Tricks and Traps

2397 Words
"Sepertinya semua sudah masuk dengan aman," ucap salah satu pria yang mengenakan setelan jas berwarna hitam. "Kau benar. Tugas kita sekarang hanya menunggu dan berharap mereka semua dapat kembali dengan selamat." Pria yang lain pun ikut merespon. Orang-orang itu adalah mereka yang disebut sebagai Penjaga Gerbang. Mereka adalah orang-orang yang bekerja di bawah asosiasi sebagai penjaga gerbang menara dan mengawasi keluar masuk para Bellator. Setiap orang atau party yang ingin melakukan penaklukan, mereka harus terlebih dahulu mendaftarkan diri mereka kepada asosiasi. Setelah itu, ketika mereka akan memasuki gerbang, para Penjaga Gerbang akan melihat daftar penaklukan hari itu dan orang-orang yang terlibat. Hal itu untuk mencegah adanya penyusup yang bisa menganggu penaklukan dan berujung dengan kematian. "Kau sedang apa? Kau terlihat seperti memikirkan sesuatu." Salah seorang Penjaga Gerbang memergoki rekannya yang sedang terdiam menatap ke arah gerbang menara, seolah dia sedang memikirkan sesuatu. "Ah, tidak. Aku hanya sempat berpikiran bagaimana kondisi Galam setelah keluar dari gerbang itu." Pria itu hanya menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari gerbang raksasa di hadapannya. "Bellator terlemah di peringkat E hanya karena ketidakberuntungannya mendapat ability yang kurang berguna dalam pertempuran. Yah, kita hanya bisa berharap Galam dan yang lain dapat kembali dengan selamat." "Kau benar. Kurasa aku sudah terlalu banyak berpikir hari ini." Mereka berdua saling menatap dan kemudian tertawa bersama. Akhirnya, mereka kembali ke posisi penempatan mereka masing-masing dan berharap penaklukan kali ini berjalan sukses. *** "Jadi, seperti ini di dalam Tower's Elevator," ucap salah satu Bellator ketika mereka telah memasuki bagian dalam Tower's Elevator. "Apa kau baru kali ini mengikuti penaklukan?" Bellator lain pun menanggapi perkataan dari orang itu. "Ya, ini pertama kalinya bagiku. Aku merasa sangat gugup walau hanya berada di sini." Semua orang terlihat merasa gugup dan cemas. Bagi mereka yang pertama kali mengikuti penaklukan, pengalaman ini mereka gunakan sebagai pengujian diri. Apakah mereka layak untuk menjadi Bellator atau tidak. Kebanyakan dari mereka memilih mundur setelah kembali dari penaklukan pertama mereka. "Semuanya, aku tahu kalian gugup. Tapi saat ini, kita tidak memiliki waktu untuk itu. Aku harap kalian bisa menunjukkan kemampuan terbaik kalian dalam penaklukan ini dan pulang membawa kemenangan!" Suara Andras terdengar menggelora. Ia berusaha menumbuhkan semangat di antara para Bellator, terutama Bellator pemula. Walaupun begitu, para Bellator pemula itu bisa dikatakan lebih kuat jika dibandingkan dengan Galam. Hanya saja pengalaman mereka di dalam menara belum bisa dibandingkan dengan Galam. Andras kemudian mendekati sebuah kristal raksasa yang berada di tengah ruangan itu. Ia menempelkan tangannya ke permukaan kristal mengapung yang mengeluarkan cahaya biru itu. Kristal raksasa itu dinamai sebagai Kristal Mana. Kristal itu memiliki mana dan sihir yang berguna untuk menopang menara ini tetap berdiri kokoh. Kristal Mana di Tower's Elevator tidak bisa dihancurkan bahkan dengan senjata terkuat sekalipun. Ketika Andras melepas tangannya dari kristal itu, tiba-tiba lantai ruangan itu menyala menampakkan sebuah lingkaran sihir raksasa dengan cahaya violet. "Tenang saja. Lingkaran sihir ini yang akan membawa kita ke lantai 20 dengan cepat. Ini adalah sihir teleportasi yang ada di Tower's Elevator." Andras menjelaskan tentang lingkaran sihir itu setelah melihat beberapa anggota party yang terlihat sedikit terkejut dan ketakutan. Setelah sihir teleportasi itu aktif, mereka semua akhirnya sampai pada lantai 20. Ternyata, kedatangan mereka di lantai 20 seolah sudah diketahui oleh penghuni lantai tersebut. Hal itu dibuktikan dengan munculnya beberapa monster mengepung mereka tepat setelah mereka sampai di lantai 20. "Sepertinya kita mendapat sambutan yang meriah," ucap Varos yang sudah dalam posisi bertarung. Dengan arahan dari Andras, mereka semua mulai melawan monster yang ada dihadapan mereka. Satu persatu monster di lantai itu mulai dikalahkan para Bellator. Tentu Galam pun ikut bertarung untuk melindungi dirinya sendiri supaya tidak banyak terluka. Pertempuran sengit terjadi cukup lama, namun berhasil dimenangkan oleh para Bellator dan mereka berhasil membunuh semua monster yang tadi mengepung mereka. Melihat Galam terluka, dengan cepat Sana berlari ke arahnya dan mengaktifkan kemampuan Healing miliknya untuk menyembuhkan luka-luka di tubuh Galam. "Terima kasih," ucap Galam dengan senyuman tulusnya. Sana hanya memasang wajah kesal melihat apa yang dilakukan oleh Galam. "Varos, kau masih belum mati? Kukira setelah dari sini aku akan keluar dengan menangisi kematian salah satu kawanku," ujar Andras melihat Varos yang sedang mencabut pedangnya dari perut salah satu monster. "b******k! Apa kau tidak melihat aksiku yang sangat memukau? Ternyata ini lebih mudah dari yang kubayangkan!" Mereka berdua kemudian tertawa bersama seolah tidak ada beban dalam tawa mereka. Galam yang memperhatikan mereka hanya bisa terdiam dan terkagum. Mereka berdua berhasil mengalahkan begitu banyak monster tanpa mendapat luka di tubuhnya. "Galam, apa kau tidak memiliki niatan untuk berhenti sebagai Bellator?" tanya Sana sambil terus mengobati luka di tubuh Galam. "Aku tidak memiliki alasan yang memunculkan niatan seperti itu, Sana. Selain itu, bukankah ini menyenangkan?" Lagi-lagi Galam menjawab dengan entengnya dan diakhir dengan sebuah senyuman. Sana benar-benar dibuat kesal dengan jawaban Galam kali ini. Ia merasa sangat sangat kesal hingga ia memutuskan menghentikan kemampuannya dan memukul Galam menggunakan tongkatnya. "Sana! Bukankah kau akan makin melukaiku?!" "Biarkan saja! Lebih cepat bertemu dengan Sang Pencipta jika kau mati daripada harus menaiki menara bukan." Di sisi lain, Andras menemukan sebuah benda setelah yang jatuh setelah mayat para monster itu hilang. Andras kemudian mengambil benda tersebut, tampak wajah sumringah Andras terlihat jelas setelah ia mengambil benda tersebut. "Hah, ini dia! Ini dia, barang yang akan kau peroleh dari drop item pada mayat monster, Magic Stone." Andras memandang benda tersebut dengan seksama. Satu buah Magic Stone berukuran sedang yang jatuh dari mayat monster mampu mencapai nilai jutaan. Apalagi Magic Stone yang berukuran besar, namun benda tersebut tergolong langka. Magic Stone sendiri dikategorikan menjadi empat tingkatan, yaitu Magic Stone kecil, Magic Stone sedang, Magic Stone besar, dan yang paling langka di antara semuanya, Magic Stone transendental. Benda itu hanya muncul di lantai 25 ke atas dan sangat sulit untuk mendapatkannya. Magic Stone hasil penaklukan ini nantinya akan dibagi sesuai dengan tingkat kontribusi tiap anggota party. Untuk Galam sendiri, kontribusinya dianggap yang paling sedikit karena perannya yang hanya sebagai Porter dan Bellator peringkat E. Biasanya, ia akan memperoleh paling tidak 5 sampai 10 buah Magic Stone kecil. Walau begitu, setidaknya benda tersebut masih mampu untuk menghidupi Galam dan juga adiknya. "Hei, lihatlah apa yang aku temukan di sini!" Di saat yang lain sedang mengumpulkan Magic Stone yang tersisa, salah seorang anggota party menemukan sebuah terowongan misterius. Terowongan itu sangat gelap dan besar. Karena dirasa aneh, mereka semua berkumpul di depan mulut terowongan. "Terowongan di dalam lantai, sedikit mencurigakan. Namun para Bellator senior lainnya pun sudah pernah menemukan ini dan di sana mereka menemukan banyak artefak yang membantu mereka menjadi kuat," ucap Andras setelah melihat sekeliling terowongan tersebut. Ia kemudian mengaktifkan kemampuan yang ia miliki, Hand Torch. Seketika, tangannya bercahaya jingga terang dan perlahan api mulai menutupi lengannya. Ia kemudian mengangkat tangannya ke atas, sebuah bola api kecil keluar dari tangannya dan ia lemparkan ke dalam terowongan tersebut. Ia bermaksud untuk melihat seberapa jauh jarak terowongan tersebut hingga menuju ujung lainnya. "Hm, ada kemungkinan kita akan menemukan ruang boss dan juga harta karun di sana," ujar Andras. Beberapa orang nampak ragu mendengar apa yang dikatakan Andras, dan beberapa orang lainnya terlihat sebaliknya. Andras kemudian mengusulkan untuk mengambil tindakan voting untuk menentukan apakah mereka akan melanjutkan penelusuran di terowongan tersebut, atau menyelesaikan penaklukan lantai. "Baiklah, karena ada kemungkinan di sana lebih berbahaya, maka kita akan melakukan voting. Jika nanti sudah disepakati, maka tidak ada lagi yang boleh melakukan protes terhadap kesepakatan itu, bagaimana?" Semua orang setuju dengan usulan dari Andras. Dengan begini, setiap orang masih memiliki kesempatan untuk tidak melanjutkan penelusuran. Kemudian, voting pun di mulai, Beberapa orang memilih tidak melakukan penelurusan. Namun sebagian lagi memilih untuk menelusuri terowongan tersebut, termasuk Varos. Voting pun menghasilkan suara yang sama antara iya dan tidak, dan sekarang hanya tersisa Galam. "Lalu, bagaimana denganmu, Galam? Apa pilihanmu?" Andras menanyakan pendapat dari Galam mengingat ia pun belum memberikan suaranya. Galam berpikir keras. Ia sangat tahu bahwa ada kemungkinan ia akan mati jika memilih melakukan penelusuran. Namun ia memerlukan uang, ia melakukan hal itu demi keluarganya. Tidak ada pilihan lain selain bertarung baginya. "Aku memilih melanjutkan penelusuran." Galam mengucapkannya dengan suara lantang dan tegas. Akhirnya, kesepakatan telah tercipta dengan memilih untuk melanjutkan penelusuran. Mereka semua sadar pilihan mereka kemungkinan akan memberikan dampak yang mengerikan. Tapi hasrat mereka tidak bisa dihentikan di tengah jalan begitu saja. *** Setelah beberapa waktu berlalu, mereka masih belum juga menemukan ujung dari terowongan itu. Beberapa orang mulai gelisah dan ketakutan, bahkan di antara mereka ada yang mulai merasakan mual karena tak mampu menahan rasa takut mereka. "Ketua, bukankah kita sudah terlalu lama? Kita bahkan tidak menemukan ujung dari terowongan ini," ucap salah satu anggota party kepada Andras. "Kau benar." Andras tampak berpikir setelah mendengar perkataan anggotanya itu. Ia kemudian memberikan pengumuman kepada seluruh anggota party bahwa mereka akan tetap melakukan penelusuran. "Semuanya, dengarkan aku! Kita sudah terlalu lama menelusuri terowongan ini dan tidak menemukan ujung lainnya. Kita akan menelusuri terwongongan ini untuk beberapa langkah ke depan dan kita akan kembali setelah yakin tidak menemukan apa-apa." Semua orang mengangguk menyetujui perintah dari Andras. Mereka pun akhirnya kembali melanjutkan perjalanan mereka menelusuri terowongan tersebut. Galam berjalan di bagian belakang bersama Sana. Ia terus memperhatikan gadis yang ada disampingnya itu. Ia merasa ada yang salah dengan Sana, gadis itu terus diam sejak mereka mulai memasuki terowongan ini. "Sana, apa kau baik-baik saja? Kenapa kau daritadi diam saja?" Galam memberanikan diri untuk bertanya pada Sana. "Galam, apakah aku terlihat baik-baik saja?!" Nampak wajah Sana merah menahan amarahnya. Ia benar-benar kesal dengan Galam dan ia berusaha untuk tidak membunuhnya saat ini juga. "Tu–tunggu! Apa kau marah karena keputusanku?" "Apa kau ini benar-benar bodoh?! Kenapa kau selalu saja menempatkan posisimu ke dalam bahaya?! Apa kau tidak takut mati?! Bagaimana dengan Adikmu jika kau mati di sini, dasar bodoh!" Gadis itu benar-benar tidak mampu menahan emosinya. Sana masih saja menampakkan wajah tak sukanya. Jika Sana memiliki keberanian untuk membunuh Galam, mungkin sudah ia lakukan saat ini juga. "Ma–maafkan aku karena keputusanku juga akhirnya malah melibatkanmu dengan paksa. Tapi aku punya alasan kenapa aku memilih untuk melanjutkan penelusuran." Sana pura-pura tidak mendengar perkataan Galam. Ia tidak peduli dengan alasan apapun yang dikatakan Galam. Ia hanya benar-benar mengkhawatirkan kondisi Galam, namun dengan bodohnya laki-laki itu malah memilih untuk bunuh diri. Setelah beberapa saat, Andras tiba-tiba saja menghentikan langkahnya dan diikuti oleh anggota dibelakangnya. Akhirnya, mereka menemukan sebuah pintu raksasa yang mereka yakini itu sebagai ujung dari terowongan tersebut. "Sepertinya kita sudah sampai." Andras mulai memperhatikan sekeliling dari pintu tersebut. Beruntungnya, ia tidak menemukan adanya tanda-tanda jebakan atau monster di sekitar pintu itu. Andras memberikan kode kepada anggota yang lain bahwa pintu itu aman. Namun, sesaat setelah itu, pintu tiba-tiba saja terbuka. Hal tersebut membuat beberapa anggota party terkejut dan bersiap dalam posisi bertarung. Groooo! "Semuanya! Bersiap bertarung!" Andras mengarahkan anggotanya untuk mempersiapkan diri. Semua anggota party itu mulai menyiapkan senjata mereka masing-masing. Mereka sudah siap apabila ada terjangan musuh dari depan mereka. Namun, setelah beberapa saat pintu itu terbuka, tidak ada yang keluar dari pintu itu. Karena hal itu, mereka mengendurkan persiapan mereka dan memastikan bahwa situasi sudah aman. Mereka akhirnya memutuskan untuk memasuki ruangan yang ada dibalik pintu tersebut. Mereka semua terkejut, isi dari ruangan itu bukanlah harta karun ataupun monster. Yang ada di sana, lebih mengerikan dari sekedar monster. Banyak sekali peti mati yang terkumpul di ruangan itu. Mereka seolah-olah memasuki sebuah makam dari makhluk yang tidak mereka kenal. "Astaga! Lihatlah semua peti mati ini! Tempat apa ini sebenarnya?!" ucap salah satu anggota party. "Ini lebih buruk dari kita harus bertemu dengan beberapa gerombolan goblin." Anggota yang lain pun menanggapinya. Mereka menyusuri ruangan setiap sudut ruangan itu. Selain peti mati, hal yang membuat mereka takjub adalah kemewahan dari ruangan itu. Tidak seperti sebuah reruntuhan atau sebuah makan, tempat itu dihiasi dengan banyak sekali perhiasan dan emas. Bahkan, tempat itu lebih cocok dikatakan sebagai istana dari pada makan jika mengabaikan peti mati yang terkumpul di sana. "Bukankah ini menakjubkan sekaligus mengerikan? Apa para malaikat itu melakukan hal seperti ini?" ucap Varos yang terkesima dengan ruangan tersebut. "Entahlah. Jika memang seperti itu, bukankah berarti ini adalah makam para legenda?" ucap Andras sembari melihat berbagai pernak-pernik yang menghiasi ruangan itu. Di saat yang lain sibuk mengagumi tempat itu, Galam merasakan hal sebaliknya. Ia merasa curiga dengan ruangan tersebut. Seolah apa yang mereka lihat hanyalah ilusi. Perasaan Galam bukanlah kecurigaan semata tanpa bukti. Ia sudah merasakan keanehan sejak melihat bagaimana kondisi pintu dari ruangan tersebut. Jika isi dari ruangan bisa seindah ini, harusnya pintu itu memiliki beberapa penjaga dan tidak mungkin mereka bisa memasukinya tanpa ada syarat yang harus mereka penuhi. Galam merasa, ada suatu pemicu di mana mereka bisa melihat penampakan asli dari ruangan tersebut. "Aku menemukan sebuah batu artefak sepertinya!" Salah seorang anggota party berteriak setelah menemukan sebuah batu aneh. Mereka mulai berkumpul untuk melihat bagaimana kondisi batu tersebut. Ketika mereka penasaran dengan batu itu, salah satu anggota party tidak sengaja menyentuh pedang milik Andras hingga terluka, dan darah itu menetes tepat di atas batu tersebut. "Akh!" pekik orang itu. "Apa kau tak apa?" Andras melihat kondisi tangan orang itu. Di saat yang bersamaan, batu tersebut menyala terang setelah tetesan darah jatuh di atas batu itu. Sebuah lingkaran sihir tiba-tiba aktif dan menghapus selubung yang ada di ruangan tersebut, menampakkan kondisi asli ruangan tersebut. "Apa-apaan maksud semua ini?!" Ketika selubung itu hilang, semua keindahan tadi sirna dan berubah menjadi ruangan yang mengerikan. Pintu terowongan tersebut mulai tertutup dan semua penutup peti mati mulai terbuka. Apa yang dikhawatirkan oleh Galam benar-benar terjadi. Semua tadi itu hanyalah tipuan, saat ini mereka benar-benar terjebak. "Se–semuanya! Bersiap untuk bertarung!" Semua orang mulai panik. Mereka bahkan sampai tidak mampu mengangkat senjata mereka. Ketika mereka sudah bersiap, lagi-lagi tidak terjadi apa-apa. Tidak ada monster atau apapun yang muncul dan menyerang mereka. "Ash! Persetan dengan tempat ini! Harta karun atau apalah itu, ambil saja semua sesuka kalian! Aku pergi!" Salah seorang anggota party memilih untuk mengundurkan niatnya dan keluar dari ruangan tersebut. Ketika pria itu mencapai pintu keluar, sebuah pedang meluncur cepat dan menusuk tepat di d**a pria itu hingga dirinya berserta pedang itu menancap pada pintu ruangan. Semua orang terkejut setelah menyaksikan hal itu. Mereka segera melihat ke arah pedang itu datang, namun tidak ada siapa-siapa di sana. Semua orang mulai ketakutan. Kali ini, insting Galam berkata bahwa apa yang mereka lihat saat ini adalah permulaan dari sebuah tragedi besar yang akan menimpa mereka. Galam pun hanya bisa bergumam menyaksikan kejadian itu. "Gawat, sepertinya aku akan mati di sini hari ini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD