Lima Belas

1589 Words
Kalingga terbangun setelah tertidur pulas, dia merasa tangannya yang agak kram, kepala Ashana bertengger nyaman di sana, dia menatap tubuh bagian atas istrinya yang terbuka, gunung kembarnya yang sekal. Meski berbaring, benda itu tetap masih menggunung seolah selalu dirawat dengan sangat baik. Ashana menggeliat membuat Kalingga kembali memejamkan mata, berpura tertidur. Dia berbaring miring menatap wajah tampan itu, warna kulitnya yang alami dan terlihat indah. Pahatan di wajahnya sangat sempurna seolah dibentuk oleh pemahat yang paling handal. Dia mengusap pipi Kalingga dengan lembut, pria tampan itu membuka matanya dan menoleh ke arah Ashana. “Pagi tukang tidur,” ujar Ashana. “Pagi,” jawab Kalingga dengan suara seraknya khas bangun tidur. Ashana melihat ke arah jam dinding. Hari ini adalah hari libur dan dia ingin berduaan saja dengan suaminya. Karena itu dia beringsut dan mengambil telepon, menelepon sambungan di bawah. Vara yang menerimanya. Ashana meminta dia dan asisten rumah tangga lainnya pergi berbelanja atau apa pun yang penting rumahnya kosong. Vara hanya mengiyakan saja, tak bisa berkilah. Dia tak tahu apa yang akan dikerjakan majikannya yang meminta rumahnya kosong? Namun, dia yakin ada hubungannya dengan yang terjadi malam tadi. Kalingga hendak bangun, namun Ashana menahan bahunya. “Tiduran saja dulu, aku sedang minta mereka mengosongkan rumah, hanya untuk kita berdua, Sayang,” ujar Ashana menekan suaranya. “Oh, iya,” ujar Kalingga memaksakan senyumnya. Ashana kembali berbaring di sampingnya. Kalingga merasa sangat canggung berduaan saja, hingga Ashana mendapat notifikasi pesan dari Vara yang mengatakan rumah sudah kosong, mereka pergi sarapan di alun-alun kota karena ada acara di tempat itu. Ashana memberikan mereka sejumlah uang yang ditransfer ke rekening Vara, uang jajan untuk mereka termasuk untuk Aki. “Cuci muka dan bersihkan diri dulu,” ucap Ashana pada Kalingga yang menurutinya. Dia pun hendak ke kamarnya. “Kal, nanti turun ke ruang makan,” tutur Ashana, Kalingga mengiyakan. Ashana menuju toilet untuk membersihkan dirinya, dia tak mau ada kotoran sedikit pun yang menempel. Ketika dia membuka pintu kamar, bertepatan dengan Kalingga yang juga membuka pintu kamarnya. Ashana memperhatikan Kalingga yang memakai baju santai lengkap. Dia pun menggeleng. “Pakai celana pendek saja, jangan pakai baju apalagi dalaman,” decak Ashana, dia saja hanya memakai kimono satin dengan motif angsa putih. Dia pun turun lebih awal, menuju dapur dia membuka kulkas yang sangat besar itu. Kalingga menghampirinya dan ikut membuka kulkas. “Cari apa?” tanya Kalingga. “Hmmm kamu suka cokelat? Atau vanila?” tanya Ashana. “Cokelat,” jawab Kalingga. Ashana pun menutup kulkas besar itu, menuju tempat selai, diambil selai cokelat yang rasanya pasti sangat lezat itu. Ashana memindahkan semua barang kecil di atas meja marmer yang tersambung dengan kitchen set di dapur mewah itu. dia juga mengambil buah ceri yang ada di dalam toples khusus yang biasa digunakan untuk topping kue. Dia kulum buah berwarna merah itu. Kalingga masih belum mengerti apa yang hendak dilakukan oleh Ashana. Hingga wanita itu melepas kimononya dan mengempaskan ke lantai sambil tersenyum sensual. “Sarapan kamu pagi ini adalah, aku,” ucapnya sambil tersenyum nakal. Dia pun menarik kursi, Kalingga membantunya duduk di atas meja marmer itu. Ashana mengoleskan selai cokelat di bagian depan tubuhnya, memenuhi gunung kembarnya, lalu terus turun ke liang gairahnya. Diletakkan ceri yang tadi dihisap olehnya itu di atas gundukan kecil kewanitaannya yang sudah dibaluri selai cokelat. Dia pun berbaring dengan menopang kepala memakai tangannya, “silakan dinikmati,” ucap Ashana. Kalingga menelan salivanya, dia membasahi bibirnya dan mengecup bibir Ashana singkat, lalu dia mulai menjilati leher Ashana, turun ke gunung kembarnya, dilumat dan sengaja dibasahinya. Dia menikmati permainan ini. Ashana terus melenguh ketika sapuan lidah dari Kalingga menjalari kulitnya yang mulus. Kalingga menikmati selai cokelat itu dan menjilatinya hingga bersih hingga ke bagian intinya, digigit ceri itu dan dia mengunyahnya sambil menatap Ashana yang memejamkan mata dengan sentuhan lidahnya. Digigit pelan daging kecil itu. “Ahhh, iyaa gigit terus Sayang, nikmati sarapan kamu,” racau Ashana. Kalingga menghisapnya dan hisapan yang cukup kuat hingga Ashana menggelinjang. Dia tak kuat lagi, dia pun mengambil posisi duduk. Kalingga ikut duduk di kursi, memandang liang gairah yang telah dia bersihkan dengan lidahnya tadi. Dia memajukan wajahnya, aroma harumnya seperti candu bagi Kalingga yang baru merasakan hal ini dan anehnya dia merasakan terus menginginkan tubuh ini. Apakah wajar? Dia bahkan tak mempedulikan apa pun lagi, yang ada di otaknya kini adalah rasa nikmat menyesap liang gairah istrinya yang harum dan bersih itu, dikulum dan dihisap bergantian, jemarinya mulai menari di lubang itu. Ashana meremas rambut Kalingga dan menekan wajahnya kian dalam. Dia menggerakkan kepala Kalingga dengan tangannya seolah menggosok miliknya dengan wajah itu, hidungnya yang mancung membuatnya menggila. Ashana menggelinjang, kakinya mengejang mendapat pelepasan pertamanya. “Gantian, Sayang” ucap Ashana. Kalingga mendongak dan menatap wajah wanita yang menunduk menatapnya itu. Dia pun membantu Ashana turun, bergantian dengan dirinya yang duduk di atas meja marmer tersebut. Ashana membaluri cokelat di kejantanan suaminya yang sudah mengejang, dia melumatnya hingga Kalingga mengeram nikmat. Suara napasnya kian tak beraturan. Ashana tak mau Kalingga mendapat pelepasannya. Dia pun melepas kulumannya. “Turun, Sayang,” ujar Ashana. Kalingga turun dan membalas pelukan Ashana. Mereka saling mencumbu dan meremas tubuh di dapur lebar itu. Ashana kemudian melepas kulumannya. Dia berdiri membelakangi Kalingga dan memegang ujung meja tersebut seraya membungkuk. “Masukin, Sayang,” ucap Ashana, Kalingga mengingat salah satu video yang diberikan Ashana kemarin. Dia pun berdiri di belakang Ashana, memegang bongkahan yang tampak membulat sempurna itu, dilesakkan miliknya, Ashana mendongak dan melenguh panjang. Kalingga terus menghujamkan miliknya sambil memegang pinggul seksi Ashana, keduanya terus meracau nikmat. Ashana bahkan tidak peduli lagi mengeluarkan kata-kata kotor yang hampir tak pernah diucapkannya. Dia benar-benar hilang kendali kini, dibiarkan Kalingga menumpahkan cairan hangatnya yang menjadi satu dengan pelepasannya. Ashana berdiri dengan bagian bawah tubuh mereka yang masih menyatu, dikecup bibir Kalingga dan dihisap dengan kuat. “Enggak nyesel aku menjadikan kamu Sugar Baby Sayang, kamu nikmat banget,” ucap Ashana membuat wajah Kalingga tersipu. “Kamu juga nikmat, Sayang,” balas Kalingga mencoba berani. “Euhmm, ahh, lega,” desah Ashana melepas tubuh mereka. diambil kimononya di bawah dan dia berjalan menuju ruang televisi. Kalingga memakai celana pendeknya. Dan mengikuti Ashana yang kini berbaring santai di sofa besar itu seraya menyetel remote televisi. “Sini,” panggil Ashana menepuk sofa yang dia tiduri kalingga duduk di depannya. “Come to mommy, baby,” ucap Ashana meremas gunung kembarnya dan Kalingga tahu apa yang diinginkan wanita itu, sama seperti yang diingikannya. Dia melahapnya dan memeluknya. “Euh, pintar sekali baby aku,” ucap Ashana mengusap rambut Kalingga yang kini menyusu padanya. *** Menjelang siang, Ashana dan Kalingga sudah mandi dan mengganti pakaian dengan baju santainya. Dia mengajak Kalingga makan siang di luar. Para asisten rumah tangga sudah kembali beraktifitas. Ashana mengajak Kalingga ke mall. Ashana mengenakan celana pendek jeans dengan atasan kaos putih yang terlihat sangat pas dikenakannya. Dia mengamit lengan Kalingga sepanjang jalan di mall, di hari minggu tentu tempat ini menjadi salah satu tempat yang ramai pengunjung. Dia menikmati tatapan iri para wanita yang menatap pasangan itu lekat. Kalingga terlihat tampan dengan topi dan kaos hitam yang dipakainya. “Mau belanja?” tanya Ashana. “Terserah, Ibu,” ucap Kalingga. “Terserah Mommy,” bisik Ashana, “and i will call you daddy or maybe baby,” kekehnya. Kalingga menahan senyumnya. “Hmmm boleh juga, Mommy?” ucap Kalingga pelan. “Rasanya ingin menyumpal mulut kamu lagi,” tutur Ashana pelan. Kalingga tersenyum miring dan menatap jalanan di hadapannya. Ashana menuju toko tas bermerk, dia melihat barang yang baru tiba, edisi terbatas. Dengan cepat tas itu berpindah ke tangannya, dia membelikan Kalingga juga pouch yang senada. Pasti cocok dikenakannya. Kini Ashana dan Kalingga menuju toko skin care, dia bisa berlama di tempat itu mencari barang yang diinginkannya. Dia mencoba salah satu serum di tangannya dan menghirup aromanya, dia pun mengangguk pelan. Kalingga memperhatikan serum yang sama, Ashana menyodorkan tangannya agar Kalingga bisa ikut membauinya. “Baunya enggak menyengat kan?” tanya Ashana. “Enggak kok,” jawab Kalingga pelan. Dia tampak tertarik dengan facial wash untuk laki-laki yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Beberapa perempuan muda yang mungkin masih mahasiswa berbisik-bisik lalu saling dorong. Hingga seorang menabrak Ashana. “Sorry,” ucap wanita muda itu tersenyum tak enak. “Ya enggak apa-apa,” jawab Ashana acuh. “Sudah sana kenalan!” ujar temannya. Wanita itu menoleh lagi ke arah Ashana yang kini menatapnya lekat. “Tante, boleh kenalan sama adiknya enggak?” tanya perempuan itu. Alis Ashana terangkat satu dan menunjuk Kalingga dengan pipet yang dia pegang. “Dia?” tanya Ashana, para gadis itu mengangguk senang. Ashana berdecih. “Sayang, sini,” panggil Ashana membuat para gadis itu terperanjat dan wajahnya seperti tikus yang terkena jebakan, panik dan pucat. Ashana menunjukkan jari mereka berdua yang tersemat cincin. “Kami suami istri, you know!” dengus Ashana. “Sorry tan-eh maksudnya Kak, kami enggak bermaksud!” ujar mereka sambil ambil langkah seribu, lari dari tempat itu. “Dasar anak muda enggak tahu malu!” ujar Ashana. “Memang aku setua itu?” tanyanya pada Kalingga yang hanya terdiam, “harus kah aku suntik botox lagi? Huft jadi lapar, makan aja yuk,” ajak Ashana. Kalingga hanya mengangguk dan meletakkan facial wash itu lagi pada tempatnya. “Habis ini aku harus ke klinik kecantikan, bisa-bisanya dipanggil tante, memangnya aku nikah sama omnya! Ishhh lihat aja sepuluh tahun lagi juga belum tentu wajah mereka semuda aku!” geram Ashana yang masih saja mengoceh. Kalingga hanya bisa mendengarkan ocehannya, hanya makanan yang bisa menyumpal mulut Ashana dari ocehannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD