3. I Saw You in The Future

1407 Words
Sekitar setengah jam berlalu. Kemudian, suara tangisan bayi menggema dari dalam kamar. Lucas, Fredrick dan Elena sontak berdiri. D^da yang berdebar-debar gelisah seolah sirna, tergantikan dengan kebahagiaan. Lebih-lebih saat salah satu petugas medis yang masih menggunakan seragam operasi keluar dari kamar. Lucas dan kedua kakaknya bergegas menghampiri perawat itu. “Selamat, Tuan Lucas Van Der Lyn, bayi Anda telah lahir. Bayi perempuan, beratnya mencapai 4,3 kg,” ucap perawat. Lucas tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. Dia tersenyum sambil menitikan air mata. “Fred, aku punya anak. Aku punya anak, kau dengar itu?” Lucas sangat bahagia. Fredrick mengangguk lalu memeluk tubuh adiknya. “Selamat, Bung,” ucap Fredrick. “Daddy ….” Letty terbangun dari tidur sesaatnya saat telinganya menangkap suara bayi. Dia mencari ayahnya. Fredrick menghampiri Letty. “Nak, adik kalian sudah lahir,” ucap Fredrick. “Really?” pekik Letty sambil menahan senyumnya. Fredrick tersenyum sambil menganggukan kepalanya. “Oh my …,” Letty menutup mulutnya. Sedetik kemudian dia turun dari sofa dan berlari menghampiri adiknya yang tengah tertidur di pangkuan pengasuhnya. "Leo, Leo, bangun. Adik kita sudah lahir," ucap Letty sambil menguncang-guncangkan tubuh Leo yang tertidur dalam pangkuan Naomi. Leo kaget dan melompat. Dia langsung menangis. "Letty, kau mengagetkan adikmu," ucap Elena. “I’m sorry,” ucap Letty. Fredrick dengan sigap meraih tubuh putranya dan langsung membawanya ke pelukannya. “Jagoanku,” ucap Fredrick sambil mengecup pipi putranya. Si hot daddy, kembali berusaha menenangkan putranya. Pintu kamar kembali terbuka. Salah seorang petugas medis keluar, kali ini sambil menggendong seorang bayi di pangkuannya. Dengan hati-hati perawat itu membawa bayi mungil itu untuk diperkenalkan kepada keluarganya. Seluruh pasang mata yang berada di rumah ini langsung tersenyum gembira menyambut bayi yang baru lahir itu. Perawat tersebut membawa bayi perempuan tersebut pada Lucas dan membimbingnya untuk memeluknya. "Owh  … lucunya," ucap Elena saat melihat bayi perempuan yang masih kemerahan dalam pelukan Lucas. "Canadia, Canadia Van Der Lyn," gumam Lucas lalu mengecup dahi bayi mungilnya. Beberapa saat kemudian, pintu kembali terbuka. Para tim medis tampak sibuk mengeluarkan alat-alat medis yang dipakai saat operasi. Satu per satu para petugas medis mulai keluar dan memberikan selamat kepada Lucas. "Selamat atas kelahiran bayi Anda. Beratnya mencapai 4,3 kilo gram. Ibunya juga selamat. Dia akan segera siuman saat efek samping anastesinya mulai menghilang. Anda bisa melihat isteri anda setelah ruangan kamar sudah selesai dibersihkan,” ucap salah satu dokter. Dia mengulurkan tangannya memberi selamat pada Lucas dan semua yang berada di ruangan ini. Beberapa saat kemudian, tim medis sudah selesai membersihkan ruangan kamar yang digunakan untuk melahirkan. Semua peralatan medis telah dikeluarkan. Kecuali oksigen dan alat untuk mendeteksi detak jantung, beserta sebuah tiang tempat kantong darah dan infus yang dipasang di tangan Angelie. Lucas menyerahkan bayinya kepada Elena dan memasuki kamar mereka. Lelaki itu mendekati istrinya yang terbaring lemah di atas ranjang. "Hei …." Lucas membelai lembut kepala Angelie lalu memberinya kecupan di kening. “Kau berhasil. Kali ini kau berhasil, Sayang. Kau telah berusaha, terima kasih Sayang." Lucas kembali mengecup puncak kepala Angelie. Kemudian Fredrick, Elena, Letty dan Leo serta bayi perempuan Lucas menyusul memasuki kamar. Elena menaruh bayi yang baru lahir itu ke tempat khusus untuk bayi yang baru lahir. Benda itu terletak di samping ranjang Angelie. "Wajah mereka sangat mirip. Ini seperti Angelie yang terlahir kembali," ucap Elena. "Mom, kapan kau akan melahirkan?" tanya Letty dengan begitu polosnya. "Usia kandungan Mommy baru tujuh bulan, Sayang. Kita harus menunggu sekitar dua bulan lagi," jawab Elena. "Kupikir kau akan melahirkan sekarang," ucap Letty. Mereka hanya tertawa menanggapi ucapan Letty yang polos. Tiba-tiba tangan Angelie bergerak disertai dengan bulu matanya, perlahan dia mulai membuka matanya. "Angelie, Dokter ...." Lucas berteriak memanggil para dokter.   Satu per satu dokter kembali masuk dan mereka langsung memeriksa keadaan Angelie.   "Bayiku …," gumam Angelie. Elena langsung mengambil bayi Angelie yang terbaring di ranjang bayi lalu memindahkannya di samping Angelie.   "Awh..." Angelie meringis saat mencoba berdiri dari ranjang.   "Kau belum bisa banyak bergerak, Sayang. Kau baru menjalani operasi sesar. Kau harus beristirahat," bujuk Lucas.   "Itu benar Angelie, biarkan bayimu berbaring di sampingmu.” Elena menambahkan.   "Anakku," ucap Angelie. Ia menitihkan air mata bahagianya.   "Anak kita perempuan, namanya Canadia," ucap Lucas.   Angelie tersenyum mendengarnya. Fredrick dan Elena juga berpelukan dan tersenyum melihat kebahagiaan adik mereka.   "Dad," panggil Leo dan Letty bersamaan. Tiba-tiba sesuatu terlintas di pikiran mereka.   "Ya, ada apa, Nak?"   "Apa kau membawa pesanan kami?" ucap kedua anak itu bersamaan.   "Sayang sekali." Fredrick berusaha memasang wajah sedih dan bersalah yang di buat-buat. Hal itu membuat Letty dan Leonard memberengut.   "Sayang sekali kalian harus melihatnya sendiri di bawah.”   Letty dan Leo melompat dari kasur yang mereka tempati. Tanpa berlama-lama mereka langsung berlari untuk melihat sesuatu yang dibawah ayah mereka.   Elena menggelengkan kepala. Sambil melipat tangan di d*da, dia menatap suaminya. Dengan menaikan setengah alisnya Elena pun bertanya, "Fred, apa kau mengabulkan permintaan mereka?” Fredrick tersenyum. Memasang wajah tak berdosa dan sambil mengangkat kedua bahunya dia pun menjawab "Aku adalah Ayah yang baik, tidak mungkin aku mengecewakan anak-anakku." "Bagaimana kau sempat membelikan anak anjing dan bayi beruang untuk mereka, bukannya kalian datang mendadak?” lagi tanya Elena. Fredrick meraih tubuh istrinya dan merangkulnya dari samping. "Kau tahu, seorang Ayah akan memprioritaskan apa pun permintaan anaknya. Jadi, yang kulakukan hanyalah memenuhi keinginan anak-anakku, tidak peduli bagaimanapun situasinya,” ujar Fredrick. Elena hanya bisa menggelengkan kepala. Namun, bibirnya masih tersenyum sedari tadi. Ya, dalam hati dia memuji loyalitas Fredrick. Lelaki Van Der Lyn itu begitu memanjakan anak-anaknya. Bahkan mampu memenuhi permintaan kedua buah hatinya di saat genting sekalipun. "Kau memang ayah yang baik kakak, kuharap Lucas akan mengikuti sikapmu,” ujar Angelie. "Jadi kau meragukan suamimu, heh? Kau tahu Fredrick tidak ada apa-apanya dibanding denganku. Bahkan aku yang mengingatkannya untuk tidak lupa membelikan Letty dan Leo hadiah. Apa kau pikir aku payah, heh?" ucap Lucas dengan menaruh nada candaan pada perkataannya. Angelie berusaha tersenyum. Sambil menatap suaminya dia pun berkata, “Ya, kau sudah membuktikannya. Kau bahkan melewatkan kesempatan emas seluruh kaum lelaki. Kau membiarkan istrimu melewati masa-masa sulitnya sebelum melahirkan. Bersyukur kau masih sempat mendengar tangisan pertama bayimu, atau kau benar-benar kehilangan momen yang ditunggu-tunggu banyak lelaki di luar sana.” Fredrick sontak terkekeh mendengar sindirian halus adik iparnya. Lucas berbalik hanya untuk menghadiahkan tatapan sinis pada kakaknya. Dia kembali menatap istrinya sambil berusaha memasang senyum di wajah. "Maafkan aku, Sayang. Aku berjanji jika kau akan melahirkan lagi, aku akan membatalkan semua urusan bisnisku dan menemanimu," ujar Lucas. Fredrick dan Elena hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Lucas. "Dia tidak ada bedanya denganmu," ucap Elena sambil menatap suaminya. Fredrick hanya terkekeh mendengarnya. *** Di saat keluarga Van Der Lyn tengah menikmati kebahagiaan, ada seseorang yang sedari tadi berdiri di sudut tak terlihat. “Matheo,” panggil Letty. Lelaki muda berumur sembilan belas tahun itu menoleh pada si gadis kecil yang baru saja memanggilnya. Tampak hiasan senyum simpul di wajahnya. Dia berjongkok di depan tubuh sang gadis. “Ya, Nyonya muda.” Letty tersenyum. Dia meraih wajah Matheo dengan kedua tangannya. “Tenanglah. Semuanya telah berlalu,” kata Letty. Sambil mengulum bibir dan tersenyum, Matheo menganggukkan kepalanya. Dia mengusap puncak kepala Letty. Ada sesuatu yang membuat Letty terus menatap Matheo. “Matheo,” panggilnya lagi. “Hem,” gumam Matheo. “Jika suatu saat nanti kau terjebak dalam situasi buruk, maka jangan ragu untuk menekan pelatukmu.” Matheo mengerutkan dahi. Dia sama sekali tak mengerti apa yang dikatakan Letty. Gadis kecil itu selalu berucap tak masuk akal. Ingat beberapa hari yang lalu dia memperingatkan pada Matheo agar hati-hati dengan pedang lalu hari ini Matheo hampir saja tertusuk pedang saat latihan. Matheo selalu yakin kalau Letty punya kemampuan khusus di mana dia bisa melihat sesuatu yang belum terjadi. “Maksudmu?” tanya Matheo. Letty mengedikkan kedua bahu. “Entahlah. Aku juga tidak mengerti. Hanya saja, aku melihatmu memegang senjata, tapi kau ragu menekan pelatuknya.” Matheo mengulum bibir. Keningnya mengerut, tampak berpikir. “Hem, mungkin aku harus banyak berkonsentrasi. Belakangan ini aku kurang bisa berkonsentrasi,” ujar Matheo. Namun, Letty kembali menggelengkan kepalanya. “Bukan itu,” kata Letty. Matheo kembali menatapnya. “Aku melihat seorang lelaki dewasa dalam balutan pakaian hitam. Dan aku di sana, entahlah. Aku melihatmu, tapi aku bukan aku.” Matheo semakin bingung. Dia terkekeh. “Nyonya muda, sepertinya Anda mengantuk. Sekarang mari kuantar ke kamarmu,” ujar Matheo. Sepanjang perjalanan Letty terus menatap lelaki di sampingnya. Letty kecil merasakan kegelisahan saat Matheo menggenggam tangannya.   ______________ To be continue~            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD