Manaka mengerang, membuka matanya perlahan merasa aneh pada bagian tubuh belakangnya. Saat matanya telah terbuka sempurna, yang ia lihat adalah kedua tangan yang terkekang oleh borgol berantai.
“Kau sudah bangun?” Suara Aaron terdengar berat, dengan napas yang terpacu. Berada di belakang tubuhnya, tengah menggagahinya dengan kasar.
“Ini pemerkosaan tahu!” teriak Manaka protes. Dibalas Aaron dengan mendesak semakin keras, menghantam titik tersensitif Manaka. “Huaaa, ah! Be-berhenti! Ah ... ah!” Alhasil, desahan rancu yang terdengar sebagai ganti protes itu.
“Rasanya enakkan? Masih berani bilang pemerkosaan? Jahatnya. Pacarmu ini sakit hati tahu.” Aaron menyeringai senang, meremas milik Manaka dengan jari-jari cantiknya. Memaksa benda besar itu kembali mengeras setelah pelepasan beberapa detik lalu.
“Dasar b*****t!” maki Manaka. Mulutnya disumpal dengan mulut Aaron, dilumat penuh nikmat. Di saat yang sama bagian belakang dan depannya terus dimanja hingga pikiran Manaka kosong.
Ketika mulutnya diloloskan, Manaka hanya bisa mengerang meremas selimut tipis di atas tempat tidur itu. Gerakan milik Aaron membuatnya gila, keluar dan masuk dengan cepat. Terus menghantam bagian ternikmat tanpa sekalipun lolos.
“Si b*****t ini akan memberitahumu kesenangan bercinta dari belakang, jadi tak akan pernah berpikir untuk mencari kenikmatan yang normal lagi,” kata Aaron.
Manaka tak lagi mendengarkan, suara lembut itu kalah oleh desahannya yang keras. Tubuhnya sudah begitu frustrasi ingin keluar, ingin terbebas dari segera. Aaron kesal melihatnya, sebal tak didengarkan. Ia mengeluarkan miliknya, menyeringai saat Manaka melotot padanya.
Ditariknya ujung rantai yang lain, membuat tubuh Manaka itu tertarik menjadi posisi berlutut di atas tempat tidur. Tangan laki-laki itu berada jauh di atas kepalanya, tak bisa menyentuh miliknya sendiri saat ia ingin.
Aaron lalu mengikat ujung rantai ke pasak-pasak yang tertanam di dinding, mempertahankan posisi Manaka tetap seperti itu. Terekspos dengan jelas, begitu marah dengan tatapan buas menantang.
Aaron lalu berpindah ke depan Manaka. Tangannya bergerak meraba paha pria itu, naik perlahan ke batangnya yang keras. Dipijat dengan halus menambah rasa frustrasi Manaka.
“Berhubung kausudah bosan degan tubuhku, jadi kupikir kau tak mau kupuaskan lagi. Apa aku salah, Manaka?” Kata-kata Aaron sungguh sialan, setelah membuat tubuhnya seperti ini ... malah bicara seolah dia tak akan mencoba menggagahi Manaka lagi.
“Kau salah, aku masih mau denganmu,” jawab Manaka. Menipu dirinya sendiri, panas tubuhnya membuat otak terbakar dan jari-jari Aaron terus saja menaikkan sensasi itu. Ia tak tahan, ingin lebih.
“Jawaban bagus, ini hadiahmu.” Hantaman keras yang diberikan membuat Manaka menjerit lagi. Ia keluar ketika Aaron masuk. Memohon Aaron berhenti ketika tubuhnya sudah lemas, tapi Aaron malah tak mau berhenti. Menusuk semakin menjadi, lebih dalam dan keras.
Ketegangan kembali bangkit bersama dengan libido yang meningkat. Keringat sudah membasahi seluruh tubuh mereka, tapi permainan panas itu baru saja dimulai. Seluruh tubuhnya dimanjakan oleh rabaan intens, sementara lubangnya telah menjadi longgar setelah dimasuki berulang-ulang selama berjam-jam.
Manaka merasa tak ada lagi cairan yang tersisa, tapi tubuhnya masih seperti tercandu oleh tubuh Aaron. Ia mengutuknya, laki-laki yang telah menawan tubuhnya seperti ini. Membuatnya suka lupa diri dan menyesal di akhir. Hubungan mereka bahkan tak berdasar oleh cinta, tapi keinginan kuat memiliki laki-laki itu begini melimpahnya.
Setelah Aaron melepaskan rantai pengikatnya, Manaka mencoba memukul wajah sombong itu. Sangat ingin membalas sekali saja segala penghinaan ini, tapi tinjunya berhasil dielakkan. Hingga tubuhnya jatuh ke dalam dekap iblis berbulu domba, dibelai dengan rasa sayang yang ia benci.
Cinta yang palsu, rasa sayang penuh tipuan itu hanya obsesi semata. Manaka sudah tahu pasti, tapi masih saja ia bisa tertidur pulas dalam lengan sang iblis. Melepas pertahanannya dengan t***l.
Aaron menggeleng, heran kenapa stamina Manaka sepayah ini. Begitu mudah pingsan dan tertidur. Bikin susah saja, hukumannya bahkan belum selesai dan sekarang pria berwajah garang itu malah tidur pulas seperti bayi besar.
Baru saja Aaron akan melemparkan Manaka kembali ke atas tempat tidur, pintu diketuk dari luar. Wajah Tifa muncul dari sebuah celah untuk mengintip seukuran buku tulis. “Tuan Aaron, ada klien datang. Untuk yang satu ini, aku tak berani mengambil keputusan.” Asistennya melapor, menyelamatkan Manaka dari kegilaannya.
Klien menyusahkan mana yang datang jam lima pagi? Tahu saja kalau Aaron sedang ada di sini. Menyebalkan sekali. Terpaksa Aaron berhenti menghukum, ia kemudian mengangkut Manaka membawanya ke kamar yang biasa ia gunakan.
“Aku akan menemuinya dalam setengahnya jam, beri saja orang itu sarapan,” jawab Aaron.
Setelah itu mereka berpisah, Aaron membersihkan dirinya dan Manaka. Lalu membuang badan tukang tidur itu di atas tempat tidur, menyelimuti dengan asal. Ia lalu berpakaian rapi, meninggalkan Manaka sendirian di dalam kamar yang dikunci dari luar.
Mau kabur lewat jendela juga mustahil. Ini lantai tiga dan tepat di bawah jendela ada halaman kosong tempat para prajurit sedang berlatih. Pengecut seperti Manaka palingan hanya teriak marah-marah saat ia bangun, itu pun kalau bisa berdiri sendiri.
Setelah sampai ke ruang depan, Aaron tersenyum manis. Paham kenapa Tifa bilang tak bisa menentukan sendiri. Ternyata orang itu kliennya, ayah dari pacar menyusahkan yang sedang tertidur.
“Selamat pagi, Tuan Kusaka,” sapa Aaron ramah.
Pria tua yang sudah dipenuhi oleh keriput itu, hanya mengangguk menjawab sapaan Aaron. Ia duduk begitu berwibawa dikawal oleh dua orang laki-laki kuat. Walaupun pria tua ini mata keranjang dan suka mengurus hal remeh perihal kehidupan percintaannya, tapi dia bukanlah orang yang bisa Aaron pandang sebelah mata. Kelompok Kusaka punya kekuasaan dengan sejarah panjang dan rumor yang ditakuti.
Hanya karena lebih dari setengah anak dan cucunya tak berguna, bukan berarti dia tak punya pewaris yang memadai. Gorou Kusaka masih punya belasan putra yang hebat dan pria tua ini merupakan salah satu rekan bisnis ayahnya, maka dari itu ... penting bagi Aaron untuk tetap menjaga hubungan baik. Terlepas dari segala pelecehan yang dilakukan pada Manaka – putra ke-30 yang tak berguna itu dan perselisihan dengan Emery perihal perselingkuhan Eiji dan Reiko – istri ke-8 yang suka bermain dengan laki-laki muda.
“Ada perlu apa, Anda sampai datang sejauh ini.” Aaron tak mencoba berbasa-basi, ia tahu kalau Kusaka mengetahui bila dia menumpang di kantor Manaka. Sampai datang sendiri sejauh ini ketika pak tua itu bisa bertemu kapan saja tak mungkin tanpa sebab.
Masa mau marah atas perlakuannya pada Manaka? Rasanya tak mungkin.
“Aku dengar tentang bisnis barumu dan sepertinya orang-orangmu punya kemampuan. Aku sudah melihat sendiri saat menunggu,” ujar Kusaka membuka omongan.
Aaron tenang seketika, jadi bukan soal Manaka. Ini murni kebetulan, dia datang saat Aaron ada di sini. “Terima kasih atas pujiannya, mereka semua saya latih sendiri. Jika Anda berkenan, saya akan meminjamkan mereka. Saya mengerti, terkadang Tuan Kusaka juga butuh untuk membereskan masalah tanpa menggunakan orang sendiri. Dunia politik dan bisnis memang dunia seperti ini, bukan?” Kalau butuh orangnya, ambil saja. Asal jangan ambil mainannya, Aaron bisa bosan kalau sehari saja tak mempermainkan Manaka.
“Seperti yang diharapkan dari putra tertua keluarga Angelo, aku tahu kau akan jadi pewaris yang hebat. Akan kuterima tawaranmu. Sebagai gantinya, datanglah saat membutuhkan sesuatu. Kelompok kami tahu apa itu berterima kasih.” Aaron senyum saja saat mendengar kata-kata Kusaka. Membiarkan pak tua itu mengira memang dia pewarisnya, tak ingin mengungkit fakta akan pewaris sesungguhnya atau keberadaan putra tertua lain.
Pada dasarnya keluarga lain memang mengambil pewaris dari garis keturunan lurus, tak heran kalau orang suka salah paham sendiri. Aaron rasa, hanya keluarganya saja yang tak membedakan anak dan keponakan, laki-laki atau perempuan. Hingga kakak mungil berpikiran sesat itu bisa jadi pewaris sah.
Aaron sayang sih dengan kakaknya itu, tapi rasa sayangnya lebih ke rasa sayang pada seorang adik. Entah kenapa sulit menghormati seperti melihat sosok seorang kakak, mungkin karena cebol dan suka teriak-teriak kali ya?
“Kalau begitu saya tak akan sungkan. Berikan saja Manaka, itu sudah cukup,” pinta Aaron, senyum manis lagi.
Kusaka menatap menilai. Ia tahu jelas hubungan berpacaran Aaron dengan salah satu putranya itu, tahu Aaron membantu Manaka melebarkan bisnis. Tahu kalau Aaron bahkan memperbaiki hidup berantakan putra paling bermasalah itu. Namun, Kusaka tak pernah bisa menebak motif dari segala bantuan tersebut, tak tahu apa yang menjadi dasar dari ikatan berpacaran itu.
Setahu Kusaka, Manaka suka gadis imut berseragam. Jadi Ia yakin putranya tak punya hati untuk Aaron dan Aaron sendiri tidak terlihat punya hati untuk putranya. Lalu kenapa pemuda ini sangat menginginkan Manaka?
“Memberikan itu mudah, tapi sebelumnya aku ingin tahu. Mau kau apakan putraku.” Kusaka bertanya terus terang, menyerah menebak-nebak ketika sadar kalau Manaka tak punya hal spesial hingga membuatnya bisa sebegitunya diinginkan oleh seseorang secerdas Aaron.
“Saya ingin memeliharanya. Manaka lebih menarik dan lucu dari semua peliharaan yang saya miliki,” jawab Aaron jujur. Menyamakan Manaka dengan segala kucing besar dan reptil berbahaya di rumahnya.
“Berani sekali kau pada Manaka-san!” teriak salah satu pengawal.
Aaron masih tersenyum tenang, menyalin jari-jarinya dengan tatapan berani tanpa keraguan. Kusaka langsung memahami keseriusannya, menaikkan tangan tanda perintah menyuruh anak buahnya bungkam.
“Baiklah. Kaudapatkan putraku, tapi ingat. Kembalikan setelah bosan,” setuju Kusaka.
Ia memutuskan untuk menjual Manaka demi pinjaman tentara terlatih, anggap saja ini kesempatan bagus untuk mendisiplinkan putranya sekalian. Salah Manaka yang susah dikasih tahu, selalu saja membuat masalah yang menyusahkan.
Setidaknya selama putranya tinggal bersama dengan Aaron, maka tiap masalah yang ia perbuat menjadi tanggung jawab Aaron. Sekali lempar, dua kelinci mati. Kesepakatan ini sama sekali tak merugikannya, malah Kusaka yang untung. Tak ada alasan untuk tersinggung.
“Ya, terima kasih. Senang berbinis dengan Anda, Tuan Kusaka. Selanjutnya, Tifa akan mengantarkan Anda memilih orang yang Anda inginkan. Tangan kanan saya tahu jelas kemampuan unggul tiap prajurit. Saya mohon undur diri lebih dulu.” Setelah mendapatkan kesepakatan, Aaron berpamitan pergi. Ia menyerahkan semuanya pada Tifa yang sedari tadi berdiri di belakangnya, meninggalkan Kusaka setelah pak tua mengangguk sebagai jawaban.
Ia kembali ke kamar, tersenyum pada Manaka yang sudah bangun. Pria itu tengah melotot marah di depan jendela, berbalut selimut tebal tanpa memakai apa pun di dalamnya. Jarinya menunjuk pada luar jendela, lebih tepatnya pada ayah kandungnya yang sedang jalan-jalan di halaman melihat-lihat prajurit Aaron.
“Kenapa Pak Tua ada di sini?” tanya Manaka curiga, panggil ayahnya dengan kurang ajar.
“Datang untuk menjualmu padaku,” jawab Aaron.
Aaron lalu menghampiri Manaka, berdiri di sebelahnya menunjuk ke bawah saat Kusaka telah mengambil dua orang dan masih sedang memilih beberapa lagi. “Lihat itu, ayahmu menjualmu untuk ditukar dengan mereka. Nilaimu hanya seharga satu tim pasukanku saja. Bagaimana menurutmu?”
Manaka tak percaya. Memang ayahnya ada bilang untuk tak cari ribut dengan Aaron, tapi kalau sampai menjual itu keterlaluan.
“Kau bohong!” bentak Manaka.
“Aku tak berbohong, Manaka. Kau bisa turun dan bertanya sendiri kalau tak percaya. Yah, kalau kau mau dilihat dengan keadaan seperti itu olehnya.” Aaron masih begitu tenang, pergi ke tempat tidur untuk berbaring. Ia tahu, Manaka terlalu gengsi untuk turun.