Kabar Gembira

1347 Words
Jam istirahat pertama tiba. Murid kelas X-IPA-2 segera berhamburan menuju kantin. Hanya Nayla dan Chaca yang justru menuju kelas Biologi, kelas berikutnya yang akan mereka masuki. Nayla membawa dua kotak bekal sehingga mereka tidak perlu membeli makanan di kantin. Mereka duduk di teras depan kelas Biologi yang masih terkunci. "Cha, kamu tau nggak, Edwin itu sampe nakal parah begitu karena apa?" Nayla dengan suara sedikit lirih membuka obrolan. "Nggak tau juga, sih. Tapi biasanya masalah klasik anak kalangan atas emang gitu, sekolah jadi tempat pelarian masalah dari rumahnya." Chaca mengunyah nasi goreng dari bekal pemberian Nayla. Nayla mengangguk, meski belum bisa menangkap maksud Chaca, tapi ia menyimpulkan bahwa Edwin dan kawan-kawan punya masalah di rumahnya. Ia juga tidak ingin membahas lebih jauh, khawatir Chaca mencurigainya. "Tapi kenapa kamu nanya Edwin terus sejak pertama masuk. Jangan bilang kamu suka sama dia," selidik Chaca dengan pandangan penuh ke wajah Nayla. "Idih, siapa juga suka sama dia. Nggak mungkin bangetlah aku pacaran, kamu tau sendiri aku gimana." Nayla mencibir. "Pokoknya kamu jangan sampe dekat-dekat sama mereka. Pergaulan mereka itu mengerikan. Anak baik dan shalihah macam kamu nggak boleh sampe jatuh ke tangan-tangan kotor mereka," ucap Chaca bersungguh-sungguh, dia juga merangkul pundak Nayla. "Kamu kayak emak-emak aja." Nayla tertawa lebar. Mereka pun menghabiskan bekal yang tinggal setengah kotak. Dari kejauhan, Nayla melihat Edwin dan beberapa orang temannya keluar dari ruang BK. Ia hanya bisa menghela napas iba, merasa kasihan melihat siswa-siswa langganan ruang BK itu berjalan dihalau oleh seorang guru. Bel tanda masuk jam ketiga dan keempat berdentang nyaring. Para siswa bergegas menuju ruang kelas masing-masing. Nayla dan Chaca menjadi siswa paling pertama memasuki kelas Biologi. Tidak berselang lama kelas itu pun riuh dengan kedatangan siswa-siswa lainnya. "Yuhuuu! Ada berita gembira, Gaes! Seleksi calon peserta OSN udah buka pendaftarannya. Silakan buka lewat website sekolah, batasnya hari Jum'at, seleksinya hari sabtu. Pokoknya jadwal lengkapnya ada di website. Buruanh buka!!!" Ketua kelas berseru dengan berapi-api. Suasana kelas kembali riuh, semua siswa sangat bersemangat untuk mendaftar. Suasana yang sangat bertolak belakang dengan sekolah lamanya. Gisa dan Jenny segera merapat ke meja Chaca dan Nayla. "Eh, Nay! Kamu kan punya prestasi bagus dari sekolah lama kamu, pasti ikutan, kan?" Jenny segera mengajukan pertanyaan. Nayla menggeleng. "Aku nggak pe-de. Tentu para siswa di sini hebat-hebat semua, apalah aku hanya anak pindahan dari sekolah biasa saja. Aku lebih ingin fokus jadi pengurus Rohis." Chaca segera menepuk pundak Nayla dengan keras. "Hei, kamu nggak boleh minder begitu. Aku yang duduk di sebelahmu sangat tau kualitas otakmu. Ayo, kita semua daftar. Lolos apa enggak urusan belakangan, yang penting daftar aja dulu." Akhirnya mereka bersama-sama sepakat untuk mendaftar. Mereka akan menggunakan komputer di perpustakaan untuk mendaftar waktu istirahat siang nanti. *** Sudah dua hari Nayla tidak melihat Edwin. Bangunan ruang kelas tiap jurusan memang letaknya saling berjauhan. Di sekolah itu memiliki lima jurusan; IPA, IPS, Bisnis, Bahasa, dan Seni. Bangunan IPA paling dekat dengan gedung operasional sekolah seperti tata usaha, BK, UKS, dan lain-lain. Artinya, jika Edwin dan kawan-kawan tidak muncul di ruang BK, maka Nayla tidak akan melihatnya. Padahal Nayla sudah membawakan beberapa buku untuk Edwin, dia ingin anak nakal itu sedikit berubah dengan buku-buku yang ia berikan. Jadi buku itu sudah menjadi penghuni tetap di dalam tasnya selama dua hari. Hari itu, hari Jum'at. Semua mata pelajaran diliburkan karena pelaksanaan tes seleksi persiapan OSN dan berbagai lomba lain tingkat nasional. Dan siang itu, sepulang sekolah, Nayla melihat Edwin sedang berkumpul dengan teman-temannya di gazebo yang terletak di halaman depan sekolah. Dengan langkah mantap ia berjalan mendekati tempat mereka berkumpul. Sepertinya anak-anak berandal itu tidak menyadari kehadirannya, mereka tetap asyik bercerita begitu seru. "Dari pada kalian cuman nongkrong nggak guna, mending baca nih buku-buku bagus buat mood booster belajar!" seru Nayla seraya meletakkan tiga buah buku di atas meja, lalu menepuk-nepuknya. Mereka berjumlah lima orang, sontak menoleh ke arah Nayla dengan kening berkerut-kerut. Tapi Nayla langsung melengos pergi meninggalkan mereka semua. "Gila! Berani juga tuh cewek datang ke sini!" seru Dava. "Emang siapa dia?" Galih masih menatap punggung Nayla yang sudah hampir mencapai pintu gerbang. "Biasa, calon gebetan Edwin!" seru Balin sambil terkekeh. "Udah, ah, aku cabut duluan. Bukunya aku bawa semua, nanti gantian." Edwin meraih ketiga buku itu, memasukkannya ke dalam tas, lalu beranjak dari gazebo. "Woy! Ganti selera kau, Ed?" Jimmy berseru ke arah Edwin yang sudah jauh berjalan sambil tertawa kencang. Masih terdengar percakapan dan gurauan teman-temannya saat Edwin berjalan hampir mencapai tempat parkir. Tapi ia tidak peduli lagi, ingin segera pulang dan beristirahat. Entah kenapa ia merasa seperti itu. Ia segera mencari motornya di tempat biasanya, barisan paling ujung dekat pohon cemara. Sesampainya di rumah, Edwin segera melempar tasnya ke atas tempat tidur, lalu berganti pakaian. Ia ada jadwal nonton bioskop sore ini dengan Firza. Maka ia bergegas makan ditemani asisten rumah tangga. "Nyonya lagi ada urusan keluar, Den," ucap Bi Nani. "Lain kali nggak usah lapor-lapor soal Mommy. Mau pergi apa enggak, itu bukan urusanku." Edwin menjawab tegas membuat Bi Nani mengangguk patuh. Meski sudah dari bayi Bi Nani mengasuh Edwin, pemuda itu tidak pernah bersikap santun padanya. Usai makan siang, ia naik kembali ke kamarnya, membuka tasnya, mengambil tiga buah buku yang diberikan Nayla tadi. Ia merebahkan diri di atas kasur. Buku pertama berjudul "Mathematics is Fun", buku kedua berjudul "The Wonderful World", dan buku ketiga berjudul "Hakikat Kehidupan". Edwin melemparkan buku-buku itu ke atas rak buku, tidak tertarik untuk membacanya. Tapi ia tersenyum simpul menatap langit-langit kamarnya. Membayangkan saat ia memaksa mencium Nayla dan ekspresi wajah paniknya, lalu beralih saat Nayla menerobos keluar dari lorong sempit dan mengenai lengannya. Semua itu, membuat sesuatu dalam dirinya ingin terus melihat dan mendekati gadis itu. *** Hari sabtu pukul 07.30 pengumuman peserta yang lolos seleksi calon peserta OSN sudah rilis di website sekolah. Para siswa berkerumun di depan kelas masing-masing melihat pengumuman itu bersama teman-temannya. Nayla, Chaca, Gisa, dan Jenny duduk berkelompok di gazebo depan kelas mereka. Bola mata mereka serentak melotot ke arah layar monitor laptop Jenny. No. Peserta 023678 Gisa Arinda Lolos Kimia No. Peserta 042109 Jennifer Bianca Tidak Lolos Matematika No. Peserta 0378121 Marsha Davina Tidak Lolos Astronomi No. Peserta 0146372 Nayla Azzura Lolos Biologi Spontan mereka saling berpelukan. "Sabar, Cha, Jenn, mungkin kalian nggak cocok sama pelajarannya. Mudah-mudahan kalian bisa masuk di perlombaan lain." Gisa menghibur kedua temannya yang tidak lolos. "Selamat buat kalian berdua. Kalian harus berjuang sampe titik darah penghabisan supaya bisa masuk final. Kami dukung kalian berdua." Jenny di sela isak tangisnya men-support kedua sahabatnya yang lolos. Mereka pun mengukir nama mereka di sudut gazebo lengkap dengan tanggal dan kejadian memilukan dan mengharukan itu. "Semuanya masuk kelas!" Seruan Bu Arsela, wali kelas mereka, mengalihkan semua perhatian para siswa. Dengan bergegas mereka berbondong-bondong masuk ke dalam dengan tertib, jika tidak, maka mistar panjang Bu Arsela akan mendarat di betis. "Selamat buat yang lolos seleksi. Gunakan kesempatan itu sebaik mungkin. SMA Bina Karya memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada seluruh siswa untuk mengukir prestasi, tanpa pilih-pilih, dengan sistem terbuka." Wajah oriental Bu Arsela tertarik dengan senyum tegasnya. Suaranya yang lantang membuat siapa saja akan tunduk dan patuh dengan ucapannya. "Bagi yang belum berhasil lolos seleksi, jangan berkecil hati. Di sekolah ini sangat banyak peluang lain, tetap optimis dan terus ikuti perkembangan informasi terbaru." Bu Arsela mengedarkan pandangan ke seluruh kelas, menatap satu persatu anak walinya. Selanjutnya Bu Arsela menjelaskan seputar bimbingan OSN bagi yang lolos seleksi, pembagian ruangannya, jadwalnya, dan lain sebagainya. Nayla sebagai peserta bimbingan OSN Biologi mendapat jadwal bimbel setiap hari Senin dan Kamis pukul 16.00 di ruang Biologi. Sementara Gisa mendapat jadwal setiap hari Selasa dan Jumat pukul 16.00 di ruang Kimia. Hari itu tidak ada pelajaran lagi. Maka Nayla bergegas menuju masjid untuk menenangkan diri dan membaca buku-buku agama yang menyejukkan jiwa. "Selamat, kamu lolos seleksi peserta OSN." Sebuah suara dari belakangnya membuat Nayla menghentikan langkah. Ia menoleh, mendapati Rasya tersenyum padanya. Jantung Nayla kembali berdegup kencang. Rasya berjalan di belakangnya sejak tadi? "Terima kasih, Kak." Nayla menjawab pendek. Lalu kembali melanjutkan langkah. "Semoga bisa dipertahankan prestasinya, sangat sulit mengangkat derajat Rohis tanpa prestasi." Rasya kembali bersuara sebelum mereka berpisah di persimpangan. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD