‘Pagi datang, mengusir gelapnya malam. Mengusir semua mimpi indah, dan menggantinya dengan kenyataan yang miris.’
___
Vin membuka matanya, pria itu menatap seorang wanita yang kini sedang duduk di atas sofa, di balkon kamarnya. wanita itu menyelimuti tubuh mungilnya dengan sebuah selimut tebal.
Hachim...
Hachim...
Beberapa kali suara bersin itu terdengar ditelinga Vin.
Pria itu menatap wanita itu dalam diam, wajah wanita itu terlihat pucat.
Hachim...
Sekali lagi suara bersin itu terdengar oleh Vin, pria itu hanya menatap dalam diam.
Hana sedang duduk sambil melipat kakinya di atas sofa, baju tidur sudah terlihat tebal, lalu ditambah sebuah selimut, tetapi seakan tak bisa membuatnya merasa hangat, wanita itu masih menggigil, menahan dingin yang mendera tubuhnya.
"Aku benci udara dingin, karena aku tak akan bisa menjadi hangat dengan cepat ..."
"Ck... Lalu bagaimana dengan impianmu? Bukankah kau ingin ketika kita menikah nanti, kau dan aku akan berbulan madu dan berciuman ditengah hujan salju dikota paris?"
"Kakak, itu berbeda. Aku tak akan merasakan dingin, karena kau pasti akan memelukku."
Vin menggelengkan kepalanya, dia tak ingin mengingat memori masalalunya itu. Pria itu hanya mengabaikan Hana, lebih memilih beranjak dari kasurnya menuju kamar mandi.
Hachim...
Lagi, suara bersin itu terdengar oleh Vin, pria itu menarik napasnya kasar. Lalu dengan cepat menggeleng, tidak! Dia tak boleh perduli pada Hana. Dia harus mengabaikan Hana bagaimana pun caranya.
Vin berlalu dengan cepat, memasuki kamar mandi besar yang ada di dalam kamarnya.
Sedangkan di balkon kamar milik, Hana masih mengigil. Wanita itu sengaja duduk di sana mencari cahaya matahari yang akan menghangatkan tubuhnya. Beberapa kali dia harus bersin, lalu dia akan meminum air hangat yang ada di gelasnya.
Hana hanya menatap hampa pada bunga-bunga yang bermekaran di taman belakang rumah keluarga suaminya.
"Ck... Apa kau sangat ingin kupeluk? Apa kau yakin ingin kupeluk?"
"Ya, aku merasa tenang saat berada di pelukanmu."
"Baiklah, aku akan selalu memelukmu, tanpa kau minta aku akan memelukmu erat."
Hana tersenyum miris, ingatan itu selalu membayanginya. Saat bahagia yang dulu dia jalani bersama dengan Vin.
__
Vin dan Hana baru saja berpamitan pada orang tua di rumah keluarga Vin, kini mereka berada di dalam mobil.
Keduanya hanya diam, tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun. Sedangkan mobil yang mereka kendarai masih berjalan dengan pelan.
Hachim...
Lagi suara bersin itu terdengar dari Hana, wanita itu menatap keluar jendela. Dia kedinginan, sangat … sangat kedinginan.
Hana menatap Vin sekilas. Ingin, dia ingin sekali meminta Vin mematikan AC di dalam mobil itu, tapi dia takut.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Vin dingin, pria itu menatap lurus kedepan.
"Bi- ahh lupakan saja," jawab Hana. Dia tak ingin Vin membentaknya hanya karena meminta sesuatu dari pria itu.
"katakan!" bentak Vin. Pada dasarnya pria itu cukup tahu apa yang Hana inginkan, tapi sekali lagi rasa egois dalam hatinya lebih banyak.
Dia tak bisa berlaku lembut pada Hana, rasa marah, bersalah, cinta dan benci bercampur aduk dalam hatinya.
"Aku, aku, aku hanya, aku hanya, ak-" perkataan Hana terpotong.
"Apa yang kau inginkan!" bentak Vin, pria itu menatap Hana tajam.
"Matikan AC, aku kedinginan," ucap Hana takut. Wanita itu menatap Vin yang kini hanya menyeringai.
"Kedinginan?" tanya Vin.
Hana hanya mengangguk.
Vin melajukan mobilnya lagi, pria itu sama sekali tak mengindahkan permintaan Hana. Yang ada dihatinya hanya sebuah kemarahan. Dia bahkan tak bisa berlaku lembut, dia bahkan tak bisa melihat jika wanita di sampingnya kini memucat.
"Ka-kak, hikss!" Hana menggigil, wanita itu memeluk lututnya, kakinya ditekuk, lalu dipeluknya dengan erat.
Vin sama sekali tak perduli, pria itu terus melajukan mobilnya.
__
‘Aku bodoh! Aku hidup dengan rasa benci tapi perasaan itu menyiksaku, sangat menyiksaku.’
Mobil mewah itu berhenti di mansion besar nan indah, mansion yang dulu di bangun Vin dengan sebuah doa. Doa saat dia bersama dengan wanita pujaannya, bersama keluarga kecil yang dia bangun dengan dasar cinta.
Vin memandang kearah Hana, menatap tajam wanita yang masih memeluk lututnya dan menggigil kedinginan.
"Turun!" hanya itu ucapan yang Vin ucapankan, pria itu menatap Hana yang memandangnya.
Wajah wanita itu pucat, bibirnya menghitam dan bergetar menahan dingin di tubuhnya.
"Turun! Atau kau akan mati kedinginan!" bentak Vin lebih keras.
Hana hanya bisa meneguk ludahnya kasar, tangannya bergetar membuka pintu mobil.
Ceklek...
Suara itu berasal dari pintu mobil yang terbuka.
Hana perlahan mengulurkan kakinya, tulang-tulangnya terasa ngilu.
"Akhhh ...." rintih Hana pelan. Wanita itu berhenti menekuk kakinya, lalu kaki sebelah kirinya berhasil dia keluarkan dari mobil.
Hana berpegang teguh pada bagian pintu mobil, mengerahkan semua kekuataannya untuk berdiri bahkan berjalan.
Hana kemudian memejamkan matanya. Saat kedua kakinya sudah berpijak dan turun dari mobil Vin, wanita itu menarik napasnya perlahan, kakinya terasa kaku.
Hana mencoba melangkah, sakit ... dia bahkan merasakan seluruh kakinya menjadi lumpuh, wanita itu melangkah tertatih.
Sedangkan Vin … pria itu menatap Hana yang baru saja keluar dari mobil miliknya, mata tajam itu menatap nanar kearah wanita yang kini sedang berusaha melangkahkan kakinya masuk kedalam mansion.
Ingin, Vin sangat ingin berlari dan memeluk Hana, menggendong wanita itu sampai ke dalam kamarnya dan menyelimutinya.
Tapi raga menghiati hati dan otak miliknya, pria itu tak ubahnya seperti batu, hanya menatap dalam diam, hanya berharap wanita di depan sana akan segera menemukan kehangatan di ranjang empuknya.
Vin membuang mukanya, saat dilihatnya Hana terjatuh.
"Kau penjahat! Kau kejam! Kau i***t!" batin Vin, melemparkan caci-maki pada dirinya sendiri.
Vin hanya diam, matanya beberapa kali berkedip menahan desakan air mata yang ingin keluar.
Sedangkan Hana, wanita itu memaksakan senyumnya, dia harus kuat, jika dia lemah ... bagaimana dia bisa mencintai Vin?
Jika dia lemah, bagaimana dia bisa mendapat kata maaf dari pria tercintanya itu?
Baru saja Hana ingin melangkah, seorang wanita paruh baya langsung memeluknya.
"Nyonya ...." ucap wanita itu.
Hana tersenyum, tetapi air matanya jatuh begitu saja. Ia merasa terselamatkan.
"Pe-sssttt pe-pelayan Shin," ucap wanita itu bergetar. Pelayan Shin menahan rasa sesak di dadanya, wanita itu ingin menangis tapi ditahan olehnya.
"Saya akan membantu Anda ke kamar, Nyonya," ucap Pelayan Shin sambil memapah Hana. Wanita itu hanya bisa menatap miris mansion yang kini dia dan Nyonyanya masuki.
"Indah, tapi disini menyimpan seribu duka." batin pelayan Shin.
Hana hanya bisa menarik napasnya jengah, wanita itu memandang kepada beberapa pelayan yang menunduk hormat padanya, Hana juga memandang ke arah tingkat atas, di lihatnya Adela yang kini sedang berjalan bersama seorang pelayan yang mendampinginya menuruni tangga.
"Selamat pagi, Kakak," bisik Hana.
Tidak … itu bisikan pada dirinya sendiri, karena jelas Adela tidak mendengarnya.
Baru saja Hana dan Pelayan Shin ingin melangkah ke arah sebuah pintu yang menghubungkan ruang bawah tanah, suara derap langkah seseorang masuk.
"Sayang ... aku pulang!" teriak Vin. Mata pria itu menatap Adela yang kini terlihat sedang tersenyum, pelayan yang membantu Adela menuruni tangga hanya menunduk.
"Vin, aku merindukanmu. Ah ya Pelayan Min, cepatlah aku ingin memeluk suamiku," ucap Adela.
Hana yang mendengar itu semua hanya bisa menunduk, wanita itu melangkahkan kakinya, membuat Pelayan Shin juga turut melangkah.
Keduanya berjalan menuju pintu masuk ke ruang bawah tanah, sebuah tangga yang tinggi dengan lorong yang terlihat bercahaya remang menyambut mereka.
"Nyonya, Anda pasti kuat," ucap Pelayan Shin memberikan kata-kata motivasi untuk Hana.
Hana hanya mengangguk, kakinya masih saja bergetar dengan hebat.
Sakit, semuanya terasa sakit bahkan untuk didengar.
Hana hanya bisa menahan isak tangisnya, mencintai seseorang begitu dalam, hidup dalam rasa sakit yang bahkan tak terbayangkan.
…
Adela dan Vin saat ini sedang duduk bersama di dalam kamar milik mereka, kedua orang itu saling bercanda dan mengucapkan kata cinta. Sesekali keduanya terdiam, lalu tak lama mereka akan tertawa bersama lagi.
"Kau ingin pergi ke taman?" tanya Vin. Ia terlihat begitu menyayangi wanita itu, memanjakannya, memerhatikannya dengan baik, bahkan mungkin saja pria itu sedang mematangkan perasaannya pada Adela agar tak goyah.
"Tidak, aku memalukan jika pergi ke sana bersamamu. Biarlah, biarlah aku tetap diam di dalam mansion ini. Aku tak ingin mereka membicarakan dirimu hanya karena aku," jawab Adela. Wanita itu tersenyum miris, dia selalu membuat Vin mendapat pandangan negatif dari orang-orang.
-FLASBACK ON-
Adela saat ini sedang duduk dan diam di antara banyaknya orang-orang. Musik hingar bingar yang memekakan telinga, terdengar gaduh yang amat sangat mengganggu bagi dirinya.
Cahaya lampu remang dengan warna berkelap kelip membuat kepala Adela pusing, belum lagi orang-orang yang berlalu lalang, lalu berteriak sambil berdansa dengan hentakan musik yang keras.
"Kau siap, Adela?" bisik seorang pria pada wanita itu.
Adela memandang mata dingin pria yang kini menatapnya dalam, mata pria yang dulu adalah kekasih ,dan orang yang paling dia cintai.
"Seunghyun, kenapa kau sangat jahat padaku?" tanya Adela parau, matanya berkaca-kaca.
"Oh, baby girl, kau tau apa itu keuntungan? Dari awal sudah aku katakan. Jika aku tak pernah merasa mencintaimu, tapi kau memaksa bahkan rela melakukan apapun demi diriku," ucap Seunghyun sambil menyeringai jahat.
"Tap-" baru saja kalimat protes itu ingin Adela layangkan, tapi seunghyun segera menarik rambutnya kasar.
"Aku sudah menjualmu, sayang. Dan saat itu kau tak menolak, jadi kenapa untuk dilelang saja kau menolak? Ck berhentilah menangis, kau melacurkan dirimu padaku, datang dan memohon padaku untuk membuka hatiku demi dirimu!" sergah Seunghyun cepat.
"Seunghyun, jangan lakukan ini padaku … hiksss ... Jika, jika kau bosan jangan seperti ini, bagaimana bisa, aku tak ingin kau melelangku, aku hanya memberikan, memberikan tubuhku untukmu," ucap Adela.
Wanita itu menahan rasa sakit dikepalanya, Seunghyun masih menarik rambutnya dengan amat kuat.
"Aku sangat tidak perduli, aku tak pernah memintamu bertemu dengan Hyunjin, tapi kau! Kau terus saja bertemu dengan pria miskin itu," cerca Seunghyun.
"Aku, aku dan Hyunjin hanya teman," jawab Adela jujur.
Memang benar adanya, dia dan Hyunjin hanya teman, mereka Bersahabat sedari kecil, dan mereka selalu bantu membantu dari dulu.
Kehidupan keluarga mereka sama, sama melarat dan juga harus berjuang dengan keras.
"Bukankah hari ini priamu akan menikah? Ahhh hahhaha, mari kita lihat, apa dia memilih mempelai wanitanya." Seunghyun tersenyum sinis, sambil menatap wanita yang kini hanya diam sambil menahan isakan tangisnya. "Atau memilih, kekasih gelapnya ini."
Pria itu melepas jambakan tangannya pada rambut Adela, membuat Adela menghirup oksigen dengan sangat cepat, dan mengembuskannya dengan cara kasar.
"Kalian, pasung p*****r itu!" perintah Seunghyun pada orang-orang yang bekerja padanya.
Orang-orang itu memasung Adela, mengikat wanita itu diatas sebuah kursi.
Tubuh mulus Adela hanya terbalut bra dan g-string berwarna hitam. Tubuh putih itu terlihat bersinar di antara remangnya lampu di ruangan itu.
-FLASBACK OFF-
Adela menangis, wanita itu mengingat bagaimana dulu Seunghyun memperlakukannya, pria itu begitu membenci dia dan Hyunjin. Pria yang sangat dan teramat sangat dicintai oleh dirinya.
"Jangan menangis, aku tak ingin kau menangisi pria sialan itu!" ucap Vin sambil memeluk Adela. Pria itu tak sanggup saat melihatnya menangis, dadanya terasa sesak dan sakit.
"Aku, aku membunuh Hyunjin, seandainya aku rela untuk dilelang dan tak melawan. Hyunjin pasti masih hidup." Wanita itu menangis dalam dekapan hangat Vin, pria yang datang dalam hidupnya, menyelamatkan dia yang ingin mati, menyelamatkan dirinya dari maut.
"Dengarkan aku, dengarkan aku, Sayang. Aku mencintaimu, aku akan selalu mencintaimu, tak akan ada satupun atau apapun yang akan melukaimu, karena aku akan melindungimu," ucap Vin
Adelaa hanya mengangguk, bahkan untuk menjawab pernyataan Vin saja dia tak sanggup.
-FLASBACK ON-
"Ibu, Ayah, aku ingin menikahi Adela," ucapan itu berasal dari seorang pria yang saat ini berdiri didepan pintu ruang keluarga di rumah besar milik keluarganya. Pria itu memegang tangan seorang wanita yang tak lain adalah Adela.
"TIDAK! kau tak akan pernah menikah dengannya, Vin Arexshion!" teriak seorang wanita paruh baya, wanita itu berdiri, menatap penuh kebencian pada wanita yang kini berdiri disamping anaknya. Matanya menatap tajam ke arah tangan keduanya yang saling berpegangan. Wanita itu lekas menatap tajam pada Adela. Ia menunjukkan kebenciannya, dan jelas saja hatinya sedang dikuasai oleh amarah.
"Kau! Karena dirimu Putriku menanggung malu. Karena dirimu putriku mencoba mengakhiri hidupnya. Sekarang apa, hah! Kenapa kau malah mengganggu hidup putraku!" teriak Nyonya Arexshion.
Wanita itu menatap anaknya. "Dan Kau! Dan kau Vin Arexshion! Kenapa kau malah ingin menikahi wanita p*****r itu, hah! Apa kau ingin melihat kakakmu mati, hah! Apa kau ingin melihat ibumu ini mati!" teriak Nyonya Arexshion lagi.
Tuan Arexshion menatap kecewa kearah putranya, pria paruh baya itu berdiri dan berjalan kearah puteranya
PLAK!!!
"Ayah! Kecewa! Padamu!" ucap Tuan Arexshion, pria itu menatap kearah Vin yang hanya diam, bahkan kini putranya hanya tersenyum kecut.
"TAPI AKU MENCINTAI ADELA, AYAH. AKU MENCINTAINYA, IBU!" teriak Vin keras, pria itu menatap orang tuanya tajam.
"Vin ... Jang-" perkataan Adela terputus.
Vin dengan cepat menarik tangan wanita itu keluar dari ruangan keluarga di rumah orang tuanya. Vin tak ingin lagi menjadi penurut.
"Vin Arexshion, jika kau berani menikahi wanita itu. Kau bisa melihat mayat ibu besok pagi," ucap Nyonya Arexshion dingin.
"Dan saat kematianku, kau bukan lagi anakku," lanjut wanita itu.
Vin berhenti melangkah, pria itu termenung. Apa dia sanggup? Hatinya tergerak, matanya berkaca-kaca.
Dia mencintai Adela, tapi dia lebih mencintai Ibunya.
"Vin, lepaskan aku," ucap Adela.
Vin menatap ke arah Adela, menatap dalam retina mata wanita itu.
Apa dia sanggup melepaskan Adela? Dia tak bisa memilih, dia tak sanggup memilih antara ibunya atau wanita yang dia cintai.
"Tidak, aku tak akan melepaskanmu, maafkan aku. Aku akan pastikan mereka menerimamu, aku mencintaimu, Adela," ucap Vin.
Adela melepas pegangan tangan Vin pada tangannya, wanita itu menjauh pergi.
"Aku juga mencintaimu, aku akan menunggumu," ucap Adela.
Tapi Vin jelas masih bisa mendengar penuturan wanita itu.
"Aku lebih mencintaimu, Adela," ucap Vin.
Pria itu hanya berdiri, dia akan mengalah untuk kali ini, mengalah untuk kebaikan di depan sana.
-FLASBACK OFF-
Vin mencium Adela lembut, memejamkan matanya, pria itu kemudian mencoba melepas gaun putih yang digunakan Adela.
"Tidak ...." ucap Adela sambil memegang tangan Vin.
"Tidak, aku hanya ingin kau menyentuhku, jika mereka telah menerimaku," ucap Adela.
Vin mendesah, bagaimana orang tuanya bisa menerima Adela, jika dirinya sudah menikah dengan Hana? Gadis yang teramat sangat disayangi oleh orang tuanya apalagi kakaknya.
"Baiklah, aku akan menunggumu," ucap Vin. Pria itu mengecup lembut kening Adela, lalu memegang tangan wanita kesayangannya itu.
"Aku tahu ini membosankan, tapi aku sangat mencintaim," ucap Vin.
"Aku lebih mencintaimu, terima kasih telah bersamaku," jawab Adela.