Bab 3. Perasaan Al

1065 Words
Happy Reading. Evelyn melihat jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 2 siang, sudah saatnya Aldo sang putra pulang sekolah. Wanita itu langsung menghubungi pengasuh Aldo yang bernama Mia, wanita berusia 40 tahun itu sudah mengasuh Aldo sejak usia satu tahun, yang berarti 4 tahun sudah Mia menjaga dan merawat Aldo seperti anaknya sendiri. "Halo, Mia, hari ini setelah pulang sekolah ajak Aldo ke rumah dan kurung dia, kalau dia minta ke rumah neneknya jangan di perbolehkan." "Baik, Nyonya. Saya akan menjemput tuan kecil sekarang." "Terima kasih, Mia." Evelyn mematikan panggilannya. Dia mendesah pelan, setelah pertemuannya dengan sang mantan suami yang ternyata sudah move on dan bahkan akan segera menikah, membuat wanita itu jadi sering berpikir. Ada sedikit rasa tidak rela saat melihat Justin dengan mudahnya melupakannya dan akan menikah dengan wanita yang jauh lebih muda darinya. Bukan karena Evelyn masih menginginkan Austin, tetapi saat mengingat Aldo, buah hati mereka yang sampai saat ini masih belum di ketahui oleh pria itu, membuat suasana hati Evelyn benar-benar berada dalam gejolak marah, kecewa, dan takut. "Tapi kenapa aku harus marah? bukankah lebih bagus kalau dia menikah lagi? Itu berarti dia memang sudah melupakan semua tentangku, biarlah. Seharusnya aku juga nggak perlu pusing memikirkannya," batin Evelyn. "Ya Tuhan!" Evelyn menggelengkan kepalanya, mengusir pemikiran yang sudah ia kubur dalam-dalam. Biarlah Justin tidak pernah mengetahui tentang Aldo, bukankah itu kemauannya? Mungkin keputusannya untuk mengurung Aldo di rumah sudah cukup tepat, jangan sampai Justin bertemu dengan putranya itu, tentu saja Evelyn tidak akan membiarkan semua itu terjadi, selama ini dia berhasil bersembunyi dari Justin dan dia akan terus menyembunyikan keberadaan Aldo sampai kapanpun. Biarlah dia rela membuat putranya tidak memiliki Ayah, dia lebih suka melihat Aldo tumbuh besar dengan didikannya di banding harus dengan Justin yang ia sebut si mantan b******k itu. "Ya, Justin tidak boleh tahu tentang Aldo, mereka memiliki wajah yang sangat mirip kecuali rambutnya, siapapun yang melihatnya pasti tahu kalau Al adalah putra Justin!" Bahkan dia meminta Arka dan Clara untuk tidak mengatakan tentang kehamilannya pada Justin. Evelyn benar-benar ingin terbebas dari pria itu tanpa ada sesuatu yang akan mengikat mereka nantinya. Jadi saat ini pun Evelyn harus waspada, apalagi Justin sekarang menjadi kliennya. Arka dan Clara memang sangat bisa di percaya, nyatanya pada saat pertemuannya tadi, Justin sama sekali tidak membahas masalah anak. Ya, Arka dan Clara adalah sahabat baik Evelyn dan Justin dulu. Kedua orang itu yang tahu bagaimana terpuruknya Evelyn saat Justin menyakitinya. Bahkan Clara yang menyelamatkan Evelyn saat dulu dia diperkirakan Justin ketika Evelyn meminta cerai. Arka dan Clara juga tahu tentang kehamilannya. Hanya dua orang itu yang tahu sebelum Evelyn memutuskan untuk ke Jogja dan menetap di kota gudeg tersebut setelah perceraiannya dengan Justin. Di depan gerbang SD Internasional School. Justin menyugar rambutnya ke belakang, situasi macam apa ini? Kenapa dia bertemu dengan Evelyn di saat yang benar-benar tidak tepat. Di saat dia berpikir bahwa mungkin dia tidak akan bertemu dengan mantan istrinya lagi yang sudah pergi entah kemana. Bahkan dia nekat menerima lamaran dari Laura karena membutuhkan sokongan dari wanita itu. Lalu kenapa Tuhan seakan menghukumnya dengan mempertemukannya kembali dengan wanita yang masih setia mendiami relung hatinya. "Oh, Ya Tuhan! Aku masih belum bisa berhenti memikirkan mu, Eve. Apakah aku harus menyakiti Laura untuk mengajakmu kembali? Apakah aku akan menjadi pria b******k untuk yang kesekian kalinya? Tapi setelah bertemu denganmu hatiku menginginkanmu, Evelyn," gumam Justin frustasi. Seorang gadis kecil terlihat keluar dari dalam sekolah, Justin langsung keluar dari dalam mobil dan menghampiri Florensia. "Hai, Paman Justin, bibi Laura kemana?" tanya gadis kecil itu. "Bibi Laura sibuk, jadi Paman yang menjemput mu, cantik," jawab Justin menggendong Florensia. "Bibi sekarang sibuk terus, Flo jadi nggak ada temannya." Justin mencium pipi chubby Florensia. "Mau main sama Paman? Nanti paman ajak ke kantor, Hem?" "Beneran nih, Paman Justin mau main sama Flo?" "Iya, sayang. Tapi pulang dulu, ganti baju terus makan. Setelah itu baru kita ke kantor Paman, nanti Paman beliin banyak mainan." "Asyik, hore!" Di sisi jalan. Aldo menatap ke arah depan dengan tatapan sendu, melihat Florensia –teman sebangkunya itu di jemput oleh ayahnya, entah kenapa membuat Aldo tiba-tiba merasa matanya memanas. Ada terbesit rasa cemburu atau iri pada Florensia yang di gendong oleh ayahnya yang tampan itu. Aldo hanya bisa menundukkan kepalanya saat air matanya tiba-tiba menetes dari sudut, bahkan dia bisa merasakan dadanya sesak hanya karena dia menahan untuk tidak menangis. Sejujurnya, dia ingin sekali bertemu dengan ayahnya, tetapi Aldo tahu diri jika sang ibu sepertinya sangat sedih jika dia bertanya tentang ayahnya. "Al gak boleh nangis dan sedih, nanti Mommy sedih, Al gak mau kalau Mommy sedih!" batin anak itu. Florensia yang melihat Aldo masih belum di jemput oleh pengasuhnya tiba-tiba mempunyai ide. "Paman Justin, sepertinya temanku belum di jemput oleh pengasuhnya, apakah Paman bersedia mengantar Aldo pulang?" tanya Flo. "Siapa temanmu, Flo?" Florensia menunjuk ke arah Aldo yang sudah membalikan tubuhnya karena ada yang memanggilnya. Justin melihat seorang anak laki-laki kecil berambut ikal berwarna coklat sedang berlari ke arah seorang wanita paruh baya yang sepertinya baru saja datang. Mata Justin mengamati anak laki-laki itu tanpa mengalihkan pandangannya. Entah kenapa dia sedikit tertarik dengan warna rambut ikal milik bocah kecil tersebut, mengingatkan pada seorang wanita yang baru saja mengusik pikiran dan hatinya. Ya, Evelyn memang memiliki gen Amerika yang memiliki rambut ikal coklat asli. Rambut coklat ikal anak itu sangat mirip dengan milik Evelyn meski tidak sepanjang rambut mantan istrinya itu. Akan tetapi anak itu tidak menoleh ke belakang dan langsung masuk ke dalam mobil berwarna maroon tersebut. "Sepertinya dia sudah dijemput, sebaiknya Flo cepat pulang, ya? ayo Paman antar," ucap Justin. "Tapi Flo ingin beli es krim dulu, Paman!" "Paman harus segera menyelesaikan urusan di kantor, katanya mau ikut ke kantor Paman? Nanti beli es krimnya kalau udah pulang, hem?" ucap Justin. Florensia hanya mengangguk patuh. "Baiklah, Paman," jawab gadis kecil itu. Justin membuka pintu mobil untuk Florensia, gadis kecil yang merupakan keponakan dari Laura itu memang sangat lucu dan menarik, membuat Justin yang pertama kali melihatnya langsung suka. Setelah menutup pintu untuk Flo, Justin memandang kembali mobil berwarna maroon yang sudah berjalan melewatinya. Tatapan mata Justin tidak lepas dari mobil itu, entah kenapa dia sangat penasaran dengan teman Flo yang bernama Aldo itu. Justin bisa melihat sekilas wajah Aldo dari samping, jantungnya tiba-tiba berdetak kencang. "Kenapa aku merasa wajah anak itu tidak asing? Apa aku juga tertarik dengan anak orang lain, bahkan orang asing di kota ini?" batin Justin. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD