Reuni Masa Lalu

1491 Words
“Di sini?” Entah berapa kali Andra meragukannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama. Zakiya memutar matanya dengan kesal lalu menggetuk kepala lelaki itu.“Rasa-rasanya kakak sering melihat yayasan ini deh. Apa tadi namanya?” “Yayasan Pelangi,” jawabnya malas sambil memakai sepatu kets-nya. Andra ber-oh ria. Namun matanya masih terpaku pada tampilan depan yayasan di sampingnya ini. Rasa-rasa tak asing itu makin memeluknya. “Nanti pulang jam berapa?” “Gak usah dijemput!” ketus Zakiya lalu melompat turun dari mobil. “Ada, dicuekin. Jauh, dikangenin.” Gerutunya saat Zakiya membanting pintu. Lalu ia perlahan menginjak gas. Namun beberapa detik kemudian, ia me ngerem mendadak. Nyaris saja pengendara motor di belakangnya, menabrak-nya. Hingga meninggalkan makian untuknya, sedang ia membalas dengan maaf setelah membuka jendela. Lalu memundurkan mobil perlahan saat tak sengaja menangkap gadis berjilbab berjalan di depan mata. Ia memastikan penglihatan-nya saat gadis itu menyebrangi jalan di depannya. Diam dan mengamati hingga yakin. Kemudian ia segera memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Lalu keluar dan berteriak memanggil gadis itu. “Farras!” Gadis berjilbab itu menghentikan langkah. Lalu menoleh tanpa curiga. Seolah-olah waktu berjalan lama sekali. Membuat d**a Andra berdebar-debar. Lamanya gadis itu menoleh nyaris membuat jantungnya ingin melompat. Apalagi saat tatapan gadis itu masih sama. Andra. Teriaknya dalam hati, dengan jantung yang tiba-tiba jumpalitan. ♡♡♡ Farrel terkekeh. Membiarkan dirinya dijadikan objek untuk difoto. Anak-anak yayasan Farras heboh dengan kedatangannya. Lelaki itu dengan senang hati membaca cerita, mengajarkan mereka banyak hal hingga melantunkan ayat-ayat Alquran. Suasana siang itu memang tak membosankan seperti biasa-nya. Anak-anak yang malas mengaji mendadak rajin setelah mendengar Farrel yang mengaji dengan begitu indahnya. Apalagi tampangnya yang ganteng abis ditambah ngajinya yang kece badai jadi tambah ganteng banget! Duh! Bikin cewek manapun pengen ngajak dia langsung ke KUA. Nina malah terkekeh-kekeh di pojok sana. Girang banget ketika Farrel datang sejak pagi tadi. Gadis itu cuma kagum bukan suka. Baginya, Farrel bukan untuk dicintai namun hanya untuk dikagumi. Ia telah belajar dari banyak pengalaman hidup tentang lelaki. Untuk tak gampang menaruh harap pada mereka. Untuk tak gampang membeberkan doa meminta pada-Nya. Sebab bisa jadi, itu tak sesuai dengan kehendak-Nya. Dari pada kecewa, ia lebih memilih untuk membentengi diri. Membiarkan jantung bekerja senormal biasanya. Membiarkan hati seadanya. Membiarkan waktu berjalan sesukanya. “Mbak Nina!” Salah satu staf administrasinya memanggil. Ia menoleh, masih dengan senyum karena Farrel. “Ya?” “Beberapa relawan udah datang,” tutur staf itu. “Mbak Farras belum balik lagi,” tambahnya. Nina mengangguk lalu segera pergi usai berteriak pamit pada Farrel yang dibalas anggukan oleh lelaki itu. Farrel sibuk memberikan kuis tentang nabi-nabi pada anak-anak itu. Sebelum menutup kehadiran singkatnya disini. Sebab ia sudah punya janji lain untuk menjenguk Agha di pesantren. “Oke! Jadi siapa nama nabi yang tongkatnya bisa membelah lautan?!” ia berseru. Anak-anak heboh mengacungkan tangan. Ia tersenyum puas menatap tampang-tampang polos nan menyenangkan itu. Lalu menunjuk bocah gempal yang mengacungkan tangan pertama kali. “Nabi Musa, bang!” “Betul!” serunya yang disambut tepuk tangan. Ia terkekeh lalu menjelaskan sedikit mengenai Nabi Musa. Kemudian menutup pertemuan singkatnya serta berjanji akan sering kemari. Setelah itu, ia pamit. Ia segera berjalan ke kantor yayasan untuk menemui Farras. Namun baru saja tiba di depannya, ia dibuat terpaku oleh kehadiran Zakiya yang tak sengaja menatapnya. ♡♡♡ Ando baru saja masuk ke mobil, saat mommy-nya berteriak soal telepon dari Airin, tantenya. Ia segera menepuk kening, teringat sesuatu. Pasalnya, ia sudah janji pada Adel, sepupunya, untuk menjemput gadis kecil empat tahun itu dan pergi bersama ke yayasan Farras. Maka, ia segera berlari menghampiri mommy-nya dan belum apa-apa, suara cempreng Adel sudah menyapa. “Abaaaaaaang! Abang Ando udah jalan belum?” Sara terkekeh mendengar suara cempreng itu sampai ke dapur. Gadis kecil yang satu itu emang gak kalah rusuhnya sama Farras yang dulu. Ya, Farras yang dulu adalah Farras yang belum berjilbab. Kalau sekarang, tentu saja gadis itu menjaga ucapannya terlebih volume suara biar gak seperti memakai toa. “Iyaaa! Abang jalan ya!” ucapnya lalu dibalas dengan seruan riang milik Adel di seberang sana. Seruan yang bikin Ando gemas sendiri. Ini bocah dari kecil emang udah ngegemesin sih. Ando pamit lagi untuk pergi pada Sara. Lalu berjalan riang menuju mobilnya. Ia masuk ke dalam mobil lalu menghidupkan mesinnya. Kemudian memutar lagu-lagu nasyid di mobilnya. Sesekali ikut bernyanyi riang. Di lampu merah, ia memberhentikan mobil. Sembari menunggu lampu hijau, ia membuka kunci layar ponselnya. Terpaku saat galeri foto belum ia keluarkan. Masih menampilkan fotonya dan Farras sebulan lalu saat mengisi seminar bersama. Menatap foto itu lalu kembali fokus menyetir saat terdengar bunyi-bunyi klakson dari belakangnya. Allah. Diam-diam sebenarnya ia gelisah. Ia sungguh takut akan perasaan ini. Ia takut membuat gadis itu tidak nyaman jika mengetahuinya. Terlebih dengan status sepupu begini. Namun memang sejak dulu, ia tak pernah menganggap Farras sebagai saudara, dimatanya, gadis itu seperti wanita pada umumnya. Dalam hal ini, ia memang berbeda dalam menatap Farras dengan sepupu-sepupu wanita yang lain. Gadis itu selalu berbeda dimatanya. Terlebih dihati-nya. Hal yang terkadang tak dapat ia cegah. Apalagi jika sudah berbicara tentang-Nya, ia mati-matian menahan diri agar tak mengingatnya sembari berdua dengan-Nya. Namun apa daya? Ia hanya lelaki biasa yang bisa khilaf dan berdosa. Farras yang rajin biar pun bawel. Farras yang suka dangdutan heboh. Farras yang cablak dan kadang bicara tanpa pikir panjang. Farras yang ternyata keibuan ketika sudah mengasuh Adel. Farras yang apa adanya. Ia suka semua yang ada Farras. Namun rasa itu bermetamorfosis menjadi rasa cinta ketika melihat gadis itu menggunakan jilbabnya. Anggun dengan khimar dan gamisnya. Farras cantik sekali. Terlebih saat mengisi seminar, ia pandai sekali berbicara karena bakat kebawelannya. Farras yang mau belajar dan terus mendekatkan diri pada-Nya, semakin membuatnya cinta tanpa ia sadari. Terkadang ia bertanya pada Allah, Allah....apakah sudah benar caranya mencintai seorang perempuan dengan begini? Melantunkan namanya dalam doa kepada-Mu? Memendam rasa ini dan membiarkan hanya Kau yang tahu? Dua tahun lalu, ketika ia dan sepupu-sepupunya termasuk Farras selesai menonton film di bioskop, Farrel yang biasanya tak peduli, diam-diam meng-amati perilakunya yang salah tingkah. Ia yang mendadak berdebar saat Farras duduk di sebelahnya saat mereka makan bersama. Ditemani Adel di pangkuan-nya yang saat itu masih berumur dua tahun. Tapi omong-omong soal Adel, Ando langsung memutar balik. Tadi ia melewatkan g**g komplek rumahnya Adel. Gadis kecil itu pasti akan mengomelinya kalau lama menjemputnya. Adel bawel seperti Farras. Kalau kata Ferril, Adel jadi ikut-ikutan bawel gara-gara Farras. Tapi memang benar sih. Gadis kecil itu kopiannya Farras. Apapun yang Farras lakuin, pasti diikutin. Termasuk memakai jilbab. Sejak Farras berjilbab, Adel kemana-mana pakai jilbab kalau jalan-jalan sama mereka. “UMMI, BANG ANDO UDAH DATANG! ADEL PERGI YA! WASSALAMU-ALAIKUM!” teriaknya lalu berjalan sambil melompat-lompat menuju mobil Ando yang baru masuk pekarangan. Ando terkekeh lalu membiarkan gadis kecil itu masuk ke dalam mobilnya. “Adel kan udah sms abang tadi pagi! Masa masih lupa sih? Udah kayak Opa deh!” omelnya dengan bibir mencebik. Kedua tangan-nya terlipat di depan d**a. “Maaf deh maaf,” Ando mengelus kepalanya lalu kembali fokus menyetir. Adel menarik nafas. Amarahnya hilang sekejab setelah dielus Ando. Duh! Ini loh yang bikin Adel gak bisa ngambek lama-lama sama Ando. Sikap cool dan gentle-nya itu bikin ia mesem-mesem kesenengan. Gadis kecil seperti dia aja suka sama Ando apalagi kamu? “Abaaaang! Adel laper loh. Tadi Ummi masaknya gak enak! Enakan dimasakin Kak Farras! Eh tapi ini mau ke yayasan kan? Ketemu Kak Farras?” Ando terkekeh. Bawelnya mintaaa ampuuun! ♡♡♡ “Apa kabar?” Suara merdu itu kembali terdengar setelah sekian tahun dihindari. Farras melempar senyum tipis. Canggung. “Baik,” jawabnya tanpa mau membalas tangan yang terulur ke arahnya itu. Andra menarik tangannya lalu menggaruk tengkuk leher yang tidak gatal. Malu. “Lama gak bertemu,” ucap lelaki itu. Yah, seingatnya terakhir bertemu di acara reuni SMA, dua tahun lalu. Selebihnya? Tak pernah lagi. Apalagi sahabat-nya, Pras, tak bisa diandalkan lagi untuk mendekatkannya dengan gadis ini. Farras hanya berdeham. Ia bersikap dingin padahal jantungnya sudah melompat gila-gilaan. Hal yang tak disangkanya, kalau rasa itu masih sama. Masih ada. “Kamu kuliah atau gimana?” Andra bingung untuk bertanya. Jujur saja, ia benar-benar buta info tentang gadis ini. Terlebih Zakiya tak mau membantunya sama sekali dengan alasan malas berhubungan dengan gadis ini. Andra paham sih. Sejak dulu, dua gadis ini emang gak pernah akur. “Kuliah, kak.” “Di mana?” Farras berdeham lalu dengan segan menjawab, “UIN Jakarta.” “Aaaah,” Andra paham. Mengangguk-angguk. Ia kembali tersenyum. Senyum yang membuat Farras mati-matian untuk menjaga hatinya apalagi matanya agar tak terpesona. “Aku boleh minta kontak kamu?” ia memberani-kan diri. Farras menahan nafas. Menahan agar jantungnya tak berdebar cepat. Takut sekali kalau detaknya akan terdengar oleh lelaki ini. Namun ia tak kuasa menolak saat Andra menyodorkan ponselnya. Mau tak mau, ia ketik nomor ponselnya lalu mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya. Andra menatap layar ponselnya sesaat lalu menyimpannya setelah memastikan nomor ponsel Farras ada di sana. “Aku mencarimu, Ras,” akunya. Matanya memancarkan kejujuran. Hal yang seharusnya Farras tahu sejak dulu. “Boleh nanti, aku main ke rumahmu?” Farras tergagap. Tak tahu harus menjawab apa, yang untungnya diselamat-kan oleh suara cempreng milik Adel yang baru saja lompat dari mobil Ando. Sejak kecil, gadis kecil itu memang hobi banget lompat-lompat. Gak takut jatuh pula. Sekali pun jatuh, pasti nyalahin orang. Siapa suruh gak megaaang?! Gitu omelnya kalau ditolong setelah jatuh. Padahal kan yang salah itu dia sendiri! Siapa suruh lompat-lompat? Dasar bocah! “KAK FARRAAAAAAS! LIHAT! ADEL BAWA SAYUR LOOOH! KATA BANG ANDO, NANTI BIAR KAK FARRAS BIKININ SUP!” Hebohnya seperti biasa. Hal yang disambut lega sekaligus kekehan milik Farras. Namun tidak dengan Ando yang terpaku saat menyadari, dengan siapa Farras berhadapan. ♡♡♡
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD