Acara pesta dansa tanpa terasa sudah semakin dekat. Kini, waktu yang tersisa hanya tiga hari lagi. Jika teman-temannya tidak membahas acara ini di kelas tadi, mungkin saja Elang bakalan lupa sampai acara berlangsung.
Demi apapun, Elang sama sekali tidak mengingat jika ia belum membujuk Kana sama sekali. Entah apa yang membuatnya sampai lupa seperti ini. Oleh karena itu, dengan kaki yang melangkah cepat, Elang berniat mengunjungi Kana. Segala doa sudah ia rapalkan, semoga saja Kana belum menerima tawaran cowok lain. Ngomong-ngomong soal tawar-menawar ini, Elang jadi teringat akan Nanta.
Bola mata Elang melotot ketika bayangan cowok itu melintas di otaknya. Langsung saja, Elang menambah laju kakinya. Perasaannya sudah tidak keruan memikirkan itu. Bisa jadi selama beberapa hari terakhir Nanta mendekati Kana dan membujuk cewek itu. Kalau benar seperti itu dan Kana juga mau berpasangan dengan Nanta, Elang mau tak mau harus pasrah.
Tapi ia harus memastikannya terlebih dahulu, dan semoga saja ia masih diberi kesempatan.
"Kenapa gue bisa lupa sama pesta dansa sih? Ah bodoh banget gue, apa ini karena otak gue kecil banget, ya? Jadi nggak bisa nampung semua ingatan. Duh nasib, nasib!" Elang berceloteh panjang lebar seiring kakinya semakin cepat melangkah.
"Kana, plis ... Lo belum punya pasangan. Biar gue yang jadi pangeran buat lo." gumam Elang lagi. Tanpa ia sadari, rupanya jaraknya sekarang dengan kelas Kana sudah dekat. Elang pun berlari agar cepat sampai. Intinya ia tidak tenang sebelum ia mendapatkan informasi kebenaran dari Kana.
Jantung Elang rasanya semakin berdentum keras. Bagaimana kalau Kana memang sudah bersama cowok lain? Terus gimana dengan Elang sendiri? Ya kali ia harus berpasangan dengan kak Ros? Yang ada, Elang bakal kena marah terus sepanjang acara.
Setelah sampai di depan kelas Kana, Elang mengambil ponselnya disaku untuk mengetik pesan untuk cewek itu agar segera keluar. Tidak lama, Kana pun muncul di hadapan Elang dengan wajah yang begitu bingung.
Kana mengambil duduk dibangku depan kelas, yang langsung diikuti oleh Elang. Cewek itu menatap penuh selidik wajah Elang. Hingga akhirnya Kana bertanya pelan, "kenapa?"
"Kana, soal pesta dansa yang ak—
"Gue udah sama orang lain," jawab Kana cepat, memotong ucapan Elang. Ia menatap datar cowok disampingnya yang membelalakkan matanya lebar seolah tidak percaya dengan kata-kata Kana baru saja.
Tenggorakan Elang rasanya langsung kering, ia pun menelan ludahnya secara kasar. Tatapannya sama sekali tidak berpindah dari Kana. Berusaha bersikap tenang, Elang pun berkata lagi, "Kana se-serius?"
Tanpa pikir panjang, cewek yang selalu menggerai rambutnya tersebut mengangguk singkat.
Jawaban Kana yang terdengar mantap mampu membuat Elang kejang-kejang di tempat. Cowok itu tidak menutup keterkejutan yang terlalu kentara ini. Ia secara terang-terangan menunjukkan raut wajahnya yang kaget. Rupanya, apa yang ia takutkan kini terjadi. Dan Elang merasa menyesal karena sampai lupa dengan acara ini. Padahal beberapa hari kemarin ia sudah merencanakan bahwa ia akan membujuk Kana sampai cewek itu mau.
Tapi nyatanya? Sekarang Elang terlambat. Ia keduluan oleh cowok lain, hal itu membuat Elang terus merutuki dirinya dalam hati.
"Kana nggak bohong sama Elang, kan? Kana bakal jadi princess-nya siapa?" Oke, meskipun tidak mau menanyakan hal ini karena hatinya pasti akan menerima rasa sakit, namun Elang begitu kepo dengan siapakah gerangan cowok yang akan pergi ke pesta bersama Kana.
Kana menjawab santai, "Nanta."
Nanta k*****t! Gercep banget tuh cowok. s**l! Gue kalah sama dia!
Elang pun akhirnya menunduk lesu ketika tidak ada hal lain yang ingin ia katakan. Harapannya sudah punah. Mau berjuang mencari cewek lain, walaupun Elang yakin pasti ada yang mau berpasangan dengannya, namun ia rasa sudah tidak ada gunanya. Yang Elang mau hanyalah Kana, Kana, dan Kana seorang. Tidak ada cewek lain.
"Elang?"
Panggilan dari Kana membuyarkan lamunan Elang. Cowok itu menoleh cepat ke samping. "Iya?"
"Lo udah punya pasangan, jangan khawatir," balas Kana sambil tersenyum. Diusapnya punggung tegap cowok itu dengan pelan.
Elang menggeleng singkat, bersamaan dengan napasnya yang terhela panjang. "Nggak ada," katanya pendek.
"Ada."
Elang kembali menatap Kana. "kayaknya Elang nggak jadi ikut."
"Kenapa?"
"Nggak pa-pa, tiba-tiba aja nggak mood gitu," jawab Elang seraya mengendikkan bahunya.
Kana tersenyum kecil. "Beneran nih nggak mood? Yakin?"
Elang mengangguk sekali lagi.
"Yaah ... Sayang banget berarti, padahal gue mau jadi pasangan lo."
Glek!
Elang menoleh cepat. Ditatapnya sepasang mata cantik milik Kana lengkap dengan kening bergelombang dan satu alis yang menukik tajam. Tidak tahu maksud dari omongan Kana, Elang pun bercakap pelan, "maksud Kana?"
"Gue mau jadi pasangan lo buat acara itu."
"Ha?"
"Kana mau jadi princess-nya Elang buat acara pesta dansa. Gimana? Kurang jelas kah?" Kana kembali mengulang kalimatnya lebih rinci dan jelas agar Elang paham. Ia tersenyum kecil menatap Elang yang sedang terbengong-bengong dengan mulut yang terbuka setengah.
"Mak-maksud Kana?"
"Belum paham juga?"
Elang menggeleng gugup, "bukan itu, tapi tadi katanya Kana udah sama Nanta. Tapi kok Ka—
Ucapan Elang seketika saja terhenti ketika jari telunjuk Kana menempel dibibirnya. Tindakan Kana itu membuat Elang terkejut bukan main. Kalau boleh jujur, ia tidak tahu dengan ucapan Kana beberapa detik yang lalu. Masih terdengar ambigu, dan Elang butuh sebuah jawaban lebih.
"Jangan ngomong lagi," kata Kana.
"Tapi, gimana bisa? Nanta? Kana kok—
Lagi-lagi ucapan Elang terpotong oleh Kana, cewek itu sudah menyelanya dengan cepat. "Gue cuma becanda tadi, gue nggak sama Nanta. Gue cuma mau sama cowok disamping gue."
"Berarti Elang dong?"
Kana mengangguk sebanyak dua kali. "Ya begitulah."
"Ha? Elang lagi nggak mimpi, kan? Kana beneran mau sama Elang? Ini bukan tipu-tipu klub, kan?"
"Iya bukan, ini beneran."
Elang terbelalak tidak percaya. "Demi apa?" Cowok itu tidak bisa menahan rasa gembira yang bersarang di dadanya. Bahkan ia sudah menampar pipinya berulang kali sampai membuat Kana ngeri beberapa saat.
"Kok lo kelihatan seneng banget sih?" heran Kana seraya terkekeh kecil.
"Ya pasti seneng lah, kan bakal jadi pasangan Kana buat acara pesta dansa. Tapi Kana jangan lupa ya, habis acara ini, Kana bakal jadi pasangan Elang di pelaminan nanti hehehe ..."
"Nggak usah gombal!" ujar Kana sambil memukul lengan berotot cowok disampingnya ini. Bibir Kana mencebik kesal, tapi sebenernya hatinya sedang berbunga-bunga.
Elang justru malah menyengir lebar. "Hehehe ... Makasih banget ya karena Kana udah mau sama Elang," ucapnya tulus.
"Iya sama-sama."
"Kalo gitu, Elang boleh cium Kana dong? Pangeran dan tuan putri biasanya kan ciuman gitu." Elang berhenti sejenak, kemudian menaikturunkan alisnya untuk menggoda Kana. "Gimana? Mau nggak?"
"ELAAAAAAAANNG NYEBELIN!"
***
Bagaimana Kana tidak kesal saat ini? Sedari tadi Elang hanya diam ketika Kana bertanya ke mana tujuan cowok itu. Pulang sekolah kali ini, Elang kembali bersama Kana. Akan tetapi, saat di parkiran tadi, Elang mengatakan bahwa ia akan pergi ke suatu tempat dengan membawa Kana. Namun, Kana malah dikacangi oleh cowok itu meskipun mulutnya sudah mengoceh ingin tahu ke mana ia mau di bawa pergi.
Sekali lagi, untuk yang kesekian kalinya, Kana bertanya dengan aksen suara mendesak. Tidak lupa, ia juga mencubit pinggang cowok tersebut. "Elang, lo mau bawa gue ke mana sih?! Jawab gue cepetan!" desaknya jengkel.
Masih belum ada jawaban yang terlontar dari mulut Elang, membuat Kana kembali menggeram kesal dan memutar bola matanya. Dari spion motor, Kana menatap wajah Elang.
"Ish nyebelin banget, kenapa malah mesam-mesem nggak jelas!" omel Kana.
Elang melirik kaca spion. "Pasti muka Kana gemesin banget kalo lagi marah, berasa pengin cubit pipinya. Tapi sayang, sekarang Elang lagi naik motor."
"Bodo amat, gue nggak peduli sama lo lagi. Gue ngambek," balas Kana cuek.
"Jangan keseringan ngambek, nanti malah tambah gemesin. Terus jangan salahkan Elang ya kalo Elang tambah sayang sama Kana," ujar cowok itu sambil memasang senyuman tipis di bibirnya.
Kana mengerucutkan bibirnya, kemudian kembali mencubit pinggang Elang untuk yang kesekian kalinya. Selalu saja, cowok itu tidak berhenti menggombal. Bukannya Kana risi atau apa, melainkan ia tidak bisa mencegah degup jantungnya yang semakin menggila. Elang emang benar-benar ya, selalu saja bikin Kana baper seperti ini. Lihat saja sekarang, bahkan Kana sudah menunduk malu.
"Nah kayak gitu dong dari tadi, diem aja. Nanti Kana juga tau kok kalo Elang mau bawa Kana ke mana."
Gue diem karena gue lagi baper sama lo Elang! Ah lo nyebelin emang. Kana bergumam dalam hati sambil menatap pantulan wajah fokus Elang yang mengendari sepeda motornya. Kalau dilihat-lihat lebih dalam dan teliti lagi, Kana sadar akan satu hal. Yaitu Elang memiliki wajah yang selalu menjadi idaman semua cewek. Astaga, Kana menelan ludahnya. Apa benar Elang mendekati dirinya karena cowok itu suka kepadanya?
Selama ini, Kana tidak sadar bahwa secara terang-terangan Elang menunjukkan rasa sukanya pada Kana. Tapi terkadang juga Kana bingung, kenapa harus ia yang Elang incar? Kenapa nggak cewek lain yang memikat hati cowok itu? Kenapa harus dirinya? Kana menelan ludahnya. Kemudian ia menggeleng cepat untuk mengusir pikirin seperti itu. Kana sudah terlalu jauh berpikir.
"Kana turun, kita udah sampai."
Ucapan Elang berhasil membuyarkan lamunan Kana. Cewek itu tergelatak kecil, lalu mengangguk pelan dan turun dari motor cowok itu, yang beberapa detik kemudian di susul oleh Elang.
"Kita di mana?" tanya Kana seraya menatap sebuah bangunan cukup besar di hadapannya.
"Kita di pelaminan, kita nikah sekarang biar Kana bahagia," ceplos Elang ngasal, seperti biasa.
Kana menoleh cepat ke arah cowok itu yang sekarang malah menyengir kuda. "Elang, gue tanya serius!" balas Kana sewot seraya mengentakkan kakinya kesal.
"Ya udah yuk masuk."
"Ke mana?"
Elang menunjuk sebuah bangunan dihadapannya dengan dagunya. Kemudian ia kembali menatap Kana. "Mau digandeng atau jalan sendiri?"
"Gue bukan anak kecil."
Seolah tidak mendengar jawaban dari bibir Kana, Elang pun langsung menyerobot pergelangan tangan Kana. Melihat itu, membuat Kana terkejut dan refleks terbelalak kaget.
"Biar Kana aman di dekat Elang," ucap cowok itu sambil tersenyum tipis. Lalu ia pun berjalan dengan Kana yang berada disampingnya.
Fokus Kana sekarang malah menatap tangan Elang yang memegang erat pergelangan tangannya, alih-alih memperhatikan jalanan di depan sana. Lagi, Kana tidak bisa mengendalikan degup jantungnya. Hanya dengan seperti ini, ia sudah dibuat melayang oleh cowok itu. Bahkan, sekarang Kana tidak peduli di mana dirinya berada. Ia tidak lagi memiliki minat untuk bertanya kepada cowok disampingnya ini.
"EMAAAKKK!"
Elang tiba-tiba berteriak kencang, membuat Kana sedikit terkejut dan segera mendongak menatap bingung cowok itu. "Emak?" gumam Kana sembari mengerutkan keningnya. Ia pun menyapu pandangan ke sekitarnya. Ada lumayan banyak wanita di tempat ini, lantas mana satu wanita yang Elang panggil barusan?
Elang berjalan cepat dengan Kana yang otomatis ikut terseret ke depan. Beberapa detik berikutnya, Elang melepaskan cekalan tangan Kana dan hendak menyerbu pelukan kepada emaknya tercinta dan terkasih.
"Eh stop!"
Ucapan Emak sukses membuat langkah Elang terhenti. Cowok itu menatap bingung wanita dihadapannya. "Kenapa Mak?"
"Kau tanya kenapa ha? Nggak sadar kalo badan kau baunya udah mirip jengkol basi? Mana sudi emak dipeluk sama kau!" ucap Emak sambil menatap Elang sinis.
Cowok itu mengembungkan pipinya. "Tega banget emak, kayak siapa aja. Ini Elang Mak, cowok paling ganteng seantero jagat—
"Jagat raya ndasmu!" Emak langsung memotong ucapan Elang, tidak lupa sebuah jitakan mendarat di kepala cowok itu, membuat Elang meringis kesakitan. "Jangan berlebihan, muka kau itu sebelas dua belas sama lubang sedotan. Nggak usah belagu!"
Kana, yang berdiri tidak jauh dari sana terkikik geli melihat interaksi Elang dan emaknya. Ia sedikit terhibur dengan kelakukan ibu dan anaknya tersebut. Keharmonisan jelas saja membentengi mereka berdua.
"Sumpah Mak, tega banget. Jangan ceplas-ceplos napa, malu nih," tegur Elang. Bola matanya perlahan melirik ke samping, hingga akhirnya emak melihat Kana.
Merasa ditatap, Kana mengangguk seraya tersenyum manis dan mengangguk sopan. Tangannya terjulur ke hadapan emak Elang. "Halo tante," sapa Kana sopan. "Kenalin nama saya—
"Kana?" Emak langsung memotong. Membuat Kana tentu saja kebingungan. Ia tersenyum dan mengangguk canggung, kemudian kepalanya perlahan berbelok menatap Elang untuk meminta bantuan. Namun, cowok itu justru malah mengangguk.
"Bener kan tebakan tante? Kamu yang namanya Kana?"
Kana mengangguk. "Iya tan, bener. Nama saya Kana," katanya sopan.
Emak langsung menarik Kana kedalam pelukan hangatnya. Membuat Kana tersenyum canggung dan mau tak mau membalas pelukan wanita tersebut. Elang juga tak kalah terkejut melihat emaknya yang menurutnya sok akrab tersebut. Padahal emaknya itu baru bertemu dengan Kana sekarang.
Elang tersenyum masam melihat itu. k*****t emang! Anaknya sendiri nggak dipeluk, dikatai bau badannya mirip jengkol basi pula!
Emak melepaskan pelukan Kana. Lalu tersenyum hangat. "Oh jadi ini anaknya yang namanya Kana. Cantik banget kamu."
"Makasih tante," balas Kana.
"Tapi kamu kok mau sih sama Elang anaknya emak yang akhlaknya ada di jempol kaki? Kamu cantik banget lho," ucap Emak.
"Mak, jangan gitu dong!" tegur Elang masam dengan muka keruhnya. Bibirnya sudah tambah monyong ke depan. Emaknya ini benar-benar membuat Elang jadi emosi sendiri.
Emak menatap Elang dengan tatapan yang Elang sendiri bingung mendeskripsikannya. "Akhirnya, anak emak yang jomlo karatan ini laku juga. Pinter juga kau cari calon mantu buat emak. Hebat!" Terakhir, Emak memberikan Elang acungan jempol tangannya, membuat Elang terkekeh.
Elang berdehem kecil, saatnya beraksi menyombongkan diri. "Oh ya jelas dong Mak, Elang gituloh! Gimana Mak Kana? Cantik, kan?" ucap Elang seraya melirik Kana yang kini menunduk malu.
"Cantik banget! Pinter juga kau rupanya cari cewek," puji Emak antusias. Kemudian tatapannya kembali terpatri di wajah Kana. "Kamu jangan heran ya kenapa emak bisa tahu nama kamu tadi. Kalo di rumah, nih anak ngomongnya kamu mulu sampai telinga emak panas dengernya. Tapi setelah lihat sendiri, Kana udah masuk kriteria calon mantu yang emak cari selama ini!"
"Wah beneran Mak? Langsung nikahin Elang sama Kana sekarang aja dong kalo emak udah kasih restu hehehe ..."
PLETAK!
Emak menjitak kepala Elang. "Nikah matamu! Belajar dulu yang bener biar dapat kerjaan bagus, terus bahagian emak, habis itu boleh deh kau nikah."
"Bercanda Mak, gitu aja diseriusin, sampai jitak kepala Elang pula! Ngeselin banget."
"Oh iya, kalian mau ngapain datang ke butik emak? Ada perlu apa?"
Sekarang, jawabannya sudah ketahuan. Kana menatap sekelilingnya. Rupanya ia sedang berada di butik milik Emaknya Elang. Tapi, kenapa Elang mengajaknya ke sini?
"Masa sih emak lupa. Elang kan udah pesen sama emak buat dibuatin gaun Princess Cinderella buat Kana. Terus baju pangeran juga. Jangan bilang emak lupa soal ini?" Elang melebarkan bola matanya. Napasnya tersangkut ditenggorokan untuk beberapa saat.
"Serius? Kau kapan ngomong soal ini sama emak? Perasaan nggak pernah tuh."
Elang rasanya ingin pingsan detik ini juga. "Kenapa bisa lupa sih Mak? Itu lho, waktu kita di dapur buat makan malam. Elang waktu itu ngomong sama emak soal ini."
"Yaah emak lupa. Gimana dong?"
"Hah? Serius Mak? Kok bisa sih? Terus gimana dong? Acara itu tiga hari lagi."
Emak terkekeh kecil. "Nggak usah khawatir, emak becanda. Udah emak siapin kok. Mau dicoba sekarang?"
"Yeeee ... Emak! Bikin orang jantungan aja tahu nggak? Kalo ada kontes orang paling nyebelin, pasti emak bakal jadi juara satu. Ngeselin banget dari tadi, kalo jantung Elang loncat ke perut gimana?"
Memperhatikan betapa akrabnya Elang dan Emaknya, membuat hati Kana sedikit tercubit. Bolehkah kalau ia iri dengan ini semua?