Begitu sampai di rumah kos, Bara langsung masuk ke dalam diikuti oleh Camila. Bara kemudian masuk ke dapur dan membereskan belanjaannya ke dalam kulkas maupun lemari di dapur.
Camila hanya berdiri di dekat meja makan sembari memperhatikan setiap sudut dapur yang sangat bagus dan modern. Terlalu bersih, seperti jarang terpakai. Kalo Camila sih, selalu suka di dapur. Entah memasak makanan atau membuat kue. Karena Ibunya yang memiliki bisnis kue, sehingga ia mendapat ilmu dari Ibunya. Sayangnya beberapa hari ini Ibunya sakit, tepatnya sejak kegagalan pernikahannya sehingga dia tidak bersemangat berjualan lagi seperti biasa. Padahal Camila sering memasarkan kue buatan Ibunya lewat online.
Tadinya Camila juga tidak tega meninggalkan orangtuanya di Malang. Namun kedua orangtuanya seakan ingin Camila menerima tawaran untuk pindah ke Ibukota. Mungkin mereka menyadari jika anaknya butuh jarak dan waktu yang cukup untuk melupakan rasa sakit karena ulah Fahri. Jadilah Camila mengikuti usul dari orangtuanya saja. Toh ia akan selalu memantau keadaan orangtuanya melalui ponsel.
"Kenapa bengong disitu? Gak tahu ya kalo rumah ini tuh berhantu. Saya gak tanggung jawab kalo kau kerasukan ya," ucap Bara sembari menyusun telur di dalam kulkas.
"Hah? Jangan bohong deh. Masa sih?" Camila tampak celingak celinguk, khawatir jika ucapan Bara benar. Tapi suara tawa Bara sukses membuat Camila sadar jika pria itu hanya menakut-nakutinya. "Gak lucu tahu!"
"Mau masak gak? Atau saya ke kamar lagi nih. Bisa masak kan?"
Camila menatap balik Bara yang lebih dulu menatapnya. Ia hanya mengangguk. "Iya deh sebagai balas budi karena sudah membantu saya tadi. Mau dimasakin apa?"
"Apa aja deh. Saya pemakan segalanya kok. Asal yang halal dan enak ya."
Camila mendengus geli. "Oke. Jangan protes kalo sampai ketagihan." Ia tersenyum kecil.
"Ya, mungkin kau bisa saya rekomendasikan menjadi koki pribadi saya dibanding jadi sekretaris saya. Bagaimana? Gajinya juga gak kalah besar kok."
Camila mencebikkan bibirnya. "Tidak perlu. Terimakasih untuk tawarannya. Saya memasak karena saya suka, bukan untuk bekerja."
Bara tertawa mendengar jawaban dari gadis yang baru dikenalnya ini. Entah kenapa ia merasa dekat dengan Camila. Padahal mereka baru kenalan beberapa menit yang lalu. Seakan sesuatu yang berbeda hadir di dalam hidupnya, setelah tiga tahun lebih hidupnya terasa hampa.
Camila pun memilih untuk memasak mie goreng jawa yang sederhana. Tak lupa ia menambahkan berbagai macam sayuran sebagai pelengkapnya seperti kol, wortel, dan daun bawang. Ia juga menambahkan potongan sosis dan daging ayam.
Bara hanya memperhatikan gadis berambut hitam itu memasak dengan lihai. Ia kemudian mengulum senyum karena sangat suka melihat seorang gadis yang pintar memasak. Ia jadi teringat dengan mendiang ibunya yang sangat pintar memasak dan hasil masakannya pun selalu enak. Ia sangat rindu dengan masakan rumahan. Meski selama ini terkadang ia masak sendiri sekali-kali, tetapi untuk dimasakin oleh seseorang... hampir tidak pernah lagi.
Selama ini Bara hanya sibuk mengurus perusahaan milik keluarganya yang tersisa. Meski perannya hanya sebagai manajer karena untuk peran utama masih dipegang oleh pamannya. Satu-satunya keluarga yang ia miliki sekarang. Perusahaan itu baru akan turun padanya jika pamannya sudah pensiun dalam beberapa tahun lagi. Bara tidak gila harta, baginya bekerja sama dengan keluarganya yang tersisa adalah sebuah anugerah. Karena itu artinya ia tidak sendirian di dunia ini setelah kepergian kedua orangtuanya yang begitu mendadak dan tak terduga.
Perusahaan milik Bara adalah perusahaan penerbitan sekaligus perusahaan iklan digital yang telah dibangun keluarga kakek dari ayahnya sejak lima belas tahun yang lalu. Namun untuk bidang iklan digital baru dibuat beberapa tahun belakangan ini semenjak peminat dunia digital lebih banyak saat ini dibanding iklan di koran maupun majalah. Perusahaan Bara cukup berkembang. Ia banyak mengenal penulis yang menerbitkan buku di perusahaannya. Mulai dari penulis buku best seller maupun penulis baru. Perusahaan Bara punya penilaian sendiri untuk menerbitkan buku-bukunya. Tidak harus memiliki nama yang sudah besar, merintis dari awal pun sangat dibolehkan.
Beberapa waktu lalu sekretarisnya memang mengundurkan diri karena fokus menjadi ibu rumah tangga. Makanya Bara sempat kewalahan tanpa sekretaris. Sehingga ia meminta dari perusahaan cabang di kota Malang untuk merekomendasikan satu karyawannya yang berkinerja bagus dan ternyata Camila orangnya. Ia masih belum bisa menilai sebagus apa kinerja Camila sampai direkomendasikan oleh pak Gio, orang kepercayaannya. Ia akan lihat nanti dan hati kecilnya sama sekali tidak meragukan kinerja dari Camila.
"Sudah jadi," ucap Camila sembari menunjukkan sepiring mie goreng jawa yang harumnya membuat perut Bara mendadak sangat lapar. "Biasanya sih enak. Semoga aja deh." Ia meletakkan piring itu di depan Bara.
"Terimakasih. Ini higienis kan?" tanya Bara dengan memasang wajah serius.
Camila memutar bola matanya dengan malas. "Tentu saja. Kalo tidak, mungkin kita akan sakit perut bersama. Disini toiletnya banyak, kan? Gak kekurangan air, kan? Jadi tenang saja."
Bara hanya tersenyum kecil mendengar kecerewetan dari penghuni baru kos-kosannya ini.
Walau Camila dalam hati juga mencoba untuk ceria lagi, lebih tepatnya berusaha menyembunyikan kesedihannya. Ia bertekad untuk memulai hidup barunya, maka ia harus segera melupakan masa lalunya dan melanjutkan kehidupannya kembali.
Hidup terlalu disayangkan jika hanya untuk menyesalkan masa lalu yang sempat menjatuhkanmu.