11. Cinta sang Dewa

1051 Words
Bugh! "Abi berhenti!" Bugh! "Lo ngapain heh? Berhenti gue bilang!" Bugh! "Jadi maksudnya gue ketemu sama lo cuma buat bisa liat gimana latihan tinju lo doang? Sorry, gue balik aja." Baru lah saat itu Abi berhenti, pria itu melepas sarung tangan tinjunya lalu mengusap wajahnya kasar. Pria itu menjatuhkan diri di lantai. "Lo tunggu aja di kafe seberang itu, gue bakal ganti baju dulu baru ke sana," titahnya pada Lesti. Gadis itu mengangkat satu alisnya mendapati sosok Abimanyu yang terlihat sangat kacau hari ini. Setelah seharian ia dibuat pusing tujuh keliling oleh laporan, Lesti akhirnya menyanggupi bertemu dengan Abi saat pria itu meminta padanya. Maksudnya, jarang-jarang gitu atau justru ini adalah momen pertama bisa melihat Abi sekacau itu dan menurunkan harga dirinya untuk bisa bertemu dengan Lesti. Gadis itu memesan dua cangkir kopi begitu melihat Abi datang. Pria itu langsung duduk menempatkan diri di depan Sheryl. Gadis itu mengambil sebungkus rokok dari sakunya lalu menyulutnya satu. Didorongnya rokok itu ke depan Abi yang menggeleng, lebih terkejut setelah melihat Lesti merokok. Agaknya teman Tari yang satu ini berbeda dari yang lain. "Ini soal Tari, kan?" tebak Lesti langsung menjurus pada intinya. Tersadar dari keterpukauan atas tingkah Lesti, pria itu justru baru sadar tujuan apa yang membuat ia bisa menemui Lesti di sore hari begini. "Lebih parahnya, dia nolak lamaran gue." "s**t!" umpat Lesti membuatnya seketika menoleh pada Abi. Sebentar, telinganya tidak budek atau mendadak salah pendengaran saat melihat Abi mengatakan lamaran. Abi melamar Tari? Woaaah, KIAMAT! "Kapan lo ngelamar Tari? Dia belom ada cerita sama gue." Dan Lesti bakal jambak rambut Tari sampai botak kalau ketemu nanti, ada kabar penting bukannya dikasih tahu sama sohibnya ini, Lesti malahan tahu langsing dari Abi. Bagus! Awas aja kalau dateng ke rumah. "Semalem. Dan gue nggak ada pikiran sama sekali bakal ditolak sama dia mentah-mentah," ucap Abi benar-benar pria itu tak ada pemikiran ke sana. "Itu salahnya elo. Lo terburu-buru sampe lupa kemungkinan terburuk yang bakalan nimpa di diri lo. Jadi kenapa mendadak menyukai Upik abu yang sempat lo sia-siakan dulu?" Pertanyaan Lesti terlalu gamblang, sangat menohok, dan cukup membuat pria itu tersudut begitu saja padahal baru satu pembukaan yang dilancarkan Lesti. Ini baru satu, pasti akan ada yang lain kata menyakitkan yang muncul. "Gue ... demi Tuhan itu cuma masa lalu, Les. Gue nggak bakalan lagi bully Tari. Lo paham, kan?" Abi mencondongkan wajahnya gar gadis itu bisa melihat dengan jelas wajah Abi yang sudah hampir mati rasa ditolak oleh Tari. "Bokap nyokap gue marah besar, gue ngaku salah, gue nggak bisa lagi berkutik pas Tari nolak lamaran gue tepat banget di muka gue mana ada bonyok di sana." Lesti menoleh seketika. Anjim! Yang kayak gini nih yang nggak boleh dilewatkan, namun Tari tak juga memberitahunya perihal insiden berdara-darah saat menolak Abi. Pelet apa yang dipakai gadis itu sampai bisa membuat Abi bertekuk lutut secepat ini. Lesti mengetukkan puntung rokoknya ke ujung meja, lalu mematikannya, gadis itu langsung menatap Abi dengan kedua lengan menyangga kepalanya. Abi yang sekarang benar-benar bukan cowok pembully yang dikenal, justru sudah mirip dengan cowok yang lagi patah hati dan nyaris bunuh diri. Lesti mendengkus keras. "Bi, lo tau alasan kenapa lo ditolak, sekarang lo buru gue buat bisa deket dengan Tari lagi? Gue nggak bisa." Lesti sudah memberi peringatan pertama bahwa membantu Abi sama saja membuat Tari akan meledak dan mengusir Lesti yang notabenenya sohib kental. "Sekarang gue nanya sama lo, kalo saja identitas Tari nggak kebuka sampe sekarang dan yang lo ingat Tari cuma orang biasa, apa tetep ngejar Tari sekayak gini?" Abi terdiam seketika. Apa ia akan mengejar Tari jika ia tidak tahu dari kalangan mana gadis itu dilahirkan? Abi menelan ludahnya. "Mungkin sikap gue beda." "Jawaban lo mengecewakan banget," balas Lesti seolah jawaban itu menyakiti dirinya. Abi menegakkan kepalanya, melihat tepat pada kedua mata Lesti yang saat itu juga menatapnya dengan senyum di bibirnya. Hanya senyum tipis, karena gadis itu sebelas dua belas dengan Tari dalam menghadapi Abi. "Tari punya masalah, dia trauma banget sama yang namanya cowok dan ini udah jadi rahasia umum. Masalahnya bukan disitu, masalahnya adalah luka Tari sama cowok," sindir Lesti sembari melirikkan matanya tajam ke arah Abi. "Lo nggak bisa langsung ambil langkah buat ngelamar Tari. Kalo gue jadi Tari juga bakalan nolak lo di tempat, apalagi dilamar seorang penindas kayak elo." Lesti terdiam sejenak, menatap raut Abi yang tak berubah meski gadis itu sudah mencacinya sedemikian rupa. "Tari pernah disakiti cowok, nggak sekali, berulang kali, paling parah sama satu cowok. Udah dekat lama banget, Tari pikir bakal move on dari Arya tapi itu cowok malah berkhianat." Mendengar nama Arya disebut kuping Abi langsung menegak, teringat kejadian di gazebo malam itu. Entah bagaimana dengan Arya yang tahu kalau ia ditolak oleh Tari? Bakal malu berlipat ganda kalau sampai itu cowok tahu kebenaran aslinya. "Secinta itu Tari pada Arya?" tanya Abi pelan, sampai terdengar seperti bisikan kalau saja Lesti tidak mendekatkan telinganya itu. Karena kemudian Lesti mengangguk, mencerabut seluruh harapan Abi untuk bisa membuat Tari mencintainya. "Cinta mati. Lo nggak tau kisah ini, tapi gue saksi kalo mereka tuh emang takdir berjodoh apa ya?" "Apa yang bedain gue sama Arya?" desis Abi membuat Lesti langsung menaikkan satu alisnya. Cowok di depannya ini daripada terlihat geram justru seperti seorang yang tengah mengancam keberadaan Lesti sebagai sohib Tari. "Karena Arya tulus. Dia suka sama Tari dengan caranya, lo nggak bakal bisa gantiin Arya kalo masih kayak gini, gue bisa bilang, cuma Arya yang bisa buat Tari berhenti self injury, aman, dan percaya pada pria itu." Lesti sekali lagi menatap mata Arya dengan sungguh-sungguh. Ditatapnya dalam raut wajah tampan yang mengeras itu dengan kesungguhan yang terpancar jelas. Kali ini Lesti tak bisa berbohong, ia menemukan cinta di mata itu meski masih banyak amarah dan kecewa tersimpan di sana. Lesti nggak tahu, beneran nggak ngerti, Tari bertingkah seperti apa sampai membuat anak orang merana seperti ini. "Gimana biar gue bisa dapetin Tari?" tanya Abi putus asa. Lesti menggeleng. "Gue bilang impossible, karena kebahagiaan Tari ada pada Arya yang tulus pada gadis itu. Jadi, apa yang bisa lo persembahin ke Tari?" Terdiam cukup lama, akhirnya pertanyaan Lesti itu bisa dijawabnya dengan mantap. "Mencintai Tari dengan cara gue sendiri. Dan bersaing sehat barengan Arya, lo tau? Karena yang dekat dan selalu ada akan mudah jalannya daripada yang setia namun jauh di sana." Lesti tercekat. Ini namanya pebinor! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD