Sebelas

1541 Words
Kesehatan Madisson terus menurun, pria tua yang kini berkepala enam itu berbaring di ranjang rumah sakit. Bangsal VIP yang meskipun sangat mewah, namun tetap tidak nyaman bagi penghuninya yang mendambakan kesehatan. Dia terbangun dan menoleh ke arah sofa, sudah ada istrinya yang duduk dengan dua keponakannya. Ya dia memang tak memiliki anak dari pernikahannya, karena itu dia mengadopsi anak dari kedua adik istrinya, Lula. wanita yang usianya sepuluh tahun di bawah suaminya itu masih terlihat cantik dengan perawatan mahal yang digelontorkan setiap bulannya. Rafael, keponakannya yang berusia tiga puluh lima tahun itu terlihat sangat serius menatap lembaran kertas di hadapannya, sementara Andro, pria berusia dua puluh tujuh tahun dan memiliki wajah cukup tampan itu hanya terdiam sambil bersandar di sofa. Meskipun diadopsi, namun sampai kini pun Madisson tak pernah memasukkan nama keduanya di kartu keluarganya, dia hanya merawat dan membesarkan keponakan istrinya itu, memberi fasilitas mewah dan mengharapkan mereka membantu di perusahaannya. Kini usianya semakin tua, dia tak memiliki pewaris, hingga semua beranggapan bahwa kedua anak yang dibesarkan itu akan mewarisi perusahaannya. Terlebih memang keduanya sudah terjun di perusahaan sejak baru lulus kuliah. “Om, sudah bangun?” tanya Rafael, ya dia bahkan tetap memanggil Om seperti yang dipinta Madisson yang membangun benteng kokoh pertahanan. Pria yang jarang tersenyum itu hanya menangguk. Andro bergegas menghampirinya dan membantu menaikkan ranjang, istrinya ikut membantu membetulkan bantal. “Apa kata dokter?” tanya Madisson. “Om kelelahan dan terlalu banyak pikiran, sudahlah Om jangan terlalu fokus pada perusahaan, ada kami yang akan selalu membantu, Om,” ucap Rafael yang disikut oleh tantenya itu. “Aku hanya enggak mau Om sakit dan pingsan seperti pagi tadi,” tambah Rafael. Madisson hanya menatapnya lekat. “Ambilkan minum,” ucap Madisson pada Andro yang membantunya minum. Rafael menerima telepon tentang perusahaan, kabar jatuh pingsannya Madisson menyebar dengan cepat, terlebih ambulance yang membawanya ke rumah sakit membunyikan sirenenya dengan cukup kencang hingga para pers kini berkumpul di depan rumah sakit. “Ndro, bantu di depan,” tukas Rafael setelah memutuskan panggilan itu. Andro mengerti ucapan sepupunya, dia dan Rafael memang lahir dari orang tua yang berbeda. Mereka dekat namun tak dekat, ada percik persaingan di antara keduanya selama ini. Lula meletakkan gelas suaminya kembali ke atas nakas, dia mengusap tangan suaminya yang sudah dipasangi selang infus. Mata Madisson menatap langit-langit kamar dengan pandangan pilu. “Seandainya saya memiliki anak kandung, pasti akan jauh lebih melegakkan,” cicitnya pelan. “Sayang, kenapa bicara seperti itu? Kita kan memiliki Rafael dan Andro yang sudah seperti anak kita sendiri, dari kecil mereka tinggal di rumah kita, menemani kita,” tutur istrinya seraya memijat tangan suaminya. “Berbeda, cara mereka berpikir, bertindak, saya masih belum bisa mempercayai mereka sepenuhnya. Saya jauh lebih mempercayai Ferish, asisten saya dibanding mereka, kemampuannya jauh di atas rata-rata, mungkin nanti saya akan membagi saham menjadi tiga, untuk mereka bertiga,” ucap Madisson sambil memejamkan mata. Lula memutar bola matanya jengah, pria tua itu sangat kolot, menemaninya selama puluhan tahun tetap membuatnya tak bisa menembus benteng pertahanan itu. Dia pun sangat menyesali dirinya yang tak dikaruniai anak, padahal dari hasil pemeriksaan tak ada masalah dari keduanya. Madisson tertidur setelah Lula kembali membetulkan ranjangnya, wanita itu duduk di sofa sambil melipat kakinya. Dia menggigit jemarinya, tidak bisa! Dia harus memastikan bahwa Madisson tak memiliki anak dari siapa pun. Dia sudah mengusir semua wanita yang berpotensi dekat dengannya. Lalu muncul satu nama, Intan! Asisten rumah tangga yang lugu dan manis itu pernah membuat Madisson jatuh hati dan berniat menjadikan istri keduanya dulu, mati-matian Lula melarangnya hingga entah apa yang ditawarkan suaminya sampai Intan mau ditiduri olehnya. Dia sangat kecewa ketika tahu Intan mengandung, dia mencari dokter yang berpengalaman untuk memberinya obat kuat. Dia melihat dengan mata kepala sendiri Intan menenggak obat itu. Pastilah dia sudah keguguran saat itu, dia mengusir Intan dengan memfitnah bahwa Intan mencuri di rumah mereka. Awalnya suaminya tidak curiga, namun Lula membawa petugas kepolisian yang memeriksanya dan mendapat kenyataan bahwa memang Intan mencuri perhiasan Lula. Dia pergi diantar sopir pribadi sampai halte bus, sopir itu bahkan memberi uang banyak untuk Intan sebagai bentuk tutup mulut dan Intan diminta tak pernah menunjukkan lagi batang hidungnya, atau dia akan masuk penjara. Lula mengepalkan tangannya, dia mengirim pesan pada sopir pribadi yang memang merupakan orang kepercayaannya sejak puluhan tahun silam, meskipun kala itu sopir pribadinya masih sangat muda namun dia benar-benar dapat dipercaya, tak ada rahasianya yang terbongkar satu pun. Lula keluar dari kamar rawat, berjalan di koridor menuju tangga darurat, dibuka pintu itu sambil menatap jendela kecil di atas. “Narto, tolong kamu cari alamat Intan, iya pembantu yang dulu kita usir. Saya ingin bertemu dengannya, kamu temani ya dan tetap jaga rahasia kita,” ucap Lula. Setelahnya dia memutuskan panggilan itu. Dia tak mau Intan menjadi penghalang bagi keponakannya meraih perusahaan. Lebih baik keponakannya yang jadi, dari pada anak haram itu, jika memang masih ada! *** Ashana mengusap perutnya yang terasa tak nyaman, rasa sakit menjalarinya. Dia pun kembali menenggak obat pereda nyeri. Dia kemudian keluar dari ruangannya, terlihat Kalingga yang berbicara dengan karyawan lain yang mengajarinya beberapa hal tentang pekerjaan audit. Mereka tampak serius dan Kalingga memperhatikan penjelasan dengan seksama. Ashana meninggalkan tempat itu, kepalanya sangat pusing. Sepertinya dia terkena anemia. “Bu, mau ke mana?” tanya Disha karena Ashana memegang tangga dengan tangan gemetar, bibirnya terlihat pucat. Kalingga melihat punggung Ashana dan berjalan cepat menghampirinya. Ashana berkeringat dingin. “Ibu sakit?” tanya Disha. “Saya sedikit tidak enak badan,” ucap Ashana. “Saya antar pulang ya Bu, tunggu di sini,” tutur Kalingga. Ashana hanya mengangguk. Disha mengambilkan Ashana tasnya dan barang-barang di ruang kerjanya. Sementara Kalingga menghelanya ke lift. Setelah mendapatkan tasnya, Ashana dan Kalingga pun meninggalkan lantai itu. Disha berjalan ke ruang kerjanya, semua karyawan menatapnya untuk mendengar berita dari Disha. “Free day! Bu Ashana pulang karena tidak enak badan,” ujar Disha bersemangat, semua karyawan bersorak riang, mereka merasa sangat fun jika bekerja tanpa Ashana yang sering naik darah itu. Salah satu di antaranya menyetel musik untuk mengiringi pekerjaan mereka, dan beberapa karyawan lain memesan makanan online untuk mereka makan sambil kerja. Jika ada Ashana, mereka tentu tidak boleh makan bergerombol seperti itu terutama di jam kerja. Kalingga mengemudikan mobil dengan perlahan. Ashana menurunkan sandaran kursinya, dia mengusap perutnya. “Sakit perut Bu? Mau ke rumah sakit?” tanya Kalingga. Ashana menggeleng. “Sudah biasa jika datang bulan,” keluhnya. Kalingga merasa iba, bibir wanita itu benar-benar pucat. Ketika tiba di rumah, Kalingga meminta bantuan Vara membawakan barang-barang Ashana. Mereka membantu Ashana ke kamarnya. “Ambilkan gaun tidur, Var,” pinta Ashana sambil duduk di ranjang, tubuhnya sangat lemas. Dia memang sering nyeri haidh, namun baru ini yang benar-benar terasa sangat sakit. Vara mengambilkan gaun tidur berbahan satin warna hitam. Dia kemudian bergegas mengambil kompres hangat yang memang dimiliki oleh Ashana di bawah. “Kunci pintu, Kal,” pinta Ashana. Kalingga mengunci pintu kamar Ashana. “Bantu saya pakai baju,” ucapnya. Kalingga menuruti permintaan Ashana karena dia tahu Ashana sedang sakit. Meskipun dia sering memejamkan mata ketika membantu melepas pakaian itu, padahal dia pernah melihatnya tak memakai apa-apa, namun tetap saja masih canggung baginya. Pintu kamar diketuk oleh Vara, Kalingga melepas kait bra Ashana dan melepaskannya, memakaikan gaun tidur tipis itu dan membiarkan Ashana berbaring. Lalu dia membuka pintu. Vara melemparkan tatapan curiga pada Kalingga, dia menghampiri Ashana lalu memberikan kompres elektrik hangat itu yang diletakkan di perut Ashana. “Kal, kamu kembali ke kantor saja, tadi laptop belum saya matikan, berkas-berkas di meja kamu urutkan dulu, lalu diberesin,” ucap Ashana pada Kalingga, Kalingga pun tak membawa tas kerjanya tadi. Dia pun meminta izin membawa mobil Ashana untuk ke kantor, jelas Ashana memberikan izin padanya. Vara dan Kalingga meninggalkan kamar itu bersamaan. “Kamu ngapain tadi di dalam?” tanya Vara penuh selidik. “Bantu bu Ashana pakai baju,” jawab Kalingga. “Astaga, kalian kan berbeda jenis Mas Kalingga!” decak Vara. “Ibu yang minta, mana bisa saya tolak,” kekehnya. Vara ikut tertawa. “Kalau saya yang minta bantuin pakai baju, kamu mau?” goda Vara. Kalingga menggeleng dengan keras. “Enggak!” ujarnya menyilangkan tangan di depan wajahnya. “Tahu aja kamu yang mulus!” gurau Vara membuat Kalingga tertawa, dia pun menuju garasi dan membawa mobil Ashana kembali ke kantor. Tak menyangka tanpa kehadiran Ashana, kantor menjadi lebih ramai dan meriah, mereka saling melontarkan gurauan dan tertawa riang. Rasa kekeluargaan justru kian erat. Vibes yang sangat jauh berbeda, apakah Ashana memang semenakutkan itu di mata mereka? “Mas Kalingga, pizzanya sudah mau habis nih, ayo sini,” ajak Disha yang disetujui Vella. Kalingga menghampiri mereka yang mengerubungi meja berisi banyak makanan itu. Kalingga mengambil satu potong pizza dan melahapnya. “Ibu bagaimana?” tanya Disha. “Sudah istirahat, sedang datang tamu bulanan jadi sakit perutnya,” ucap Kalingga. “Dari dulu ibu kalau periodenya datang pasti sakit, tapi kenapa enggak pernah mau ke dokter ya?” tanya Vella. “Kurang tahu mbak, tapi katanya sama saja sudah ke dokter pun, enggak membaik,” ucap Kalingga. “Kamu yang sabar Kal, ibu jauh lebih galak kalau datang bulan!” ujar karyawan lain yang disetujui beberapa orang yang di sana, Kalingga hanya tersenyum. Dia bahkan tahu sisi lain atasannya itu, sisi seksinya! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD