15

2824 Words
Happy reading and enjoy~ Sebenarnya hewan Orch juga bisa menyembuhkan segala macam penyakit, tetapi tidak mungkin ia memberikan darah hewan untuk menyembuhkan warga yang sakit. Lagipula sepertinya tidak bagus jika melumuri bintik-bintik yang berada di badan warga dengan darah binatang.Hal itu tentu saja terkesan tidak sopan. "Mungkin kita bisa meminta tolong pada Yang Mulia Raja, beliau pasti tahu tempat-tempat tanaman langka. Saya yakin beliau pasti mau membantu, tetapi masalahnya siapa yang akan menyampaikannya pada Yang Mulia Raja?" Semua mata yang berada di ruangan itu tertuju pada Elina, seseorang menyenggol lengan tabib istana dan berbisik pelan, tetapi suaranya masih bisa didengar oleh Elina. "Mengapa kau mempertanyakan hal itu? Sudah jelas jawabannya pasti Yang Mulia Ratu." Wajah tabib istana langsung merah, tampak malu. Bukan salah tabib istana jika merasa begitu, karena sebelum Aslan menikah, mereka takut-takut menyampaikan berita pada lelaki itu, jika ada Borz mereka akan menyampaikannya pada Borz dan hanya beberapa orang yang berani menyampaikan langsung pada Aslan. Pandangannya menghadap ke Elina.  "Begini Yang Mulia, karena Anda juga mengetahui tanamannya, bisakah Anda menyampaikannya kepada Yang Mulia Raja dan pergi bersamanya? Saya yakin bahwa Yang Mulia Raja pasti mengetahui tanamannya jika kita menyebutkan ciri-cirinya, tetapi bisa saja ada tanaman yang mirip dengan tanaman itu, walaupun setahu saya tanaman itu tidak bisa diserupai dengan tanaman manapun, tapi tahun berlalu dengan cepat bisa saja tanaman-tanaman lain bermunculan tanpa kita ketahui." Perkataan tabib istana memang benar, tetapi entah kenapa hal itu terasa salah di mata Elina. Tubuhnya seketika menegang, hubungannya dengan Aslan tidak seperti yang mereka pikirkan dan untuk menyampaikan hal ini saja kepada lelaki itu Elina menarik ulur keberaniannya. Kedatangannya ke sini adalah bentuk pembangkangan dan saat ini ia harus menyuruh lelaki itu untuk mencari tanaman untuk pengobatan para warga. Demi Dewa Dewi, ia membenci saat-saat ini, saat-saat harus berperan sebagai Ratu Aslan dan seolah-olah dekat dengan lelaki itu, ia suka menjadi ratu karena memiliki pelayan dan semua kebutuhan terpenuhi, tetapi tidak saat perannya digunakan untuk pasangannya, untuk rakyatnya sendiri tidak masalah.  Ngomong-ngomong tentang Sebastian, dimana lelaki itu? Mereka memang datang secara bersamaan, tetapi ketika hampir sampai di desa, lelaki itu menghilang dengan alasan Aslan akan melihat mereka pergi berdua. Jadi setelah beberapa saat ia akan muncul kembali. Elina yakin ia sudah cukup lama di desa ini, tetapi tidak melihat Sebastian. Mungkin lelaki itu berada di luar. Memusatkan perhatiannya kembali kepada tabib istana, Elina tersenyum.  "Baiklah, aku akan pergi untuk menyampaikan kabar ini kepada Yang Mulia. Sementara itu, kalian harus meracik obat-obatan sebisanya untuk menghilangkan rasa sakit di tubuh para warga, tidak apa-apa beri saja darah Orch sedikit. Kalau bisa jangan sampai membuat obat-obatan itu tercium seperti darah Orch." "Baik Yang Mulia." Elina langsung pergi, ia berputar-putar untuk mencari keberadaan Aslan. Sepanjang jalan hanya terdengar erangan kesakitan, juga rintihan. Ini mengingatkannya pada desanya yang dahulu, saat mereka baru saja dijajah oleh Alasjar. Tangisan, raungan menjadi satu ketika melihat kebun-kebun yang mereka rawat sepenuh hati dihancurkan sekejap mata oleh prajurit-prajurit Alasjar. Butuh waktu berbulan-bulan untuk mengembalikan semuanya, sementara mata pencaharian mereka hanya dengan bertani. Lalu ketika enam sampai satu tahun mereka berhasil menanam kembali tumbuh-tumbuhan dan juga padi, prajurit Alasjat datang untuk merusaknya kembali.  Bahkan mereka dengan k**i mengambil semua panen dan menjualnya untuk dimakan sendiri. Sementara pemilik ladang dibiarkan mati, jika beruntung dibiarkan tetap hidup dengan sisa tangis sepanjang hidupnya. Dulu sejak kecil hingga tumbuh dewasa orang-orang Alasjar mengambil hak mereka.  Tidak terhitung entah berapa kali mereka merebut hasil panen yang ditanam dengan susah payah oleh kedua orangtua Elina, hingga membuat Elina dan keluarganya sering kelaparan hingga berhari-hari. Hasil panen yang seharusnya menjadi sumber mata pencaharian kini menjadi malapetaka. Hal tersebut membuat Ayah Elina memutuskan untuk pergi ke kota dan mencari pekerjaan di sana, meninggalkan ia beserta adik dan ibunya. Na'as setelah sampai di kota ayahnya juga tidak mendapat pekerjaan, bahkan lebih susah, lalu pulang dengan tangan kosong hingga akhirnya saat memulai kembali menanam beberapa padi dan gandum orang Alasjar kembali memantau. Tepat saat satu hari sebelum hari panen mereka diserang. Desa mereka menjadi tempat darah dan kematian, saat itu kedua orang tua Elina dibunuh. Padahal saat itu adiknya sedang sakit parah dan ayahnya berpikir uang panen bisa diberikan untuk obat, karena tanaman yang akan diracik menjadi obat harus dibeli terlebih dahulu. Tanaman itu juga berada di kota. Sepanjang hidupnya, itu adalah momen menyakitkan yang tidak akan pernah bisa dilupakannya, membuatnya membenci Alasjar dengan sepenuh hati.  Elina menggelengkan kepalanya kuat-kuat, mencoba menghilangkan memori kelamnya di masa lalu. Ia memang benci Alasjar, bahkan membenci Aslan sebagai pemimpin yang tega menyiksa Desa mereka, tetapi lihatlah dirinya sekarang, ia menjadi ratu di Kerajaan Alasjar sendiri. Hidup itu memang aneh dan juga kejam. Baiklah sudah saatnya ia fokus pada tujuannya, Elina menengadahkan wajahnya ke langit. Apakah ini termasuk sebuah pengkhianatan karena ia menolong warga Alasjar? Sementara dulu mereka menyakiti desanya dan bahkan membunuh orang tuanya, tapi warga Alasjar tidak tahu apa-apa. Mereka hanya berusaha hidup damai, sementara yang memutar para kehidupan adalah Aslan. dan para prajuritnya. Ya, ini sudah keputusan yang baik. Ia tidak akan menyesal jika  menolong warga Alasjar. Dia yakin itu, karena mereka tidak tahu apa-apa, sama seperti dirinya yang dahulu. Ia akan memastikan bahwa warga Alasjar akan sembuh dan hidup sehat seperti dulu, semoga di surga sana ayah dan ibunya serta adiknya bisa menerima keputusan saat ini. "Sedang apa kau disini? Bukankah sudah kukatakan buat dirimu berguna."  Elina langsung berpaling dan  menemukan Aslan berdiri tegap dibelakangnya. Ia tersenyum di balik kain yang menutupi wajahnya. "Kebetulan Anda berada di sini Yang Mulia, saya memang ingin mencari Anda. Begini, ketika berdiskusi dengan tabib istana tadi kami memerlukan beberapa tanaman yang cukup ampuh menghilangkan bintik-bintik merah itu dalam satu hari, tetapi tidak ada yang tahu tanaman itu berada di mana, Yang Mulia karena saya juga bukan berasal dari Alasjar sementara tabib istana juga tidak pernah melihat tanamannya, karena tanaman itu langka." Aslan menaikkan alisnya sebelah, lelaki itu menunjukkan wajah kesal. "Jadi maksudmu, kau ingin aku mengambilnya karena aku adalah Raja Alasjar, dan tentunya aku tahu mana saja tempat-tempat yang subur dan juga bisa menghasilkan tanaman itu, begitu menurutmu?" Lelaki itu tertawa. "Aku memang Raja Alasjar, tapi ini kerajaanku luas, bukan berarti aku tahu di mana tanaman itu berada. Kau pikir aku Dewa yang kau sembah?" Elina menghela napas. "Memang seperti itu, Yang Mulia. Saya memerlukan bantuan Anda untuk mencari tanaman itu, tetapi saya juga akan ikut dengan Anda karena Anda tidak tahu bagaimana bentuk tanamannya. Mungkin jika saya beritahu ciri-ciri tanamannya Anda dengan mudah mengetahuinya, tapi biarkan saya ikut dengan Anda karena tanaman itu bukan berada di tempat yang subur, tetapi ditempat yang gersang, seperti di pegunungan, di padang pasir. Jika pegunungan biasanya dia berada di bebatuan, hampir  mendekati jurang." Aslan mengusap wajahnya. "Aku tidak tahu kenapa aku harus melakukan ini untukmu. Tadi pagi kau sudah ku kurung, tapi kau kabur. Sekarang kau ada di sini dan tidak melakukan apa pun، malah memintaku menemukan tanaman yang tidak penting itu. Apa menurutmu aku mempercayaimu?"  Kedua mata Elina yang berwarna emas menatap Aslan dengan tegas. "Ya, saya tahu Anda percaya pada saya," katanya yakin dan ucapannya tidak sepenuhnya salah. Aslan percaya karena Elina membawa-bawa nama tabib istana. Lelaki itu mendengus.  "Baiklah, aku akan mencari terlebih dahulu padang pasir di Alasjar, juga pegunungan yang curam seperti katamu." "Maaf Yang Mulia, saya tidak ada mengatakan curam, saya hanya mengatakan dia berada di bebatuan dekat dengan jurang." "Sama saja, bukankah mengambilnya memerlukan konsentrasi dan tenaga yang cukup, tanaman itu masih berada di tempat yang curam. Setelah aku mengetahui tempatnya, kita akan pergi ke sana menggunakan kuda." Wajah Aslan memerah lelaki itu menahan amarah, tapi seolah belum cukup sampai di sana  Elina kembali membantah. "Tidak, Yang Mulia." Gadis itu langsung menolak. "Jikka menggunakan kuda berapa lama perjalanan kita akan sampai ke sana, sementara para warga memerlukan bantuan kita secepatnya. Anda  bisa menggunakan kekuatan Anda untuk untuk hal ini." "Kau sepertinya selalu merendahkanku. Di dunia ini tidak banyak orang yang memiliki kekuatan, hanya orang-orang terpilih lah dan orang-orang yang mengalir darah Dewa dan Dewi di tubuhnya. Aku adalah orang yang beruntung memiliki kekuatan, bahkan yang terkuat. Hanya karena hal seperti ini kau pikir aku mau menggunakan kekuatanku?" "Saya yakin Anda sudah pasti mau, karena Anda bahkan menggunakan kekuatan Anda untuk hal yang tidak penting, seperti seperti mengikat tangan saya." Aslan mendekat dengan aura yang mencekam, membuat Elina memundurkan langkahnya takut-takut. "Aku sepertinya salah memilih istri. Putri Daviana yang dikurung berubah liar menjadi seperti ini, walaupun aku tahu yang berada di tubuhnya saat ini bukan dirinya, melainkan jiwa yang lain. Begitu, bukan?" "Siapa pun saya kita akan mencari tahunya nanti, saat ini fokus kita hanya pada tanaman itu, Yang Mulia. Semakin cepat kita mengambilnya, maka semakin cepat tabib istana meraciknya dan mengobatin parah warga." "Kau melakukan ini karena berpura-pura menjadi ratu atau karena kau ingin meminta sesuatu dariku?" Kedua mata Aslan menyipit tajam menyelidiki "Saya tidak berniat meminta apa pun dari Anda, Yang Mulia. Saya mau tidak mau menjadi ratu Alasjar bukan karena berpura-pura, tapi karena Anda yang ingin menikahi saya." "Itu karena ku tahu sebelumnya kau adalah putri dari kerajaan Damansus." Elina tersenyum wajahnya, penuh kemenangan. "Kalau untuk itu, sudah menjadi urusan Anda karena tidak mencarinya terlebih dahulu." Ya, awalnya ia memang curiga bahwa seseorang yang berada di tubuh Putri Daviana ini adalah orang lain, tetapi saat itu ia tidak terlalu mempedulikannya, karena dia pikir raja Damansus  tidak mungkin mengkhianatinya.  Memang lelaki itu tidak menghianatinya, tidak ada yang tahu jiwa yang tertukar itu seperti apa. Aslan merentangkan tangannya, merangkul pundak Elina, membuat gadis itu berusaha melepaskan tangan Aslan dari tubuhnya. Aslan menaikkan alisnya sebelah. "Kupikir kau tadi yang memintaku untuk membawamu ke padang pasir, jika ingin cepat sampai kita harus teleport seperti katamu, bukan naik kuda." "Maaf Yang Mulia. Baiklah kalau begitu, kita bisa pergi sekarang."  Dalam hitungan detik setelah Elina mengatakannya, tubuh mereka berdua hilang. Elina merasa dirinya mengambang di suatu dimensi-dimensi yang seluruhnya berwarna gelap, tetapi entah mengapa ia bisa melihat tempat yang akan mereka tuju. Tempat yang dipenuhi dengan pasir, hawa panas, juga halaman kosong.  Sepanjang jalan hanya ada pasir yang membentang luas, ternyata Aslan memilih padang pasir untuk menjadi tempat mereka. Seperti yang berada di khayalan nya selama ini.  Mereka akhirnya sampai, membuat Elina merasa takjub saat merasakan teleport dari Aslan. Sebelum ini Aslan pernah  membawanya teleport, tapi ketika itu Aslan melakukannya dengan cepat, tidak dalam perjalanan sejauh ini. Perjalanan yang mungkin ketika menaiki kuda membutuhkan waktu berbulan-bulan, kini hanya butuh waktu sekitar 30 menit. Selama 30 menit ia berada di dalam tubuh kekar yang merangkulnya. "Kau bilang tanaman itu berada di padang pasir, coba kau cari sendiri, bagaimana dia tumbuh tanpa air." "Yang Mulia, bisakah Anda menggunakan sedikit kekuatan Anda untuk mendeteksi di mana dia tumbuh?" Aslan tidak menyukai saran itu, wanita ini hanya mencari-cari alasan agar ia lebih banyak menggunakan kekuatannya.  "Bukankah kau bisa melihat masa depan? Lihatlah masa depan dari tanaman itu. Apakah dia mati atau hidup." "Saya tidak tahu, Yang Mulia. Kekuatan saya tidak bisa digunakan lagi, saya tidak bisa melihat masa depan. Saat itu mungkin saya sedang berbohong pada Anda." "Tidak. Kau tidak berbohong, aku sudah mengetahui semuanya. Bagaimana bisa kau tahu kekuatannya tidak berguna lagi, sedangkan kau tidak menggunakannya." "Aku menggunakannya, Yang Mulia, saat Anda mengurung tangan dan kaki saya. Saya begitu khawatir pada penduduk desa dan memutuskan untuk pergi bagaimanapun caranya, tetapi saya tidak tahu nama desanya apa, bahkan jalan menuju ke sana. Saat itulah saya mencoba untuk memakai tenaga dalam, tapi tetap saja nihil. Selama setengah jam saya hanya duduk diam tanpa mendapatkan gambaran apa pun dan saya berpikir mungkin saja saya sudah tidak bisa menggunakannya lagi." "Bagus karena aku tidak ingin ada orang lain yang tahu bahwa kau punya keistimewaan seperti ini. Baiklah, aku orang yang berbaik hati, aku akan memakai tenagaku untuk mencari tanaman s****n itu." Elina mulai menutup matanya, ketika ia membuka matanya, kedua bola mata pria itu berubah menjadi warna hijau terang. Dan jika tidak salah lihat, ada sedikit percikan api di mata lelaki itu.  "Pegang tanganku, kita akan mengambil tanaman itu," katanya. Elina menutup matanya, ia bersiap-siap, tetapi ternyata Aslan berjalan mendahuluinya dengan wajah berkedut, menahan tawa. Tawa? Apakah Aslan bisa tertawa?  "Mengapa kau menutup matamu? Kita tidak melakukan apa pun dan hanya berjalan. Jarak tanaman itu dari tempat kita berdiri sekarang hanya beberapa meter, apa kau tidak melihat tumbuhan hijau yang berada di tengah-tengah padang pasir itu? Elina meluruskan pandangannya dan melihat bahwa tanaman itu berada di tengah-tengah padang pasir pipinya merona malu untuk menutupi rasa malunya ia mengatakan, "Saya akan melihatnya terlebih dahulu, dan memastikan bahwa itu tanaman yang kita cari. Jika itu salah, maka Anda terpaksa membawa saya untuk berlayar lagi." Aslan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kau pernah bilang ingin berjalan-jalan di desa, anggap saja saat ini kau sedang berjalan-jalan di desa. Dan lain kali aku tidak akan memberimu izin untuk keluar karena kau sudah jalan-jalan denganku." Elina langsung menoleh dengan wajah protes. "Tentu saja berbeda, Yang Mulia. Saat ini kita sedang mencari tanaman, bukan sedang bersantai." "Apa yang membuat mereka terlihat berbeda? Bagiku semua sama saja, yang kau inginkan adalah keluar dari istana, kan?" Aslan menunduk untuk mengambil tanaman Evzen. Sepengetahuan Elina tanaman itu tidak mudah diambil, tidak sembarang orang bisa mencabutnya, tetapi Aslan melakukannya dengan mudah. Seperti tidak ada beban, tapi tentunya hal itu adalah hal yang wajar karena pria itu adalah orang terkuat di dunia. Tapi jika tidak salah bukankah sedikit tidak adil? Tanaman Evzen itu membiarkan Aslan mencabutnya padahal lelaki itu sama sekali tidak tahu tentang pengobatan dan kegunaan tanaman itu. Tanaman Evzen sendiri bisa dicabut ketika mencium aroma tabib dari tangan seseorang. Tampaknya seluruh diri Aslan merupakan keberuntungan.  Lelaki itu menatap tanaman Evzen yang ada di tangannya, lalu beralih menatap Elina. Tanaman itu sendiri hanya terdiri dari satu batang.  "Apa menurutmu tanaman ini bisa menyembuhkan satu desa?" "Tidak Yang Mulia, tanaman itu bisa menyembuhkan satu keluarga. Kami akan memakainya sedikit-sedikit, jadi sebaiknya kita mencari tanaman ini di lain tempat." Aslan berdecak. "Aku seorang raja, tapi mengapa sekarang aku berada disini melakukan hal yang tidak penting." "Justru karena Anda adalah seorang raja maka Anda melakukan hal yang tepat, Yang Mulia. Bukankah yang sakit adalah warga Anda dari desa Alasjar? Sudah sepatutnya Raja bertindak dalam hal ini, apalagi sampai mencarikan obat ke wilayah yang lain. Perjuangan Anda pasti menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Dan mereka akan sangat senang dan merasa tersanjung jika nantinya mereka sembuh. Bahkan mungkin mereka menganggap Anda telah memberkati mereka semua, desa itu pasti lebih makmur nantinya." Aslan ingin membantah, sebenarnya ia sudah sering dipuji oleh seseorang, bahkan dipuji oleh rakyatnya sendiri. Saat itu ia berjalan di desa dan menyamar menjadi orang biasa, ia mendengar rakyatnya menguji kinerja kerjanya dan betapa bagusnya ia daripada ayahnya yang dahulu maupun putra mahkota yang tidak berguna itu.  Mereka juga bahagia karena akhirnya ia mendapatkan kembali tahtanya, tetapi entah kenapa rasa itu berbeda jika Elina yang memujinya. Aslan tahu jika wanita itu hanya ingin menjilatnya, tapi entah kenapa semua perkataan itu terasa benar.  Selain dengan Sebastian dan juga Garham, Aslan tidak pernah berbicara selama itu dengan seseorang, bahkan dengan Borz yang notabene tangan kanannya saja, ia berbicara ketika ada yang penting. Entah kenapa dengan wanita yang berada di sebelahnya saat ini ia jadi begitu banyak bicara dan terkesan cerewet. "Aku tidak tahu mengapa kau banyak memujiku hari ini, aku memiliki firasat bahwa kau memang sedang butuh sesuatu apa. Kau menginginkan hadiah setelah berbuat baik padaku?" Aslan langsung berbalik pergi, ia tidak mau mendengar jawaban Elina. Begitu bodohnya dia karena bertanya  pada gadis itu, bukankah banyak bertanya membuatnya seperti orang lain? Dirinya yang asli adalah orang yang bersikap dingin dan kejam, bukan banyak melontarkan pertanyaan seperti ini. Tidak, salah, dirinya yang asli adalah orang yang seperti ini, ramah dan sering menanggapi orang lain berbicara. Aslan hanya tidak mau terima jika sedikit demi sedikit dirinya yang kaku dan kejam perlahan memudar. Karena dirinya yang dulu sudah mati beberapa tahun yang lalu, saat ia berada di neraka yang diciptakan penyihir itu. Bertahun-tahun sudah berlalu, bahkan hingga saat ini ia masih mengingat jelas bagaimana p********n itu.  Untuk saat ini ia memperlakukan b***k-b***k Alasjar sama seperti halnya ibunya melakukannya dahulu, Aslan ingin merasakan bahwa terlahir menjadi b***k di dunia ini merupakan sesuatu yang tidak berguna. Ia ingin para b***k-b***k itu mengerti bahwa kehadiran mereka tidak akan diterima di dunia. Sama seperti dirinya. Tentu saja hal itu salah karena para b***k juga butuh hidup dan butuh keadilan, seharusnya Aslan tidak memperlakukan mereka dengan perlakuan yang sama seperti yang dilakukan ibunya dulu. Karena itu sama saja membuatnya seperti ibunya sendiri yang sangat dibencinya.  Sering pikiran itu melintas masuk di kepalanya, tapi sesering apa pun masuk, sesering itu juga Aslan menepisnya. Ia menyiksa para b***k-b***k itu, tapi menolak fakta bahwa dirinya ternyata sama saja seperti Ratu yang dahulu menyiksanya. Aslan menggelengkan kepalanya kecil mengapa ia bisa berpikiran dirinya sama seperti Ratu terkutuk itu? Sungguh sangat k**i jika membayangkan ia memiliki sifat seperti Ratu itu, tapi biar bagaimanapun perbuatannya sama. Apa sebaiknya ia melepaskan b***k-b***k yang berada di ruangan bawah tanah miliknya? Tidak, tidak, ia belum puas. Mungkin suatu saat nanti ia akan melepaskan mereka. Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD