When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Amalia telah duduk manis di jok depan mobil miliknya. Wajah wanita paruh baya itu di tekuk sedemikian rupa. Raut wajahnya sangat masam tak ada rona kebahagiaan sama sekali. Matanya tertuju pada tiga orang yang tengah berjalan, dengan yang satu di dorong menggunakan kursi roda menuju mobil. 'Andai dulu aku menolak untuk mengambil alih hak asuh atas dia, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini. Karena kesibukanku berbisnis, putraku menjadi tidak terurus. Dia butuh teman, terlebih sifatnya yang seorang introvert. Apalagi ada rasa bersalah pada dia yang dilakukan putraku itu. Huft—sangat tidak mengenakan berasa di kejar utang terus.' Amalia bermonolog. Bibirnya berdecak kesal, saat ketiganya semakin mendekat. Bukan pada sang suami dia merasa kesal, tapi pada Karina yang telah membuat men