14. Pasangan Weton Terlarang

1136 Words
Abimanyu tidak salah melihat adanya motor bebek berwarna biru yang terparkir dengan tak tahu malunya di kediaman Soedjatmiko yang penuh dengan mobil mewah. Kalau benar itu adalah milik Arya Wijaya, maka sungguh pria itu telah masuk ke kandang harimau yang siap menerkamnya kapan saja. Abi membanting pintu mobilnya dan bergegas ke ndalem ageng, di sana tampak banyak sekali makanan yang jelas tengah menjamu orang. Yang lebih nggak bisa dinalar oleh Abi adalah apakah Arya bakalan selamat setelah status keluarganya diketahui oleh Hendra Soedjatmiko bahwa cowok itu dari kalangan biasa, kaum papa yang membutuhkan belas kasihan para bangsawan. Mata Abi tampak menyisir ruang tamu, tak ditemukan siapapun di sana termasuk Tari dan Arya, kemana pula perginya dua orang itu? Mendadak, Hendra muncul dari ruang tengah diikuti Tirto asistennya. Pria itu terkejut setengah mati begitu melihat sosok Abi yang berdiri menjulang di depannya. Seolah tahu apa yang dipikirkan Abi setelah melirik makanan yang disaji di ruang tamu, Hendra langsung berdecak, pria itu merangkul pundak Abi. "Yang di depan itu apa Arya Wijaya, Om?" tanya Abi buru-buru. Wajah garang Hendra tampak tenang, pria itu menganggukkan kepalanya. "Iya, setelah Tari mogok makan dan bicara, Ibunya minta biar Arya datang kesini punya kesempatan untuk bertamu layaknya kamu." "Tapi ... dia dari kalangan— biasa." Ingin rasanya bilang kalau Abi dari kalangan kere, melarat, buruh serabutan, namun akhirnya frasa biasa yang dipakai Abi untuk Arya. Tak perlu diucapkan sebenarnya Hendra sudah tahu, apalagi dari awal, semenjak kedatangannya, ia sudah tahu persis bahwa Arya dari orang biasa. Bukankah ini hanya untuk memancing Tari keluar dari kewaspadaannya? "Terus, tadi gimana, Om? Dia juga melamar Tari?" tanya Abi lagi. Hendra membuang napas kasar. "Hitungan Arya dan Tari itu 26. Dapatnya Ratu. Lebih baik dari Pesthi. Kamu bahkan kalah, Bi. Tapi, di Kudus hitungan 26 adalah malapetaka, yang namanya ratu, bukan berarti segampang itu menjadi ratu. Banyak pantangan, mereka adalah orang-orang terkuat." Abi meneguk ludah. Weton pasangannya saja bahkan kalah dengan Arya. Pria itu, entah kenapa sejak dulu selalu menjadi penghambat bagi Abi dalam mendapatkan sesuatu. Bahkan, Tari? Ia tak menyangka bahwa Arya adalah cinta masa lalu Tari. "Apa Om merestui hubungan mereka?" Apakah Hendra merestui? Bahkan setelah ia tahu bahwa hubungan weton 26 adalah malapetaka bagi dua keluarga. Akan ada yang kalah, akan ada yang meninggal untuk menggantikan sebuah kebahagiaan mereka, hidup sengsara pada awal hari-hari pernikahan. Seisi petuah dan nasihat dari kakeknya masih diingat jelas oleh Hendra. Ia mati-matian menghindari weton 26 yang terjadi padanya di waktu muda dulu, namun siapa sangka seolah menjadi takdir atau nasib yang telah ditentukan, saat masa tua pun ia harus menghadapi anaknya sendiri yang terjebak cinta pada seseorang dengan jumlah weton 26. Lalu apakah ia merestui? "Kebahagiaan Tari adalah yang utama," desah Hendra akhirnya. Abi terpana. Ada yang meletup di hatinya, sudah bisa dilihat, meskipun terlihat galak, tak berbelas kasihan, hati seorang Hendra tetaplah tak tega pada putrinya. "Om masih menjodohkan kami, kenapa sekarang malah merestui hubungan mereka?" desis Abi sedikit ada kesinisan di sana. Hendra menoleh cepat, matanya yang tajam memelototi Abi di depannya, seolah tengah memperingatkan pada siapa cowok itu berbicara. "Kamu pikir setelah Tari trauma dengan penindas sepertimu, apa dia bisa menerimamu dengan cepat, Bi? Bahkan lihat wajahmu saja udah muak. Tari sudah murung beberapa hari, marah sama semua orang." Shit! Karena kemarahan Tari itu lah, akhirnya Hendra luluh. Membiarkan seorang Arya, gelandangan bangsad itu masuk ke ndalem agung milik Soedjatmiko dengan mudahnya. Membiarkan anak mereka disentuh, dibuat tertawa oleh seorang bawahan. "Terus gimana sama saya, Om?" Seolah meminta penjelasan tentang perjodohan ini, Abi terus memburu. Hendra menyipitkan matanya, mencari sebuah kesungguhan di mata pria muda itu dengan saksama. Tari adalah anaknya, bagaimanapun juga kebahagiaan dia adalah yang utama. Dan pernikahan bukanlah hidup sehari dua hari dengan pasangan, akan ada banyak masalah yang harus dihadapi bersama, apa Abi punya kesungguhan yang sama seperti saat Arya meyakinkan Hendra atas weton 26 yang tak akan berpengaruh apapun untuk mereka semua? "Yang harus kamu tau, aku nggak bisa meneruskan perjodohan ini. Kalo kamu ingin berjuang untuk Tari, yakinkan gadis itu. Aku nggak bisa melarang Arya, karena pria itu punya rasa tanggung jawab besar dalam matanya," tandas Hendra membuat keputusan. Abi tertegun. Ini bukanlah satu kalimat restu yang membuatnya memiliki wewenang dalam merebut Tari sebagai tunangannya, tapi kalimat Hendra adalah bentuk izin untuk bersaing pada Arya yang kini telah masuk ke dalam hati pria agung itu. Ada banyak hal yang dipikirkan oleh Abi, termasuk cara bagaimana agar Tari sadar bahwa hidup bersamanya adalah pilihan paling tepat daripada memilih Arya yang bisa membuatnya merana. Ia menolehkan kepalanya, menatap pria di sampingnya dengan saksama. Ada rasa penasaran yang segera ingin terjawab. "Apa konsekuensinya jika weton pasangan 26 menikah?" *** Taman di kediaman Soedjatmiko memang luas, bahkan tanamannya bisa menyaingi taman kota Kudus. "Ar, itu Wijaya Kusuma. Kamu tau itu bunga apa, nggak?" tanya Tari menunjuk sulur bunga yang menjalar di tepian tembok taman. Masih menguncup. "Wijaya Kusuma adalah bunga sakral, di dalam Hindu, dia menjadi simbol Dewi Laksmi, yang bikin aku koleksi bunga ini hanya satu," ucap Tari lantas menoleh pada Arya, menatap mata pria itu lembut. "Karena hobi?" tebak Arya. Gadis itu menggeleng. "Bunga ini adalah simbol kemakmuran dan derajat seorang raja, sudah semestinya seorang keturunan ningrat memilikinya. Tapi, yang bikin aku suka dengan bunga ini karena mekarnya hanya satu tahun sekali. Disaat mekar itu kita bisa buat permohonan." Arya menyentuh kuncup bunga Wijaya Kusuma lembut. "Apa yang kamu minta saat bunga ini mekar?" Tatap lembut Tari, jemari yang bertaut erat, Arya terbuai dengan semua ini saat bibir Tari bergetar untuk mengucapkan. "Saat kita berpisah aku pernah minta kamu kembali lagi." Arya terpana. Seolah tak percaya pada keajaiban Wijaya Kusuma. Namun, Arya lebih percaya pada takdir mereka, takdir yang menghanyutkan mereka, memisahkan, lalu bermuara. Bukankah semua muara akan mempertemukan yang pernah terpecah dan berpisah? Arya percaya itu. Bahkan pada suatu pantangan yang menghadang mereka. Arya mencengkeram kedua bahu Tari, menatap gadis itu lembut. Sangat lembut, Tari adalah salah satu mimpinya, bahagianya, gilanya, sakitnya. Tari adalah semua itu. "Kamu yakin sama aku, Tar? Aku yang akan mendapatkanmu dan bakal menjadikanmu istri?" tanya Arya sungguh-sungguh. Mata gadis itu berpindah dari menatap Wijaya Kusuma, lalu pada sepasang mata tajam Arya. "Aku percaya kamu, itu nyata." Arya mengulas senyum. "Gimana kalo Ayah kamu cuma mempermainkan aku, Tar?" tanya Arya khawatir. Tari terdiam sesaat, sejenak kemudian senyum jahil gadis itu muncul menghiasi bibirnya. Gadis itu berjinjit, mengecup bibir Arya, lalu menjilat bibir bawahnya. "Aku udah gila sama kamu Ar. Kalo pun kita dilarang, jalan ninjaku cuma satu ..." Tari sengaja menggantungkan ucapannya, gantinya gadis itu melingkarkan tangan Arya ke pinggangnya. "Hamili aku, Ar." Mendengar itu spontan Arya menoyor kepala Tari dengan gemas. "Otak kamu udah kacau, Tar." Tari terbahak keras. Arya tersenyum kecil. "Weton 26 nggak bisa bersatu, kecuali kalo kamu mau kehilangan ayahmu, Tar." Satu suara itu membuat keduanya menoleh. Tari tercekat. "Ayah?" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD