7

501 Words
Qisti berjalan keluar dari butik dengan perasaan bahagia karna telah mendapati apa yang dia inginkan. Nizam memperhatikan kembali moge yang tadi hampir menyerempet mobilnya, masih berada di parkiran butik. “Tunggu! Bukannya itu perempuan yang tadi pagi?” ucap Nizam yang mulai memperlambat laju mobil untuk memastikan dia tidak salah melihat. Qisti keluar dari butik sambil menenteng tas kecil dengan wajah senyum penuh kebahagiaan. “Benar, itu benar Qisti, wah tidak bisa di biarkan ini, tidak boleh dia bawa motor secepat tadi, itu sangat membahayakan orang lain, sekaligus dia sendiri,” ucap Nizam yang mulai meminggirkan mobilnya ke arah Qisti. Qisti hanya memandang mobil tersebut dengan aneh, karna tidak parkir di tempat seharusnya, malah parkir di belakang motornya yang akan di keluarkan sebentar lagi. “Pak ... Pak, jangan parkir di sini, saya mau keluarin motor saya,” ucap Qisti sambil mengetuk kaca mobil Nizam. Nizam turun dari mobil, dia sudah mengatur hatinya supaya dapat berbicara dengan tegas sama Qisti. Qisti kaget melihat yang turun dari mobil tersebut Ustadz cemen yang dia temui tadi pagi di masjid. “Mau apa ini orang berhadapan sama aku?” batin Qisti yang melihat wajah Nizam dengan rautan datar. Qisti menatap Nizam lama, begitu juga dengan Nizam, rambut Qisti terurai indah kena terpaan angin sepoi-sepoi, menambah aura kecantikan Qisti makin terpancarkan di hadapan Nizam. Mereka saling beradu pandang satu sama lain, dengan hati tak karuan, Nizam mendekati Qisti, dan Qisti mulai memundurkan langkahnya ke belakang, agar Nizam bisa jauh dari hadapannya. “Kamu tahu tidak apa yang baru saja kamu lakukan?” tanya Nizam pada Qisti. “Ngelakuin apa? Aku tidak merasa ngelakuin kesalahan apa pun, yang ada itu kamu! Cepat pinggirin mobil kamu! Aku mau lewat!” ucap Qisti dengan ketus. “Kamu tau, karna sikap kamu yang ugal-ugalan di jalan tadi, hampir membuat kami celaka!” “Ups! Maaf, saya tidak tahu,” jawab Qisti cuek yang membuat Nizam menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan Qisti. “Maaf saja tidak cukup!” “Lalu mau kamu apa?! Ah, sudahlah, jangan buang-buang waktu saya, saya sedang buru-buru!” Ceklek! Nizam mencabut kunci motor Qisti. “Hei! Apa-apaan kamu? Kamu sudah tidak waras lagi? Kembalikan kunci motor saya!” “Bukan saya yang tidak waras! Tapi kamu! Seharusnya kamu sadar, kamu itu perempuan, tidak pantas ngebut-ngebut di jalanan!” “Apa urusan kamu?! Sudahlah, aku bukan ibu-ibu majelis yang suka dengar ceramah kamu!” “Ya sudah kalau begitu, tidak akan ada kunci motor, biar saya kasihkan kunci motor ini sama orang tua kamu, dan kamu pulang pakai taksi!” “Silakan saja kalau kamu memang mau bawa pulang kunci motor saya,” jawab Qisti yang sangat yakin kalau lelaki di depannya ini tak tahu di mana rumah Qisti. “Oke! Selamat pulang dengan taksi,” jawab Nizam yang masuk ke dalam mobilnya. Qisti pun jadi goyah pertahanannya. “Hei Hei! kamu mau mencuri motor saya?! Kembalikan kunci motor saya!” ucap Qisti sambil merebut kunci motor itu dari tangan Nizam. Nizam yang sangat terkejut karna bersentuhan dengan Qisti, refleks menjatuhkan kunci motor itu tanpa sengaja ke dalam selokan. Qisti dan Nizam sama-sama terperanjat melihat kunci itu jatuh ke selokan yang ada penutupnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD