13. Taking Care

1280 Words
Hari kedua di Puncak.  Selepas solat subuh tadi, Dinda muntah muntah. Badannya panas, ga tega gua liat tuh anak, demam kek gitu. Sampe sampe gua harus minta tolong sama Mang Ujang, buat cariin dokter atau bidan, atau bahkan mantri kesehatan di sini.  Yuuppp, adanya juga bidan. Walaupun kesannya, Bidan itu biasanya bekerja untuk membantu proses lahiran, tapi mau gimana lagi. Adanya cuma itu.  Katanya tadi..  Flashback On..  " Gapapa, Mas. Jangan kuatir. Cuma masuk angin, dan demam biasa kok. " Gitu kata bu Bidan itu. Terus, Dinda juga ngeluh, kalo perutnya sakit. Terus si bu Bidan nanya, " Mbak terakhir kali, makan apa? " " Keripik super pedas, Bu. " jawab gua.  " Apa, Mbak buang buang air terus, dari pagi? " tanya bidan itu lagi.  " Udah lebih dari 5 kali, bu. " lagi lagi, gua yang jawab.  Dinda memasang wajah ala duck face andalan nya.  Bodo amat.  Bu bidan yang namanya Devi itu tampak merogoh tasnya. Mengeluarkan beberapa bungkus obat dari sana. " Nah, ini obat penurun panas nya. Dan ini, larutan gula dan garam. " Gua nerima bungkusan itu. " makasih, Bu. " kata gua.  Bu bidan cantik itu tersenyum.  Flashback Off..  Nah, gitu tuh. Sekarang, Dinda udah tidur. Badannya masih panas.  Sesekali, gua menyeka keringat dingin yang membasahi keningnya. Mengompres nya dengan air hangat, dan menyelimutinya dengan pakaian tebal. Nyaris semua jacket tebal yang di bawa gua keluarkan, dan gua tutupi ke seluruh badannya, hingga batas d**a.  Bik Siti masuk ke kamar, sambil membawa segelas teh hangat.  " Permisi, Mas. " " masuk, Bik. " kata gua.  " ini, di minum dulu, teh hangatnya, Mas. Dari pagi, Mas Risyad belum makan. " " iya, nanti saya minum. Makasih, ya bik. " Bik Siti meletakkan gelas itu di atas meja. " ada yang bisa saya bantu, Mas? " Gua bingung, butuh apa ya gua? Oh iya. Bubur. " Tolong bikinin Bubur aja, ya bik. " kata gua.  " baik, Mas Risyad. Itu saja? " Gua mengagguk sebagai jawaban. Bik Siti berlalu.  Gua mutusin buat mandi dulu, setelah meneguk sedikit teh hangat yang tadi bik Siti suguhkan.  Ga lama, si Dinda bangun, karena mungkin merasakan sesuatu yang basah, menempel di dahinya.  " udah bangun, Lo? " tanya gua saat baru keluar kamar mandi.  " hemm.. " jawab dia. " berapa lama, gue tidur? " " 5 jam. " jawab gua. " dari jam 7 tadi. Sekarang, udah jam 1." " hah? Selama itu? " " iya. " " pantesan badan gue enakan. " " syukur, dah. " Bik Siti masuk, membawa nampan bersisi semangkok bubur, dan segelas teh hangat. " permisi, Mas, Neng. " katanya.  " masuk aja, Bik. " gua mempersilakan.  Bik Siti masuk. " Eh, Neng Dinda sudah bangun. " katanya dengan senyum. Dibalas dengan senyuman pula oleh Dinda. " ini, Neng. Saya bikinin bubur. Dimakan, ya Neng? " Dinda mengangguk " makasih, Bik. " Bik Siti berlalu. Dinda mengambil gelas teh, lalu meneguknya pelan hingga menyisakan setengah.  " Makan dulu, sana. Udah siang juga belom makan. " kata gua.  " iya, bawel. " dia memberengut.  Dia mulai makan, tapi.. Cuma nyuap sesendok, terus berhenti dan mulai mengudak aduk mangkok bubur nya.  " Kenapa?" tanya gua.  " Pait! " jawabnya.  " Kek idup Lo, yak? Hahahaha... " gua ketawa.  Bugghh..  Sebuah bantal mendarat sempurna di muka ganteng gua. " Resek! " kata si pelaku.  Gua berjalan, menuju letak tas gua, terus meraih obat yang tadi di kasih sama bu bidan. " Nih, minum obat nya dulu. Tapi, suap lagi tuh bubur. " " Hemm. Iya. " Keknya, muka tuh anak kepaksa dah, waktu nelen buburnya. Ya, 5 sendok doang. Habis itu minum obat. Dan anehnya, tuh obat di tumbuk dulu sama dia, di kemasannya, pake bagian bawah gelas. Aneh emang tuh anak. Tapi, bodo lah!.  " Kalo masih pusing, tiduran lagi aja. " kata gua.  " gue mau solat dulu. " katanya.  Dia berdiri, dan berpegangan pada dinding, menuju kamar mandi. "mau gua banting? " tanya gua dengan sedikit candaan.  " Gila, Lo. " " Maksud gua, mau di bantu ga? " Gua langsung mendekat ke dia, terus megang bahu kedua bahu dia.  Gua nuntun dia, ke kamar mandi.  Dan, ya.. Gitu, abis itu dia ambil wudu, dan solat setelahnya.  ❤❤❤ Bener bener Honeymoon Absurd tau ga. Mana ada, sih pasangan yang habisin waktu Honeymoon nya, kek gua sama Dinda?  Cuma jalan jalan doang, dan setelahnya, Dinda malah demam, gegara main hujan hujanan kemarin.  Murni, ga ada hal apapun yang berbau v****r, dan kedewasaan lainnya.  Hattchhhiimmm! Hattchiimmm!  Lagi lagi, dia bersin. Kemarin demam, sekarang flu. Astaga.. Terpaksa gua jadi perawat ganteng dadakan.  " Nih, minum obat nya! " kata gua.  Dia manut manut aja. Tapi, ini nih yang males banget. " Obatnya di jadiin puyer dulu, gue gabisa nelen. " dia merengek ke gua.  " biasanya, lo ancurin ndiri. " Haattccchhhiiimm! Hattchiiimmm!  Lagi lagi, dia bersin. Terpaksa, gua juga yang harus numbuk tuh obat buat dia. Setelahnya, dia mulai memberikan sedikit air di atas sendok yang berisi obat, mengaduknya, dan blebbb.. Dimasukin ke mulut nya. Dengan cepat, dia minum air. " Paiitttt.. " keluhnya setiap habis minum obat.  Udah tau obat itu pait. Eh, minumnya pake acara di jadiin puyer segala. Makin pait lah rasanya. " dah, tidur sana. Biar cepet sembuh. Besok siang inget, kan. Kita pulang. " Kata gua.  " iya! Bawel! " Dia langsung tidur.  Tapi, gua inget kejadian kemarin malem. Flashback On. Gua ngelirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan gua, jam 22.00 Dinda udah tidur, tapi, dia dari tadi ngigo. Dalam igauannya,..  "Mami.. Dinda kangen mami.. " " Mami.. Mami.. " " Ma.. mi... Dingin.. " Kalimat terakhir, 'Mami, Dingin' setelahnya, dia ga igau lagi. Tapi, gua liat dia yang keliatannya kedinginan.  Dia menggigil. Gua deketin dia, Gua tarik selimut sampai menutupi seluruh badannya, sebatas leher. Dia terus menerus menggigil. Badannya masih panas. Gua keluar, dan berlari ke dapur, mencari baskom air, mengisinya dengan air panas, yang gua tambah air dingin, supaya suhu nya pas.  Gua balik ke kamar, tampaknya Dinda makin menggigil. " Ma... mi.. " lirihnya.  Gua coba buat nempelin handuk kecil basah, di dahi Dinda. Pelan pelan, dan akhirnya. " Makanya, kemaren jangan ujan ujanan! " maki gua. Yupp, gua kek orang setengah gila,karena ngomong sendiri.  Dinda makin menggigil. Gua berusaha untuk membuatnya hangat. Gua tambah, selimut yang menutupi badannya, gua ambil beberapa jacket gua, gua tutupin ke badan dia, gua naikin letak selimut, hingga menutup seluruh tubuhnya, hingga batas leher. Tapi, tiba tiba, dia menarik tangan kanan gua, menariknya, dan memeluknya. " Mami... " dia igau lagi.  Gua ga tau lagi, tangan gua di peluk erat banget.  5 menit..  10 menit...  25 menit...  45 menit..  Ga tau, pada menit keberapa, gua tertidur. Mata gua berat banget, sumpah. Ga bisa nahan kantuk gua, terlalu lama.  Flashback Off  Gua bingung, sumpah. Seinget gua, gua itu, gua duduk bersandar di kepala kasur, tangan kanan gua, di peluk sama Dinda, ya.. Karena mungkin, dia kira gua Maminya.  Tapi, anehnya, waktu gua bangun solat subuh, eh, tau tau gua udah tidur sambil peluk dia. Gila ga tuh. Untung aja, gua bangun duluan, kalo dia tau, gua ga sengaja peluk dia, bisa dikira macem macem, gua. Haaahh.  Entar, dia bilang..  " Dasar m***m! " " Sial! Lo manfaatin gue! " " Anjir! Lo peluk peluk gue! " " sialll! " Ga mau gua..  Untungnya, Dewi Fortuna berpihak sama gua. Hahaa..  Atau jangan jangan, dianya yang mau banget peluk peluk gua? Dia yang narik gua ampe rebahan gitu, terus dia peluk? Ah.. Enggak. Atau, dia ga sengaja peluk gua, karena dia pikir gua Maminya, atau kalo enggak yang lebih parah, gua dikira Guling yang bernafas?  Aahhh.. Dinda!  Dasar, cewek aneh!  ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD