Ando?

1692 Words
Ando baru saja berbalik, saat melihat salah satu anak asuhan di yayasan Farras muncul dan sedang celingak-celinguk melihat jalanan. Lelaki itu baru saja membeli roti bakar untuk Farras. Namun segera berlari saat melihat gadis tanpa kaki itu ingin menyebrangi jalan dengan kursi rodanya. Pilu. Banyak sekali orang-orang di sekitar jalan raya itu. Tapi mereka hanya sibuk melihat, tidak sibuk berlari seperti Ando yang bahkan nyaris terpeleset di trotoar demi menolong gadis tanpa kaki itu. “Abang gendong aja gimana?” ia langsung menawarkan diri sambil berlutut. Cewek-cewek yang kebetulan lewat langsung berwah-wah ria akan sikap cool Ando disaat orang lain gak perduli. Gadis kecil itu mengangguk riang. Mengulurkan tangannya pada Ando. Ando segera mengangkatnya menuju mobil. Lalu berlari kecil mengambil kursi roda yang masih singgah di seberang jalan itu. “Tadi habis dari mana? Kenapa sendirian?” tanya Ando saat sudah duduk dibalik kemudi. “Tadi aku hanya jalan sendirian, bang. Bosan di yayasan.” “Farras tahu?” Ia menggeleng lemah. Ando menghela nafas lalu membawa mobilnya menuju yayasan. “Teman-teman kamu ke mana?” Gadis kecil itu menggeleng. Ia sedang marah pada mereka karena terus diejek. Tapi ia tak bisa melawan karena memang kenyataan bahwa ia hidup dalam keterbatasan. Walau Farras berkali-kali memberitahu padanya bahwa teman-temannya hanya bercanda, namun ia tetap saja tak percaya. Ia tak suka dihina. Apalagi jika bawa-bawa kaki. Ditatap dengan iba oleh orang lain aja ia tak suka. Apalagi kalau dikasihani! Sebab begini, biar kata ia hidup dalam keterbatasan, namun ia percaya bahwa ada Allah yang menyempurnakannya. Ya kan? “Lain kali, jangan berjalan sendirian ya? Nanti dicariin,” nasihatnya saat mereka sudah tiba di parkiran yayasan.  Gadis kecil itu mengangguk sementara kegaduhan menghampiri kantor yayasan Farras. Gadis itu sedang sibuk menelepon polisi untuk membantu mencari si gadis kecil yang dikira hilang itu. Ando keluar dari mobil, lalu membuka pintu di samping gadis kecil itu. Kemudian menggendongnya menuju kamar gadis kecil itu yang disambut kehebohan anak-anak asuhan Farras saat lelaki itu akan melewati kantor yayasan Farras. Beberapa anak asuhan Farras berteriak memanggil Farras. Farras yang panik segera keluar dan lega saat menjumpai gadis kecil itu dalam gendongan Ando. Lelaki itu melempar senyum. “Ketemu di mana?” “Tadi ketemu di jalan,” Ando menyahut santai. Kali ini Farras membuka pintu kamar gadis kecil itu dan membiarkan Ando membaringkannya di atas tempat tidur. Bocah-bocah sepermainannya masuk ke dalam kamar. Heboh memeluk karena panik, takut ia hilang beneran.  “Biarin Syifa istirahat dulu yaaaa,” seru Farras lalu menyelimuti gadis kecil itu. Ia memanggil Nina untuk menemani gadis kecil itu. Saat akan ditinggal, Syifa menahan lengan Ando ketika lelaki itu akan berjalan keluar. “Abang, makasih ya.....,” tuturnya yang disambut senyuman oleh Ando. Lelaki itu mengelus kepalanya. Hal yang membuat hati gadis mana pun akan adem melihatnya. Termasuk Farras hingga tanpa sadar malah tersenyum. “Makasih ya, Ndo.” Ando hanya tersenyum. Tapi dalam pikiran Farras, bayangan Ando meng-gendong Syifa dengan cool tadi muncul. Hal yang membuat dadanya tiba-tiba berdesir. Tapi rasa itu segera ia abaikan. “Oh iya!” ia menepuk kening lalu terkekeh ringan. “Tadi aku beli roti bakar. Aku ambil dulu ya, kak!” tuturnya lalu berlari menuju mobilnya di parkiran, meninggalkan Farras yang terpaku me-natap punggung lelaki itu menjauh. Ia terdiam lama hingga lelaki itu muncul dengan roti bakar ditangan sambil terkekeh. Kekehan yang mempesona. Omong-omong, kenapa baru sekarang Farras menyadarinya? Menyadari bahwa pesona Ando sedahsyat itu. Hingga diam-diam meng-getarkan hatinya. ♡♡♡ “Ras!” Nina menyenggol lengan Farras. Menyadarkan Farras dari ketermanguan usai kepergian Ando. “Dari sekian banyak sepupu lo, dia yang paling rajin kesini,” Nina berceloteh. Farras menoleh dengan wajah bingung. “Ya....lo gak ngerasa apa gitu...,” Nina melempar kode. Farras memutar matanya dengan malas. “Jangan su'uzzan sama orang,” ingatnya. Namun Nina hanya terkekeh. Nina yakin, Farras bukannya tak peka hanya saja belum percaya. “Tapi gue setuju loh kalau lo sama dia!” “Apa sih?!” Farras melotot. Nina terbahak melihatnya. Gadis itu sampai memegangi perutnya dengan erat. Farras geleng-geleng kepala. Ya kali....Ando suka sama dia? Masih kecil begitu? SMA aja belum lulus! Tapi hati kecilnya menyangkal. Ya sih, memang kalau dilihat usia dan pendidikannya saat ini, terlalu muda. Namun, biar begitu, Ando sangat dewasa. Terlebih dalam berpikir. Lelaki itu paling pandai menjaga diri dan menolak perempuan yang ingin mendekatinya dengan alasan tak mau menduakan Tuhan. Tuh...Allah aja dijaga perasaannya sama Ando apalagi kamu? “Dia tuh baik, Ras. Ganteng pula. Soleh. Perfect deh!” “Sepupu gue itu!” sungut Farras. Lama-lama kesal juga kalau diledek seperti itu. “Nah itu!” Nina menyentil keningnya. “Sepupu kan bukan mahram, jadi boleh menikah dengan sepupu!” “Udah deh, Nin. Lo kayak gak ada hal lain yang perlu dibahas!” ia malas. Sementara Nina masih dengan kekehannya. “Betewe, abang ganteng lo apa kabar?” “Genit lo!” cercanya. Nina terbahak. ♡♡♡ “Serius, bunda?!” ia nyaris berteriak. Lalu menutup mulutnya sambil terkekeh kecil. “Iya! Cepat pulang, kak.” Ia mengangguk lalu mengucap salam. Terburu-buru menutup telepon lalu membereskan barang-barangnya yang berantakan di meja. Nina yang baru masuk ke ruang itu, mengerutkan kening. “Ke mana lo? Cepet amat udah pulang!” Farras nyengir. “Abang ganteng gue baru pulang!” tuturnya yang dibalas pelototan. “Serius?!” Muka Nina berubah kesenengan. Farras menuil bahu Nina lalu berjalan melewati gadis itu. Mengabaikan Nina yang memanggil-manggilnya untuk menitipkan salam pada Farrel. Farras tak ambil peduli, Nina memang begitu. Hanya suka untuk bermain-main saja pada Farrel. Farras dengan riang naik ke mobil saat supirnya telah tiba untuk menjemputnya. Gadis itu berisik sekali di mobil, sibuk bertanya-tanya pada lelaki paruh baya itu tentang kepulangan abangnya. Pasalnya, Farrel tak memberitahu kalau akan pulang ke Indonesia. “Abaaaaaaaang!” teriaknya saat tiba di rumah. Farrel memang sengaja duduk di teras rumah untuk menyambutnya. Lelaki itu terkekeh saat Farras berlari ke arahnya lalu memeluknya dengan erat. “Jahaaat! Pulang gak ngasih tahu!” Farrel membisiki kata maaf ditelinganya. Bukannya gak mau ngasih tahu sih, tapi kan mau memberikan kejutan.  “Lo gak kangen gue?” Ferril muncul dengan tampang sewot. Lelaki kece yang sudah kehilangan gelar playboy itu me-masang tampang tengil. Mata Farras melebar. Kaget luar biasa. Ia kira cuma abangnya yang pulang. Ternyata..... “Iiih! Pulang gak bilang-bilang!” kesalnya. Walau menampilkan wajah cemberut, tak urung ia memeluk Ferril yang sudah melebarkan tangan minta dipeluk. Adik sablengnya yang satu itu ternyata juga pulang ke Indonesia. “Kangen lo ama gue ya?” ledek Ferril saat merasakan hangatnya air mata Farras dibahunya. Gadis itu menepuk bahunya dengan kuat. Kesal tapi juga rindu. Ferril tergelak. Ia mengelus punggung saudara kembarnya itu dengan sayang. Aah....kalau abangnya yang sok perfect ini gak datang ke Eropa, mungkin ia tak kan disini. Ia sudah keenakan hidup disana. Tapi gegara ceramah abangnya, ia terpaksa ikut pulang. Terlebih telepon dari bundanya yang sambil mewek. Duh! Bikin gak sampai hati buat nolak. Di ruang makan, bunda mereka memanggil untuk segera makan siang. Farras tak henti berceloteh. Menanyakan apa saja yang dilakukan abangnya selain kuliah. Sedangkan untuk Ferril, ia malah mengomel-omel sekaligus menasehati bocah sableng itu supaya gak banyak main. Apalagi mainin perempuan! Duh! Tapi Ferril udah tobat kok. Udah gak kayak dulu. Lelaki itu banyak berubah sejak dua tahun lalu. Sejak Farras memutuskan berjilbab. Sejak itu, kebaikan juga menyapanya dengan lebih menghargai perempuan. Sebab ia mana rela jika Farras dipacari banyak lelaki seperti ia yang memacari banyak perempuan. Baginya kini, berhenti memacari perempuan sama dengan memuliakan perempuan. Tuuuh kece gak? “Jadi?” “Jadi apa sih?” Farras bingung. Kini ia dan Farrel sudah duduk asyik di gazebo belakang rumah. Seperti kebiasaan mereka bertahun-tahun lalu. Saat mereka masih SMA dua tahun lalu. Asyik menikmati malam berdua di bawah langit-Nya. “Yang bantuin kamu diriin yayasan siapa?” tanya Farrel. Matanya memerhati Farras yang nampak hanyut dalam malam-malam indah-Nya. “Ando,” jawabnya langsung. Hal yang membuat Farrel diam-diam mengulum senyum. Matanya pun diam-diam mengamati wajah Farras. “Dia banyak bantu kamu sejak abang pergi ya?” Farras mengangguk. Satu tahun belakangan. Satu tahun yang berat. Apalagi saat Farrel memutuskan untuk berangkat kuliah ke Amerika. Mengejar mimpi-mimpinya untuk menjadi salah satu mahasiswa di salah satu kampus teknologi terbaik dunia. Sedangkan Ferril malah berbelok ke Eropa. Kuliah sewajarnya walau sambil menikung jalan-jalan keliling Eropa.  Sementara ia? Ia ter-perangkap di Indonesia sebab bundanya ingin ia disini, menemani wanita paruh baya itu yang kadang ditinggal papanya. Lelaki paruh baya itu getol banget diriin rumah sakit kecil di daerah-daerah terpencil. Sementara bundanya masih dengan kesibukan yang sama, yaitu menjadi dosen. “Kalian masih sering ngisi seminar bareng?” Farras mengangguk lagi. Sama sekali tak tahu kalau Farrel masih mengulum senyum. Apalagi maksud dari menanyakan pertanyaan-pertanyaan itu. Farras hanya menjawab dengan polosnya saja. “Dari dulu kan, bang. Sejak Farras pakek jilbab, banyak yang minta Farras. Padahal Farras masih minim banget pengetahuannya tentang agama. Kalau Ando kan emang rajin ngisi kajian. Pinter bin soleh. Ya kan?” “Heum,” Farrel berdeham. “Menurut kamu, Ando gimana?” “Gimana apanya?” “Ya...penilaian kamu.” Farras nampak berpikir. Keningnya berkerut-kerut. “Ando ya Ando, bang.” Farrel terkekeh. “Ya,” ia mengiyakan. Ando memang Ando. Tapi Ando selalu tak menjadi Ando setiap bertemu dengan gadis di sampingnya ini. Tapi sialnya, Farras tak peka dan tak pernah tahu. “Tapi kalau seandainya abang menjadi seorang perempuan, mungkin abang sudah jatuh cinta pada Ando.” Farras terkekeh geli. Ia menoleh, menatap abangnya yang malah memasang tampang serius. “Ya lah, bang! Dia gak cuma ganteng loh. Tapi juga soleh dan menjaga diri banget! Disaat lelaki lain menyatakan cinta pada seorang perempuan dengan jalan memacarinya, dia malah diam dan memilih ber-pacaran dengan Tuhannya. Takut kalau Dia cemburu,” tuturnya lalu terkekeh. Ia tak sadar kalau kekaguman itu telah merasuki sejak pertama kali mengisi kajian bareng Ando. Sejak pertama kali mendengar Ando bicara dengan humble-nya di depan banyak orang. Berbeda dengan Ando yang cold dan hanya senyam senyum seperti biasanya. Berbeda dengan Ando yang biasa dikenalnya. “Kadang Farras heran, kenapa ada lelaki seperti dia?” tuturnya yang lebih seperti bertanya. Lalu menatap Farrel dengan intens. Yang ditatap malah memejamkan mata. Menikmati malam sekaligus menyelami celotehan Farras tentang Ando. “Kamu tahu apa alasannya?” Farras menggeleng. Matanya lekat menatap Farrel yang masih asyik memejam. “Seperti hidup dan mati, senang dan sedih, bahagia dan derita, kaya dan miskin, maka seperti itu lah manusia. Allah menciptakannya agar dunia ini seimbang. Ada baik, ada buruk. Ada surga, ada neraka. Pun ada dunia, ada akhirat.” Aaaah, Farras terpesona. Senyumnya mengukir tipis. “Tapi Ando itu lelaki yang kece. Karena gak cuma sekedar ganteng. Kalau cowok ganteng kan banyak. Bertebaran dimana-mana. Tapi cowok yang ganteng lagi soleh itu yang jarang!” ia memuji tanpa sadar. Farrel terkekeh. Lalu ia membuka mata dan melempar senyum pada Farras yang juga sedang menatapnya. “Gak kepikiran buat nyari suami kayak Ando?” “Ando?” Farras malah balik bertanya sambil terkekeh. “Mau lah, bang. Siapa yang gak mau dapet suami kayak dia? Tapi dengan umur segini ya belum lah. Kuliah aja belum kelar. Yang ada, diomelin bunda!” Farrel menahan senyum. Ya sih. Farras benar. Tapi siapa yang tahu kapan datangnya jodoh? Ketika Allah menakdirkan hamba-Nya untuk menikah saat ini juga, kita bisa apa? Ya kan? ♡♡♡
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD