5: Sumpah

1507 Words
Richard masih mengira bahwa Yura melakukan aksi bunuh diri setelah ia memutuskannya tempo dulu. Meski ia dan Mira berpacara setelah ia memutuskan Yura dan membagikan kemesraan di sosial medianya, ia tahu ia tak bahagia bersama Mira saat itu. Rasa bersalah menelingkupi hatinya terus menerus hingga membuat Mira merasa sangat bosan padanya dan hubungan mereka kandas. Mereka hanya berpacaran selama tiga bulan. Motor harley Davidson yang didapatkan oleh Richard saat menang taruhan dengan temannya itu juga dikembalikan oleh Richard, ia benar-benar tak bisa menghapus bayangan Yura sampai akhirnya ia bertemu Mia yang kepribadiannya mirip dengan Yura. Penuh semangat dan senyuman. Richard terus menerus mencuri pandang ke arah Yura yang sibuk mencatat apa saja yang dikatan Mia kepada Ilham dan Satria soal pernikahannya dan Richard. Ekspresi wajah Yura sangat datar hingga Richard penasaran apa yang membuatnya terlihat lebih santai tersebut tak seperti beberapa jam sebelumnya yang kaget dan salah tingkah saat mereka bertemu. "Sayang!" bentak Mia pada Richard saat ia memandang ke arah foto pernikahan salah satu klien Cantika Wedding yang tertempel di dinding tepat di atas kepala Yura. "Apa?" tanya Richard sedikit gagap dan linglung. Semua mata memandang ke arahnya dengan bingung. Sedangkan Mia memandangnya kesal. "Lagi mikirin apa, sih?" tanya Mia sebal. Yura hanya melirik pasangan tersebut sekilas lalu melanjutkan mengecek apa saja yang telah dicatatnya di buku catatan khusus kliennya. "Itu, aku lagi lihat foto prewedding itu. Kayaknya keren kalau diambil di dalam hutan." kata Richard pada Mia. "Bukankah kita sepakat ambilnya di tepi pantai. Kamu suka pantai, kan? Bahkan tiap minggu ngajak aku ke pantai." kata Mia. Mendengar hal itu Yura langsung mendongakkan kepalanya karena tak menyangka Richard menyukai pantai, tapi sejak kapan? Mata Richard dan Yura bertemu, tapi tak ada rasa canggung di dalam mata Yura lagi, bahkan Richard bisa merasakan aura kebencian dan sikap dingin yang terpancar dari dalam matanya tersebut. Hal itu sukses membuat Richard merasa gugup dan segan sekaligus. "Ganti saja. Aku gak suka pantai." jawab Richard tanpa mengalihkan pandangannya dari Yura. Mia yang melihat tatapan Richard ke Yura itu merasakan ada sesuatu yang sangat aneh kepada calon suaminya tersebut. "Oh. Ganti." jawab Yura seraya mencoret daftar foto prewedding di pantai sesuai request Mia sebelumnya. "Ini fix di Hutan, ya, apa kebun raya aja, gimana?" tanya Yura meminta pendapat kepada kedua kliennya. "Tidak. Di Hutan saja." jawab Richard tegas dan Yura mengangguk angkuh. "Oke. Deal. Gimana kalau kita lanjutin besok diskusinya?" tanya Yura seraya melirik jam di pergelangan tangannya. Khusus untuk Mia, mereka bahkan sampai rapat selama tiga jam lebih dan itu belum selesai. Mia terlalu banyak permintaan dan banyak juga membatalkan permintaan setelah berpikir-pikir ulang di tengah-tengah diskusi. Menyebalkan untuk Neli. "Kita makan siang, yuk!" ajak Mia dengan senyum yang mengembang ke arah Yura dan para rekannya. "Ayo." jawab Neli yang langsung disenggol lengannya oleh Yura. "Gak papa, aku seneng rame-rame, lagian kita udah lama gak ngobrol bareng, Yur." kata Mia pada Yura. "Lain kali aja, Mi, lagian kita-kita ada janji dengan klien lain." "Klien lain apaan? Lo bawa klien, Ham? Atau lo bawa klien lain, Nel?" tanya Satria pada Ilham dan Neli yang langsung ditanggapi gelengan kepala oleh keduanya. Yura menelan ludah mendengar pertanyaan Satria itu dan jawaban dari Ilham beserta Neli. "Nah, gak ada klien lain, kan? Ayok kita makan siang. Keburu laper aku." ajak Mia. Tentu saja tawaran makan siang dari Klien membuat Neli, Ilham dan Satria senang, karena mereka bisa makan gratis biasanya, apalagi kliennya orang kaya seperti Mia dan Richard, mereka akan makan enak. Mia berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah Yura yang masih diam dan enggan berdiri tak seperti rekan-rekannya yang lain. "Gue bungkus saja gimana?" saran Yura. "No. Gue pengen ngobrol banyak sama lo selama makan siang, Ayok lah ..." rengek Mia. "Tapi gue belum lapar." kata Yura pada Mia tapi beberapa saat kemudian perut Yura berbunyi lumayan nyaring hingga semua orang yang di sana menatapnya heran sembari menahan tawa. Karena sudah ketahuan berbohong soal perutnya, Yura memutuskan berdiri. "Ya sudah, ayok." kata Yura seraya berdiri dan berjalan lebih dulu keluar dari kantornya diikuti oleh yang lainnya yang menahan tawa karena sikap lucu Yura tersebut. Richard hanya bisa diam karena sejujurnya ide makan siang bersama Yura bukanlah ide yang baik, apalagi calon istrinya itu pasti akan banyak bicara pada Yura. Richard hanya berharap semoga istrinya tidak bertanya macam-macam ke Yura dan tidak membeberkan privasi pacaran mereka ke Yura. *** "Yur, ini ada oseng-oseng cumi kesukaan lo, gak mau pesen?" tanya Mia seraya menunjuk menu yang ada di tangannya. "Eh, sayang, kamu juga suka oseng cumi, kan? Aku pesenin, ya." kata Mia seraya mengucapkan dua porsi oseng cumi untuk Yura dan Richard yang hanya diam membiarkan Mia memesan untuknya. Sedang Ilham, Satria dan Neli yang tak merasa aneh atau canggung seperti Richard atau Yura memesan menu kesukaan mereka. Selang sepuluh menit kemudian menu yang mereka pesan datang dan memenuhi meja makan mereka. Mia meletakkan lauk pauk di atas meja dibantu oleh Neli dan Ilham. Situasi itu menyenangkan bagi semua orang yang berkumpul di sana tapi tidak bagi Richard dan Yura. Sebelum makan, Mia meminta Richard memimpin doa. Lelaki tampan itu mengawali doa dan diamini oleh yang lainnya, kemudian mereka mulai makan dengan antusias, tapi lagi-lagi hanya Yura dan Richard yang rupa-rupanya tak berselera dengan makanan yang telah tersaji. "Yur, gimana, lo masih nunggu mantan lo yang mutusin lo sepihak dulu?" tanya Mia to the point yang membuat Yura seketika tersedak. Yura menoleh ke arah Mia dengan tatapan bingung setelah menatap ke arah Richard sekilas. "Eh? Apaan sih lo , Mi!" seru Yura berkilah dan tak suka dengan sikap Mia yang blak-blakan. "Kita semua juga udah pada tahu kale, Yur, gak usah malu-malu sama kita." kata Neli menimpali. Mia menatap tak percaya. "Kita berempat satu kampus dan satu jurusan." kata Neli sekali lagi yang menjawab tatapan Mia yang menatap tak bingung. "Jadi tuh, Yura, aku, Ilham dan Satria itu sahabatan sejak masuk kuliah. Otak gue, Ilham dan Satria pas-pasan, beda banget sama Yura yang pinter, dia c*m Laude, sayang gak mujur, gak diterima di perusahaan-perusahaan besar dan akhirnya gabung sama kita sambil dia nyambi desain." kata Neli bercerita yang membuat Richard menoleh dengan tatapan tertarik sembari sembunyi-sembunyi agar tak terlalu ketara. "Kamu desain?" tanya Mia ke Yura dengan tatapan tak percaya. "Iya, dia desain perhiasan. Katanya suatu saat nanti dia akan buka sendiri toko perhiasan yang menjual hasil desainnya." kata Neli yang membuat Yura menyenggol lengannya. "Aku kok gak tahu, ya, kalau kamu suka desain. Padahal kita, kan, sahabatan dari dulu." kata Mia penasaran. "Kamu tahunya dia patah hati, kami juga tahunya itu. Ha ha ha. Entah, susah banget buat dia move on, padahal yang suka sama dia CEOnya batu bara ada loh. Cuma dia tolak dengan alasan terlalu muda untuk menikah." kata Neli yang membuat Yura langsung terbatuk-batuk hingga Mia menyodorkan air minum untuknya. "Duh, Yur, sabar, ya. Teman-teman lo pada kocak abis." kata Mia. "Udah biasa." kata Yura. "Ntar kalau gue nikah kalian bakalan kaget bukan main." "Gue mah enggak, palingan lo nikah sama mantan lo itu." "Gak bakal kecuali petir nyambar di siang bolong yang panasnya kayak gini." kata Yura. Tak berselang lama kemudian ucapannya terbukti benar. Petir benar-benar menyambar sebuah pohon yang ada di depan restaurant tempat mereka makan hingga pohon itu sedikit tumbang ke kanan. Saking kerasnya suara petir, mereka berenam sampai kaget dan tertegun di tempatnya. Mia, Neli, Ilham dan Satria langsung berlari ke luar restaurant sama seperti pelanggan restaurant lainnya yang juga ikutan keluar untuk melihat pohon yang baru saja tersambar petir itu. Mereka pada berbisik-bisik aneh sembari tak lupa mengabadikan pohon yang tersambar tersebut. "Sialan!" umpat Yura tak suka dengan situasi dimana ia hanya berdua saja dengan Richard. Yura kemudian meraih tasnya tanpa melihat dan langsung berlalu. Richard yang tertegun menyaksikan hal itu, buru-buru berdiri dan berlari mengejar Yura yang sedang keluar dari restaurant. Bahkan, Mia, Ilham, Neli dan Satria tak menyadari sama sekali kalau kedua orang tersebut sedang berlari keluar dari restaurant tersebut. "Yur! Yura!" panggil Richard. Yura yang tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi hingga Richard harus mengejarnya seperti ini. "Yura!" teriak Richard semakin kuat. Yura yang kesal dengan sikap Richard itu akhirnya berhenti berlari dan menoleh serta menatap Richard dengan penuh amarah. "Kenapa kau mengejarku? Merasa bersalah setelah mendengar cerita Neli? Atau ingin menertawakanku?" tanya Yura kesal, sedang Richard menatapnya dengan wajah yang bingung. "Kenapa diam saja? Katakan? Apa menurutmu pantas seorang lelaki yang akan menikah malah mengejar perempuan lain?" tanya Yura lagi. Richard semakin bingung dan heran. "Aku kesal! Jangan kejar aku dan jangan coba-coba untuk membujukku!" ancam Yura pada Richard seraya berbalik dan hendak akan pergi lagi tetapi ... "Yura!" panggil Richard sekali lagi. "Apaan sih? Kamu tuh mau nikah! Kenapa masih ganggu aku?!" kata Yura kesal. Yura terlalu percaya diri kalau Richard mengejarnya karena merasa bersalah dan prihatin sekaligus atas nasib Yura yang gagal move on di masa lalu. "Itu ... " tunjuk Richard ragu-ragu ke arah samping kanan, Yura melihat ke arah mana Richard menunjuk. "Tas yang kamu bawa itu milik Mia, kamu salah bawa." kata Richard pada Yura yang seketika membuat Yura malu setengah mati mengetahui faktanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD