Chapter 4

1034 Words
Kenneth POV Dasar bodoh! Rutukku ke diri sendiri. Merasa menyesal telah mengatakan perasaanku kepada Takuto. Padahal aku berniat membantu Greg mendapatkan hati Takuto, jika aku mengatakan kalau aku menyukai Greg, Takuto akan semakin ragu untuk memberikan Greg kesempatan. Kenapa aku bisa sebegitu bodohnya terbawa perasaan tadi? "Huaaa, Kenny! Takuto-ku makin dingin!!" Mendadak lamunanku buyar ketika Greg tiba-tiba saja memasuki ruang kerjaku, menubruk dan memelukku erat sambil merengek seperti anak kecil. Dengan susah-payah aku menetralkan jantungku, lalu tersenyum jahil membalas perkataannya. "Memangnya kapan, Tuan Muda Takuto tidak pernah bersikap dingin? Yang sabar ya." Menghiburnya seperti cara membujuk anak kecil. Mengusap kepalanya memanjakan. "Tapi lagi-lagi hari ini Takuto my sweet heart berangkat lebih awal dan meninggalkanku!" curhat Greg dengan wajah ngambek. "Oh ... itu karena ada pekerjaan penting yang harus dia kerjakan. Lebih baik Anda kerjakan pekerjaan Anda dengan benar dan nanti siang ajaklah Tuan Muda Takuto untuk makan siang bersama, dia tidak ada janji dengan siapa pun nanti." Aku berbohong agar Greg tidak tambah sedih, tapi soal ajakan makan siang itu aku berkata jujur. Aku benar-benar berharap mereka bisa lebih dekat setelah menghabiskan waktu bersama-sama lebih sering. "Benarkah?" Wajah Greg mulai kembali bersemangat membuatku tanpa sadar tersenyum tulus. Inilah ekspresi wajah yang aku sukai darinya. "Ya,Tuan muda Takuto sangat menyukai makanan yang dipanggang, pilihlah restoran yang banyak menawarkan menu sejenis iga panggang atau daging sapi yang di masak dalam oven," ucapku, memberikan saran. Greg angguk- angguk  mengerti dan kemudian tersenyum lebar "Terima kasih banyak sarannya Kenny, aku sayang sekali padamu!!" Ia kembali memelukku erat, tapi aku tahu ini hanya pelukan persaudaraan. Tidak lebih. "Aku juga, nah sana pergi!" balasku seraya melepaskan pelukannya. "Siap kapten!" Setelah itu ruanganku kembali sepi. Sebab ruangan asisten yang seharusnya diisi oleh 10 orang ini, semua penghuninya telah dikirim oleh Sir Dean ke luar kota, mengurus perusahaannya yang lain. Kadang aku berpikir, mungkin lebih mudah untuk melupakan Greg jika aku juga dikirim ke luar kota saja. Sayangnya Sir Dean memerintahkanku untuk membantu Takuto dan Greg di sini. Sambil menghela napas, aku kembali sibuk dengan berkas-berkas kerjaku. Sudah tiga tahun aku menyukai Greg, sejak kami sering tidak sengaja bertemu ketika Takuto membawa Greg kemari untuk mengajarinya menjadi asisten yang handal. Saat itu juga, aku telah sadar bahwa cintaku mustahil dibalas olehnya, karena terlihat jelas bahwa di mata Greg hanya ada Takuto. Tadinya aku berpikir bahwa perasaanku bisa lenyap begitu saja saat mendengar kabar bahwa Greg dikirimkan ke tempat Sir Juan. Tapi ternyata aku salah, saat kami bertemu kembali di bandara, aku sadar bahwa perasaanku padanya tidak pernah hilang, maupun perasaannya kepada Takuto. Namun orang yang Takuto sukai itu siapa? Setahuku Takuto tidak pernah berhubungan dekat dengan siapa pun, terkecuali kami para asisten Sir Dean atau Sir Dean sendiri. Dia bahkan selalu saja menyebut-nyebut onii-sama, onii-sama dan onii-sama sepanjang waktu. Jangan-jangan, orang yang disukainya itu, Sir Dean? Ah sudahlah! Merasa bahwa pikiranku makin melantur ke mana-mana, aku putuskan untuk kembali fokus ke pekerjaanku saja, tidak akan pernah habisnya jika dipikirkan terus menurus. Tapi sepertinya pekerjaanku tidak akan pernah selesai, sebab kini Takuto telah duduk di depanku, entah sejak kapan. Jangan bilang dia menatapku yang termenung dari tadi? "Tuan Muda Takuto, ada perlu apa?" tanyaku sopan, berusaha bersikap profesional meskipun baru saja kepergok melamun. "Saya berniat mengajakmu, makan siang bersama dengan saya Kenny." Ajak Takuto. Keningku langsung mengerut, kenapa tiba-tiba? Seingatku Takuto tidak pernah sengaja mengajak aku makan bersama dengannya, apa ini salah satu caranya untuk menolak ajakkan Greg? Tidak. Aku harus menolak ajakan Takuto, nanti Greg bisa bersedih di pojokan lagi kalau Takuto menolak ajakan makan siangnya. "Maafkan saya, Tuan Muda. Saya mempunyai janji temu dengan klien untuk jam makan siang, bagaimana jika Anda pergi dengan Tuan Muda Greg saja?" Lagi-lagi aku berbohong hari ini, tapi ini semua demi Greg. Maafkan aku Takuto. "Baiklah, mungkin lain kali kita bisa makan bersama. Namun saya tidak berniat makan bersama dengan Greg. Jika demikian saya permisi," kata Takuto tenang dan datar seperti biasannya. Aku hanya tersenyum menanggapinya dan diam-diam berharap agar Takuto berubah pikiran dan memberikan Greg kesempatan. *** Geraldo POV Akhirnya pekerjaanku selesai juga. Dengan riang gembira aku berjalan memasuki ruang kerja Takuto-ku tersayang. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, dan seenaknya mendekatinya yang sedang duduk di kursinya. "Takuto sayang!! Makan siang yuk!!" seruku riang seraya memeluknya dari belakang. Takuto-ku tercinta langsung terkejut dan memasukan sebuah figura yang sedang ia lihat ke dalam laci mejanya, membuat aku penasaran setengah mati, foto siapa yang Takuto my sweetie pandang sampai-sampai dia melamun dan tidak menyadari kehadiranku. "Itu foto siapa sayang?" tanyaku sambil mengambil kesempatan mengelus pipi mulus my love. Takuto hanya diam sambil mendorong daguku menjauh darinya, dengan tangan yang lain dia menepis tanganku yang tengah menempel manis di wajahnya. "Takuto sayang, makan siang yuk!!" Ajakku sekali lagi, karena aku yakin tadi my lovely kitten tidak mendengarkan ajakanku. "Tidak," tolaknya singkat dan cepat. "Ayolah! Mau ya! Ya! Ya!" Tapi aku tidak menyerah begitu saja, aku pasang wajah tampan versi memelas yang manis agar Takuto cintaku luluh. "Tidak Greg. Pergilah sendiri." "Tidak mau!! Ayo pergi sama-sama, aku tahu kamu tidak ada janji dengan bisnis!" Aku mulai sedikit memaksa, menarik-narik tangannya merengek-rengek seperti bocah. "Tidak Greg! Sekali tidak ya tidak!" Akhirnya Takuto my darling kehilangan kesabarannya. Dengan kasar, dia menarik kerah bajuku menuju ke pintu ruang kerjanya dan mendorongku hingga keluar. "Takuto – " Aku baru mau memprotes, tapi Takuto-ku sudah memotong ucapanku. "Tinggalkan saya sendirian, Greg," ucapnya tegas dengan nada bicara memerintah. Brak. Krek. Pintu ruang kerjanya tertutup begitu saja, terdengar suara pintu terkunci. Ada apa dengan kekasih hatiku itu? Merasa bahwa saat ini Takuto sayangku benar-benar tidak ingin diganggu, aku pun sadar diri. Dengan langkah gontai, aku berjalan ke pojokan di samping lift dan mulai bergalau ria di sana. Aku berjongkok sambil memeluk kakiku sedih, jari telunjukku bergerak mencoret-coret lantai marmer dingin itu, membentuk pola lingkaran. "Hiks. Takuto," gumamku lirih. Mendadak aku rasakan ada tangan yang menepuk kepalaku lembut, aku langsung mendongakkan kepalaku. Apakah itu Takuto sayangku? "Mau ice cream?" Tapi ternyata itu Kenny, dia datang membawakanku semangkuk ice cream cokelat untuk menghiburku. Dengan kecewa aku mengangguk, mengulurkan tanganku berniat meraih ice cream itu, tapi Kenny malah ikut berjongkok di sampingku dan menyuapi aku ice cream-nya. Ia bahkan mengucapkan kata-kata penyemangat untukku. Uh, ternyata Kenny orang yang baik.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD