Kencan?

1294 Words
“Hai Tony?” Seorang pria berbadan tegap dan berisi berjalan ke arah tony dan menjabat tangan lelaki itu. Ia tersenyum ramah ke arah Tony. “Ini calon istri lo? kenalkan nama gue, Vincent.” lelaki yang bernama Vincent itu melirik seorang wanita cantik di sebelah Tony, ia mengulurkan tangannya kepada Cora dan tersenyum ramah. “Aku Cora.”Cora menyambut tangan Vincent dan tersenyum tipis. “Jangan kelamaan pegang tangan calon istri gue!” Tony menepis dengan kasar tangan Vincent, sedari tadi lelaki itu menjabat tangan Cora dan terlihat enggan untuk melepaskan tangan calon istrinya itu. “Maaf bro … gue terpukau sama kecantikkan calon istri lo ini.” Vincent menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Cora terkekeh pelan melihat lelaki bertubuh besar di hadapannya itu terlihat salah tingkah seperti saat ini. “Udah lo siapin semuanya?” Tony bertanya dengan datar. “Udah dong … lo dan Cora siap-siap dulu ya, dirias dulu di sana.” Vincent tersenyum manis, ia mengarahkan jari telunjuknya ke arah kumpulan beberapa orang karyawannya yang sudah siap dengan segala alat make up dan juga pakaian yang akan mereka kenakan untuk pemotretan hari ini. Setelah satu jam berlalu, Tony dan Cora sudah siap dengan pakaian dan juga make up mereka. Mereka berdua keluar dari ruang rias mereka dan berdiri di tempat yang sudah di tunjuk oleh Vincent. Mereka semua berkumpul di sebuah taman yang terletak di belakang studio foto itu. Terdapat sebuah air mancur kecil dan kolam ikan yang cukup besar di taman itu, kolam ikan itu dipenuhi dengan bunga teratai berarna ungu. Cora menatap kagum taman yang sangat indah itu, ia tidak menyangka di belakang studio itu terdapat taman yang begitu indah seperti ini. Matanya sibuk memperhatikan ikan-ikan yang berwarna-warni di dalam kolam itu yang tampak berenang ke sana-kemari. “Kamu suka lihat ikannya? bawa pulang aja.” Vincent terkekeh pelan saat melihat Cora yang mengerucutkan bibirnya saat mendengarkan perkataannya. “Mana mungkin aku bawa pulang ikan itu.” Cora memutarkan kedua bola matanya. “Mungkin aja, nanti aku suruh karyawan aku bungkusin buat kamu, kolam dan ikan yang sedang berenang di dalamnya itu kan punya aku, kamu mau yang mana?” Vincent tersenyum manis. Cora hanya tersenyum tipis mendengarkan tawaran dari lelaki di hadapannya. “Lo bukannya cepetan nyelesain pekerjaan lo, malah ngerayu calon istri gue.” Tony menepuk kuat pundak Vincent. Ia mengeraskan rahangnya, ia tidak suka melihat lelaki lain berada di samping Cora dan tersenyum kepada wanitanya itu, rasanya ia ingin mengurung wanitanya itu dan tidak memperbolehkan lelaki manapun mendekati wanitanya itu. “Tenang bro … gue bukannya godain calon istri lo kok.” Vincent meletakkan kedua tangannya di hadapannya dan menggerak-gerakkan tangannya di udara, ia tidak ingin emosi sahabatnya itu meledak karena ia mencoba untuk terlihat ramah dengan calon istri sahabatnya itu. “Jangan pernah dekat-dekat dengan lelaki lain selain aku.” Tony berbisik pelan ke telinga Cora, membuat wanita itu bergindik ngeri saat mendengarkan perkataan calon suaminya yang lebih terdengar seperti sebuah perintah yang tidak boleh untuk ia langgar. Mereka berdua saling berpandangan dalam hening dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. “Sudah siap semuanya?” Suara Vincent menyadarkan keduanya dan mereka segera membuang pandangan mereka ke sumber suara. Mereka memberitahukan Vincent bahwa mereka sudah siap untuk di foto, keduanya segera berpose di hadapan camera Vincent. “Bisa kalian dekat sedikit.” Vincent mengarahkan kedua orang di hadapannya itu untuk mendekatkan tubuh mereka. Ia berdecak saat melihat kedua orang di hadapannya yang tampak aneh saat masuk ke dalam lensa cameranya. “Tony peluk tubuh Cora dan Cora tolong senyum sedikit.” Vincent menghela napas panjang, mengabadikan dua orang yang begitu dingin ke kameranya bukanlah pekerjaan yang mudah. “Cora … kamu harus tersenyum seperti ini.” Vincent tersenyum lebar, memberi contoh kepada Cora untuk mengeluarkan senyuman terbaiknya, bukannya sebuah senyuman manis yang keluar dari wajah cantiknya itu, senyuman lebar wanita itu terlihat sangat dipaksakan dan senyumannya itu membuat Vincent terkekeh pelan. “Cora, kamu bayangin aja kalau kamu sedang melakukan hal yang paling membuatmu bahagia. Ini foto pre-wedding bukannya foto orang yang sedang berperang.” Vincent terkekeh pelan sembari memberikan arahan kepada Cora, sangat susah mengarahkan Cora untuk tersenyum manis di hadapan kameranya.  ‘Hal yang membuatku bahagia? Ok … ok ... pekerjaanku banyak setelah ini dan akan sangat membahagiakan membolak-balikkan setiap lembar dokumen yang harus kutangani itu,’  Cora bergumam di dalam hatinya. Tony terkekeh pelan melihat Cora yang lebih terlihat seperti patung di dalam pelukkannya, kening wanita itu tampak berkerut seakan ia tengah memikirkan sesuatu yang serius. Tony mengelus-elus kerutan pada kening Cora dan tersenyum pada wanitanya itu. “Jangan kayak patung gitu ya calon istriku sayang ….” Tony berbisik pelan ke telinga Cora. Cora mendengus kesal dan memutarkan kedua bola matanya dengan malas, ia berusaha semampunya untuk mengeluarkan senyuman terbaiknya. Setelah menghabiskan hampir tiga jam pada acara pemotretan itu akhirnya acara yang melelahkan itu telah selesai. Cora dan Tony sudah mengganti kembali pakaian mereka. Mereka berdua melihat hasil pemotretan tadi, hasilnya sangat memuaskan walaupun mereka berdua harus diteriaki berkali-kali oleh Vincent karena mereka tidak mengeluarkan sedikit pun senyuman pada wajah mereka. Hasil foto mereka sebanding dengan setiap teriakan yang mereka terima. ‘Gimana dua orang yang kaku dan dingin begini akan menikah ya? Sedingin apa nanti rumah tangga mereka?’ Vincent bertanya di dalam hatinya. Ia tidak dapat membayangkan kehidupan pernikahan sahabat masa kecilnya yang selalu kaku dan dingin dengan seorang wanita cantik yang bersifat sama dengannya. Tony yang ia kenal semenjak dulu adalah lelaki kaku dan dingin, tidak pernah ada wanita yang pernah ia kenalkan kepada Vincent sebagai kekasihnya. Walaupun Tony memiliki wajah tampan dan banyak wanita yang memujanya, setahu Vincent sahabatnya itu tidak pernah memiliki seorang kekasih. Ia mengeleng-gelengkan kepalanya saat melihat dua insan manusia di hadapannya yang tengah memandang hasil fotonya itu dengan tatapan datar, tanpa ekspresi. z z z “Aku mau ngajak kamu kencan hari ini, kamu mau?” Tony bertanya dengan datar, tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Cora yang sudah terlihat lelah dengan sesi pemotretan mereka tadi. “Aku capek.” Cora menjawab dengan singkat. Tubuhnya terasa begitu lelah dan ia tidak ingin lebih lama lagi berada di samping lelaki yang tengah mengemudi di sampingnya. “Aku nggak suka penolakkan.” Tony tersenyum manis dan kembali mengarahkan pandangannya pada jalanan di hadapannya. Ia tidak suka di tolak, terlebih lagi wanita yang menolaknya adalah wanita yang sangat ia inginkan. ‘Kalau nggak mau ditolak ngapain nanya? percuma juga kamu ngajuin pertanyaan kalau jawaban aku nggak kamu terima seperti itu,’ Cora bergumam di dalam hatinya. Ia mendengus kesal, entah sudah berapa kali ia harus merasakan kesal dalam satu hari kebersamaannya bersama dengan Tony. Tubuh dan pikirannya terasa begitu lelah dengan semua itu. Rasanya ia ingin mencakar wajah tampan Tony dan membuat lelaki itu membatalkan pernikahan mereka, tetapi sayang semua itu hanya ada di dalam pikirannya saja, ia tidak sanggup dan tidak mungkin melakukan itu, ia tidak mungkin melakukan sesuatu yang akan membuat kedua orang tuanya kecewa. ‘Aduh … lama banget sih semua acara bodoh ini selesai, lama-lama aku bisa mati kedinginan,’ Cora bergumam di dalam hatinya, perjalanan mereka terasa begitu panjang dan tak berujung. Ia tidak tahu Tony ingin membawanya ke mana, ia tidak mau mempertanyakan tempat tujuan mereka kepada Tony, ia tidak mau mensia-siakan tenaganya untuk bertanya kepada lelaki dingin dan kaku di sebelahnya itu. Cora berdecak sebal, ia tidak tahan lagi untuk terus menyimpan pertanyaan yang memenuhi benaknya. “Dari tadi kita berputar-putar di kawasan ini, sebenarnya kamu mau ngajak aku ke mana?” Cora mencairkan keheningan di antara mereka, ia sudah tidak tahan lagi untuk diajak berputar-putar di tempat yang tidak jelas seperti saat ini, sedari tadi mereka hanya berputar-putar di kawasan yang sama tanpa berhenti. Ia lelah dan sangat ingin merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Ia tidak mengerti jalan pikiran lelaki itu dan lelaki itu selalu mempunyai seribu cara untuk membuatnya kesal. “Kita akan pergi ke suatu tempat.” “Suatu tempatnya itu ke mana? nggak usah sok misterius begitu deh. Aku capek, aku mau pulang sekarang.” Cora berkata dengan sarkastis, ia tidak ingin terus-menerus terlihat seperti orang bodoh di dalam mobil itu. “Kamu duduk manis aja … kan aku yang bawa mobil, seharusnya aku yang capek bukannya kamu.” Tony mendengus kesal, ia kesal melihat wanita di sampingnya yang mulai tidak sabar dan bertanya terus-menerus kepadanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD