat sahabatnya menatap terkejut akan jawaban laki-laki tersebut yang diluar ekspetasi mereka. "Astaga Lex, jawaban lu luar impian gue," ujar Bary yang tidak habis pikir.
Alex terkekeh sejenak lalu melanjutkan aktifitas makannya, begitu juga dengan mereka hingga dering telepon membuat mereka menoleh secara bersamaan, yaps itu ponsel Tia yang berdering. Gadis tersebut melihat layar ponselnya lalu mengerutkan keningnya, dan meletakkan ponselnya di atas meja. "Siapa De? Kenapa enggak di angkat?" tanya Revan dengan penasaran.
"Enggak kenal, nomor doang," jelas Tia.
Rima mencetus, "Wah jangan-jangan lu pinjol kali nih."
"Angkat Ti, penasaran gue," kata Siska.
"Males," balas Tia yang kini menyeruput es teh manis yang menyenggarkan dahaganya tersebut, dering ponsel Tia terus saja berbunyi membuat mereka yang berada disana sontak menoleh seolah menyurug gadis tersebut untuk mengangkatnya. "Angkat atau gue yang angkat," kata Rega yang membuat gadis tersebut sontak memutar bola matanya jengah.
Tia kini mengambil ponselnya yang masih berdering, tanpa pikir panjang ia mengangkatnya walau harus menghela nafasnya gusar.
"Hal–"
"Halo ini Nesa ya? Akhirnya di angkat juga." Tia terdiam sejenak ketika mendengar suara di telepon tersebut, terlebih ia memanggil dirinya Nesa.
"Halo, Nesa."
Gadis tersebut masih terdiam yang membuat mereka yang berada dimeja tersebut sontak menoleh dengan tatapan heran karena Tia tal kunjung bicara. "Orang iseng ya?" tanya Siska yang penasaran, hingga gadis tersebut tersadar lalu mematikan teleponnya secara sepihak.
"Iya orang iseng," kata Tia yang lalu meletakkan ponselnya namun dengan layar yang berada dibawah membuat Alex yang memperhatikan sontak mengernyitkan dahinya curiga.
Revan bertanya, "Enggak ngomong apa-apa emang?" Tia yang kini seolah mengalihkan dengan sibuk menyeruput minuman menggelengkan kepalanya pelan untuk menjawab pertanyaan sang abang.
Alex menatap dengan sorot mata yang curiga namun ia tidak mau mempertanyakan terlebih raut wajah tidak mengenakan terlihat di matanya. "Pulang sekolah anterin gue," kata Alex yang membuat gadis tersebut kini mendongak menatapnya sambil mengerutkan keningnya.
"Lu enggak ikut nongkrong Lex?" tanya Riko yang membuat Alex menoleh lalu menyahut, "Nyusul, gue ada urusan dulu sama dia." Sambil melihat ke arah Tia.
Tia bertanya, "Mau kemana? Langsung berangkatkan?"
"Ganti baju dulu nanti," balas Alex, mereka yang mendengar sontak menatap satu sama lain dan melihat lekat ke arah kedua insan tersebut. "Wahh kalian mau kemana nih? Segala ganti baju," cetus Bary dengan sorot mata yant curiga.
Siska menyela, "Mau lunch ya." Sambil menaikkan kedua alisnya membuat Tia yang melihat sontak menatap jengah saja. "Pikiran lu, lunch lunch mulu," cetus Tia sambil menggelengkan kepalanya pelan sambil ia sesekali mengaduk minuman ia yang tidak sedikit.
Hingga tak terasa bell istirahat berbunyi membuat para siswa-siswi beranjak berdiri dan bergegas menuju ruang kelasnya begitu juga dengan mereka bersembilan. "Eh kayanya kita harus buat grup deh," ujar Bary yang membuat mereka mengerutkan keningnya.
"Buat apaan?" tanya Rega mengerutkan keningnya dengan heran.
"Ya buat kalau kita ngumpul atau gimana gitu, kan sekarang udah jadi cees kentel kita," kata Bary dengan santainya membuat Tia terkekeh pelan lalu mencetus, "Emang gue anggap?" Yang membuat Bary jelas menoleh dengan sorot mata terkejutnya, Riko yang berada disamping Bary sontak langsung mengelus pelan punggung sahabatnya tersebut.
Rayna menimbrung, "Kepedean banget." Riko terkekeh, sahabatnya di serang dua gadis dengan ucapan pedasnya. "Tuh gue kata apa, lu diam saja udah," kata Riko yang membuat Bary hanya menoleh sekilas mendengarnya.
Mereka melangkah memasuki kelasnya masing-masing dan mengikuti pelajaran hingga selesai dengan hening dan serius. Hingga dimana waktu semakon berlalu, jam pelajaran telah usai dan bell pulang juga kini berbunyi membuat para siswa-siswi bergegas merapihkan peralatana sekolah mereka. "Baik anak-anak sampai jumpa di minggu depan," kata sang Guru yang kini beranjak berdiri lalu melangkahkan kakinya keluar dari kelas tersebut.
"Akhirnya yaAllah pulang juga," kata Siska sambil merentangkan kedua tangannya membuat ketiga sahabatnya hanya menggelengkan kepalanya heran saja.
Ketukan pintu kelas mereka membuta semua yang masih berada dalam kelas sontak menoleh begitu juga dengan keempat gadis tersebut. "Ayang beb lu tuh," kata Rayna ketika melihat Alex tanf kini bersedikap bersandar di dinding luar kelasnya.
"Ngapain si tuh anak ya Allah," cetus Tia yang tidak habis pikir.
Siska berkata, "Kayanya gunung es sudah cair nih sama lu."
"Seumur-umur baru kali ini gue lihat hangatnya seorang Alex," nimbrung Rima yang membuat Tia hanya menatap datar saja lalu beranjak berdiri dan melangkah keluar kelas.
Tia menatap jengah kepada Alex yang kini ada dihadapannya lalu bertanya, "Ngapain disini?"
"Nungguin lu," jawab Alex sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celananya, gadis tersebut sontak memutar bola matanya dengan jengah sambil mencetus, "Dikira gue enggak tahu jalan pulang kali segala ditungguin."
Alex berkata, "Jagain calon apa salahnya." Tia yang mendengar sontak langsung menutup mulut laki-laki tersebut lalu berkata, "Congorr lu bisa di kontrol enggak?!" Dengan nada kesal, sorot matanya sontak menatap dengan sangat sengit.
Laki-laki tersebut sontak terkekeh pelan mendengarnya, ia menatap gemas ke gadis yang menampilkan raut wajah kesal terhadapanya. "Tia! Lu ngapain bekap si Alex," kata Siska yang melihat, gadis tersebut sontak melepas tangannya dari mulut Alex.
Rayna mencetus, "Lu enggak ada niat bunuhkan Ti?"
"Ya enggaklah gilaa!" seru Tia sambil menatap ke arah sahabatnya yang berpikirnta sungguh diluar nalar.
Rima mencetus, "Ya kali saja lu enggak terima atas perjodohan lu itu."
Tia berkata, "Selagi disekolah jangan bahas soal itu, gue enggak mau bikin gosip."
"Fakta," sela Alex yang membuat gadis tersebut semakin menatap dengan sorot mata kesalnya, ketiga sahabatnya sontak mengangguk seolah menyetujui perkataan Alex.
Gadis tersebut lalu berlalu melangkah pergi dari hadapan merekaz Alex hanya menatap punggung gadis tersebut sambil terkekeh pelan sebelum akhir ya ia melangkah menyusul Tia. "Pasangan anehh dasar, bisa-bisanya mereka dijodohin," kata Siska sambil sesekali menggelengkan kepalanya pelan.
"Namanya jodoh kita enggak ada yang tahu, lu lihat saja Alex yang imagenya terkenal dingin, cuek, bodo amat malah bucin parah sama Tia," cetus Rima yang di angguki oleh Rayna.
Tia kini berada di parkiran dan langsung menaiki motor sportnya, ia memakai helm fullface-nya dan melaju kelaur dari halaman gerbang sekolahannya tersebut sedangkan Alex yang kini baru sampai di parkiran tanpa pikir panjang langsung menaiki motornya dan melaju menyusul keberadaan Tia setelah memakai helm fullface-nya.
"Apa gue kurang ganteng?" tanya Alex bergumam, laki-laki tersebut tidak habis pikir kenapa Tia tidak mau mengakui kalau nereka di jodohkan, atau hanya sekedar mengakui mereka dekat saja Tia seolah tidak mau.
Dering telepon berbunyi membuat Alex kini menghentikan sejenak laju motornya dipinggir jalan, ia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelepon. Raut wajah Alex datar sambil mengerutkan keningnya ketika mengetahui siapa nama yang menelepon.